Oh, Tuan!
Matahari di kepalamu bersembunyi. Hujan berjanji akan jatuh dari awan. Oh, Tuan, ada apa gerangan?
Mengapa engkau murung dan merenung seperti ini?
Pagi-pagi ini malaikat datang kepadaku. Ia membawa beras-beras putih, bersih, dan wangi. Juga, beberapa kabar gembira.
Katanya, "Akan dibuka kepala berambut lebat si Ainur. Kita-kita yang malang jelata diberi bibit padi, gandum, kacang-kacangan, dan sayur-mayur. Di kepala si Ainur juga, akan dibuka kios-kios, kandang ternak, dan kolam ikan. Tuan, oh, Tuan, bukankah ini kabar gimbara? Atau, adakah malaikat itu datang kepadamu juga? Berita apa yang ia bawa untukmu?"
Tuan menjawab dan awan masih berjanji akan menangis di atas kepalamu.
"Ah, tak ada yang menggembirakan datang kepadaku hari ini."
Tuan, engkau memangku dagu di tangan kanan, memegang garam di tangan kiri. Matamu melihat awan. Hampir menangis awan itu di atas kepalamu, tetapi garam di tangan kirimu.
Ah, Tuan! Engkau membuat resah rintik-rintik yang diam segan, turun tak mau.
Tuan, oh, Tuan!
Apakah yang datang kepadamu seorang penyamar?
Biasanya orang-orang ini seperti berlian.
Tubuhnya berkilauan dari emas batangan.
Aku pernah mendengar kisah gadis cantik yang sekarang suaminya sudah tiga orang.
Katanya, "Yang namanya Mahmat, kakaknya Jusuf, itu pernah berlaku curang. Digalinya kubur, lantas bersembunyi ia di dalamnya. Ketika pasukan pemberontak datang, Mahmat itu melompat dari liang kubur.
Ialah Mahmat itu, yang konon memakai tongkat emas yang konon lagi pemberian Sulaiman. Bajunya berkilau keemasan sebab itu tumpukan emas batangan. Semua yang melekat di tubuhnya itu berharga.
Takutlah pasukan pemberontak. Lari terbirit-birit mereka sambil berteriak, "Malaikat maut keluar dari kubur! Malaikat maut keluar dari kubur!" Sampai sepanjang pantai, para nelayan, dan saudagar mendengarnya dan merasa takut.
Maka, selamatlah sebuah kapal yang membawa seorang calon raja tersayang, yang anak buahnya tujuh lapis dan Mahmat kembali menenun batangan emas menjadi jubah untuk adiknya, Jusuf, agar dapat memperistri adik si calon raja."
Apakah ia yang datang kepadamu, Tuan? Si Mahmat itu?
Tuan, oh ....
Apakah penyamar itu mencuri sesuatu darimu atau mengatakan hal-hal menyedihkan?
Karena engkau sangat murung di pagi-pagi buta
Pastilah ada yang hilang dari hati dan rumahmu.
Tak perlulah kau sembunyikan dari aku, Oh Tuan.
Si Mahmat itu, kadang akan berkata, "Wahai engkau, hari ini aku datang untuk mengambil rohmu. Akulah suruhan Sulaiman."
Namun, tahukah engkau, Tuan? Sulaiman tak pernah menyuruh-nyuruh demikian. Bukan tugas si Mahmat juga mengambil roh. Percaya aku, Tuan.
Tuan, oh, Tuan
Tersenyumlah ke awan sekarang. Atau, ceritakan yang sesungguhnya kepadaku, perihal siapa yang datang kepadamu jika bukan Mahmat.
Aku di sini, Tuan, sebab melihat kau resah, murung, dan merenung, memangku dagu di tangan kanan, lalu memegang garam di tangan kiri.
Tuan mendesah, lalu membuka tangan yang isinya garam. Rintik-rintik pun bergembira di awan. Satu-satunya berdiskusi, siapa yang ingin jatuh duluan ke atas kepala Tuan. Namun, tak ada yang berani.
Tuan pun membuka mulut.
"Aku ini telah berbuat salah, Wahai. Kemarin, aku botak sisi kiri kepala berambut lebat si Ainur. Di sana, kubuka kandang sapi dan kambing, kubuat petak-petak sawah, kubuat rumah-rumah agar anak-anakku tinggal nyaman.
Kubotak sisi kiri kepalanya si Ainur sampai kehidupan kami sekeluarga makmur. Kupikir mujur. Namun, Ainur murka nyatanya saat bangun dan melihat kepala kirinya botak.
Menangis ia, lalu dimaki-maki aku. Sampai keluar katanya, jika aku terus mencabut rambut-rambutnya, ia akan letuskan bisul-bisul di bawah kulit. Ia akan keramas pakai segayung air sampai kami semua hanyut. Ia akan usir aku!
