Disukai
2
Dilihat
162
Keseharian Yang Begitu Biasa
Slice of Life

Hari sudah berganti lagi, terasa begitu cepat ketika kemarin minggu sore

“Huaahhhemm” terasa lemas saat akan memikirkan kegiatan hari ini, bagaimana akan menyapa orang-orang hari ini, dan apa yang akan aku makan nanti siang (hahahaha…makanan selalu menjadi perhitungan dalam kebingungan tiap hariku, karena itu salah satu healing buatku, bentuk selfreward sederhana ala diriku).

Aku tinggal seorang diri di sebuah rumah kontrakan milik orang tuaku, tapi aku tinggal gratis…hehehe

Aku bukan orang yang rajin saat berada dirumah, rumahku sering begitu berantakan, aku sering berpikir tidak apalah sedikit berantakan, toh tidak akan ada yang datang, tapi aku mencintai rumah itu terutama kamar tidurku, bagiku rumahku adalah istanaku, kamarku adalah singgasanaku, dan ketenangan sedirian dirumah adalah surga duniaku.

orang tuaku akan sangat marah ketika sesekali mereka datang menengokku saat melihat semua berantakan, aku hanya terdiam merunduk salah karena aku tahu itu benar-benar kesalahan.

Mandi pagi adalah kesukaanku, dan setrika pakaian kerja di pagi hari adalah ketidaksukaanku, tapi aku selalu mengulanginya setiap hari…”betapa malasnya diriku ini”, pikirku. “besok aku harus berubah, aku tidak boleh malas lagi”gumamku setiap pagi, dan apalah daya, ketika isi pikiran ini berubah begitu cepat menuruti si sifat malas itu, aku mengulangi kesalahan yang sama di pagi berikutnya, huft….aku berharap tidak ada yang mencontohku.

“Bekal makan siang sip, dompet sip, hp sip, makanan si penjaga rumah berkaki empatku sip, waktunya berangkat”, absenku dalam hati. Kutuntun kendaraan roda duaku keluar dari gerbang, dan siap menuju gedung sumber penghasilanku.

“Tuhan aku pasrahkan setiap langkahku hari ini padaMu, dalam kuasaMu aku menyerahkan segalanya, dalam pengadilanMu aku tertunduk, dan dalam kasihMu aku berlindung”, itu doaku selalu, gumaman hati setiap roda motorku melaju di jalanan. Itu membuatku begitu tenang, dan menjadi sumber tenaga dan ketenanganku hari ini.

Ahh…begitu damainya pagi ini, kulanjutkan menyapu halaman tempat kerjaku. Angin sepoi-sepoi, bau rerumputan yang begitu khas, suara burung-burung kecil yang beterbangan di pepohonan, dan suasana sunyi sebelum yang lain datang. Bagiku ini adalah syukur yang luar biasa, nikmat Tuhan yang tiada tara. Oke…itu adalah bahagiaku, sesaat sebelum para manusia memenuhi gedung tersebut.

“pagi kak” sapa staf yang aku anggap seperti adik

“pagi baby” panggilan akrabku padanya

“kak kemarin aku jalan-jalan dengan suamiku kepantai, beli lumpia, dan kelapa muda”, ceritanya

“tërus??”

“tadinya mau jalan-jalan ke taman kota, tapi katanya keramaian, buat sesak, jadinya pergi kepantai deh”

“mantap” sahutku

Bibir kami saling sahut menyahut bercerita receh, begitu juga dengan tangan kami yang terus melajukan gerakan sapu. Cerita selesai, halamanpun bersih, hahaha…

satu per satu smua staff berdatangan, “ëh pagi-pagi sudah bersih aja??, yah…gak dapat bantu-bantu deh” basa-basi seorang senior pada kami, sudahlah…kami sudah terbiasa mendengarnya, hanya sebuah kata-kata manis dibibir saja, hooeekkss.

Jam di hp sudah menunjukkan pukul 09.00, tanpa kusadari gedung tersebut sudah ramai, meja kami terisi penuh tanpa kurang seorangpun, disinilah mode aktifku berubah otomatis ke mode silent.