Begitulah mengapa aku murung dan merenung. Kemudian, pagi tadi aku duduk di sini. Malaikat datang kepadaku. Bukannya memberiku kabar baik, tetapi memarahiku karena membuat botak kepala kiri Ainur.
Wahai, apakah benar yang datang kepadamu itu ialah malaikat? Bagiku, tak mungkin malaikat datang dengan membawa kabar seperti itu kepadamu? Malaikat itu amat sayang kepada Ainur. Membuat botak kepala Ainur akan membuat malaikat marah dan menegur aku. Bagaimana pula dengan engkau yang akan berlaku sama seperti aku kepada kepala Ainur?
Barangkali, Mahmat itu yang datang kepadamu membawa beras putih, bersih, lagi wangi pandan."
Oh, Tuan, Oh ....
Engkau membuatku bimbang sekarang. Namun, Tuan, malaikat bukannya hanya sayang Ainur saja, tetapi juga kita yang miskin dan melarat ini. Jika tak dibuka rambut lebat si Ainur, kita akan terus miskin.
Ah, Tuan, bukankah malaikat datang untuk membawa kabar gembira?
"Tuan, cobalah persis'kan bagaimana malaikat yang datang kepadamu. Lalu, kujelaskan malaikat yang datang kepadaku."
Oh, Tuan memandang awan yang lelah berjanji untuk menangis di atas kepala Tuan.
"Matahari di atas kepalanya seperti mahkota yang cerah bercahaya. Ia membawa bulan di pangkuan seperti bayi yang amat disayang. Sayapnya putih seperti awan yang dilihat Ibu di sekolahnya kala berbaris. Empat pasang jumlahnya. Jika membentang, Gunung Kembar pun akan tertutup. Ia punya rambut. Rambutnya akar-akar bunga yang mekar. Sangat indah. Sungguh, aku tak pernah melihat malaikat seindah dirinya. Sayang sekali, hari ini ia murka sebab aku membuat botak kepala kiri Ainur. Seandainya tak ada masalah demikian, pastilah wajahnya lebih enak lagi untuk dilihat. Sejujurnya, Wahai, ia amat rupawan sampai burung-burung hinggap di bahunya."
Ah, Tuan! Benarkah perwujudan yang engkau terangkan ini?
"Bagaimanakah rupa malaikat yang datang kepadamu, Wahai?"
Oh, Tuan ... janganlah engkau mendesak ketika aku bingung membandingkan. Sebab, sejujurnya juga, Tuan, malaikat yang datang kepadaku hanya membawa beras putih, bersih, dan wangit, pun berita itu.
Aku terima beras itu sebab anak-anakku di rumah amat butuh beras. Jika tidak, pastilah kami mengikat perut hari ini. Hanya sebab kami butuh, Tuan. Jadilah aku ikut bergembira dengan berita yang ia bawa kepadaku.
Ah, Tuan. Betapa resah hatiku sekarang.
"Sudahlah, Wahai. Jangan pikirkan lagi perihal malaikat yang datang kepada kita hari ini. Cuma itu, Wahai. Jangan kau buat botak kepala berambut lebat milik si Ainur. Meski Si Ainur itu amat baik sampai malaikat sayang kepadanya, tetapi sekali ia marah, aku pun tak ada daya. Ainur itu memangnya seperti perempuan-perempuan kita."
Tuan, engkau tenangkan aku.
"Pulanglah. Ambil saja padi di lumbungku untuk anak-anakmu, Wahai." Tuan, oh, Tuan datang lagi sifat malaikatmu ini.
Tuan, hari ini aku pulang setelah engkau tenangkan. Mungkin, aku kedatangan malaikat lain malam ini atau engkau.
Sebab, Tuan ....
Aku lihat engkau membentak hujan setelah murung dan merenung. Kau tagih janji hujan yang berdesak-desakan di awan di atas kepalamu. Kau minta mereka turun. Namun, tak ada yang berani.
Namun, Tuan. Setelah kau bentak, hujan jatuh bersamaan. Keroyokan. Kepalamu basah. Garam di tangan kirimu larut dan menjadi lautan yang luas.
Maka, Tuan. Aku melihat awan yang kehilangan hujan menyingkir ke tepi-tepi kepalamu. Muncullah matahari di atas kepalamu.
Oh, Tuan, Oh ....
Sejujurnya, aku membayangkan dirimu sebagai malaikat yang datang kepadamu. Namun, di pangkuanmu bukan bulan, melainkan lautan dengan ikan-ikan dan terumbu karang, juga pasir dan rumput laut. Di tengah-tengah lautanmu, Tuan, pulau-pulau muncul.
Tuan, oh!
Sejak hari itu, tak kulihat lagi engkau murung atau merenung. Pun, jarang pula kau menetap di rumahmu. Sebab, katanya Ainur jadi dekat denganmu.
Tuan, semoga kau selalu tersenyum dan bahagia. Aku selalu menunggu kabar dan kisah baik darimu.
Wakai, 30 Juli 2023.