“kamu kemana kemarin yu, aku lihat kamu di lampu merah ke barat sama cowok??, itu cowokmu??”kata apri

“oo…kamu ketahuan, pacar apa sopir??” jahil agus

“Äpaan sih, kepo deh” sahut ayu

“kepo dong…kalau soal ayu apasih yang enggak, kepopun jadi” timpal nino

Ayu hanya tersenyum menimpali candaan nino

Ayu…remaja tercantik di ruangan kami yang begitu ramah dan mengemaskan, dia menjadi idola setiap lelaki disini, bahkan para wanitapun menyukainya karena keramahan dan kepintarannya, walaupun berasal dari keluarga yang berada dia tidak pernah sekalipun memamerkannya. Ayahnya seorang pejabat pemerintah, ibunya seorang dokter, kakak-kakaknya ada yang sebagai dokter dan dosen di kampus yang ternama, bahkan kakek,nenek, paman, bibi, dan sepupu-sepupunya memiliki pekerjaan yang sangat wah, keluarganya adalah keluarga terpandang. bagiku dia adalah bentuk kesempurnaan ciptaan Tuhan..hehehe. Ternyata masih ada stok orang yang seperti ini pikirku tentangnya

“yu ibuk mau beli sepatu warna merah, yang bahannya ada rajut-rajutnya gitu yu” pinta erna pada ayu

“oke buk, nanti langsung bayar di alfam ya!!” jawab ayu sembari membuka aplikasi oranye di Hpnya, “yang ini mau buk??”

“boleh yu, pokoknya ibuk percaya sama ayu”

Itulah ramah tamah teman-teman dikantor sebelum memulai aktifitas

Jarum jam dinding sudah menunjukkan pukul 09.00

“selamat pagi”, seorang wanita paruh baya datang dengan senyum lebar di wajahnya, menyapa dengan suara lembut nan manja

“selamat pagi”, paduan suara kami serempak mengalun menyahut

Semua bincang hangat kami tadi seketika terhening, sudah tidak nampak lagi ramah tamah diantara kami, yang tersirat diwajah kami hanyalah acting keseriusan, ketegangan, dan totalitas dalam pekerjaan. Sesekali para senior akan membuka suatu obrolan untuk mencairkan suasana, tapi itu hanya akan bertahan 10 menit kedepan. Jam pulang adalah hal yang paling kami tunggu-tunggu dalam setiap hari efektif.

Sungguh aku benar-benar berharap dia tidak pernah datang, doa nakalku pun tidak luput tentang itu. Dia adalah wanita yang ramah, murah senyum dengan suara lantangnya. Aku pernah mengaguminya, akan tetapi waktu menunjukkan sesuatu yang tidak aku suka, melihat karakter asli dari seorang playing victim, manipulator, dan toxic. Aku tidak pernah percaya akan bertemu dengan spesies yang begitu langka dalam hidupku, sungguh dia adalah karakter sempurna dalam mimpi burukku.

“Oh Tuhan ternyata ada ciptaanmu yang seprti ini” ucapku pada Tuhan saat hatiku dilukainya

“Su…Su…Suuuu” Panggil suara berbisik dibelakangku

“Hah…apa??” sahutku

“kenapa sih dia datang??”

“hahaha…dirimu lucu, kan hari kerja”

“aduuhhh…aku berharap dia libur aja”

“hehe” aku hanya menimpali dengan senyum, aku tidak ingin terlibat dengan ketidaksukaan mereka, karena aku tahu suatu saat kata-kataku akan menjadi fitnah yang berlebihan ketika mereka tidak menyukaiku lagi. Pengalaman mengajarkanku banyak hal.

Aku terlalu terpaku dengan pekerjaanku, aku bahkan tidak mendengar ocehan-ocehan tetangga disebelahku dan dibelakangku padahal jarak kami tidak sampai 1 meter, aku menyukai pekerjaanku, dimana aku bisa focus tanpa terganggu oleh orang-orang yang tidak aku inginkan. Aku menikmati setiap proses pekerjaanku, ini alasan keduaku tetap bertahan di ruang lingkup toxic ini, nomor satu sudah pastilah ya…cuannya…yah walaupun yang aku dapat hanya sebatas UMR kota pelosok, setidaknya cukup untuk membuat dapurku tetap mengepul.

Aku sudah tidak terlalu peduli dengan segala aktifitas diluar jobdeskku, aku berusaha untuk tidak terlibat terlalu jauh dalam pergaulan itu, aku hanya ingin bekerja secara damai, berbaur seperlunya dan seadanya saja tidak berlebihan. Ini damaiku, sudah cukup bagiku untuk sekedar mengenal.

Kerjaan yang banyak membuat waktu ini terasa cepat berlalu, jam 16.00 sudah waktunya pulang, akhirnya…aku merasakan kebebasan, lepas semua ketegangan hari ini. “terimakasih Tuhan untuk bantuannya hari ini” doa penutupku ketika dalam perjalanan pulang. Mari pulang dan menikmati damai kesendirian lagi.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Slice of Life
Rekomendasi