"gabisa gitu dong yahh kamu kan direkturnya tapi kenapa semua pekerjaan kamu bunda yang kerjain?!"
"Aku juga punya kesibukan sendiri, aku harus ngurusin kerjaan rumah, kantor, belum lagi aku kuliah" turur seorang wanita.
"AKU CUMA TANYA APA AJA YANG HARUS AKU KERJAIN KENAPA KAMU NYOLOT GITU SI?!" Jawab seorang pria yang sudah menduduki kepala 3.
"YA KAMU MIKIR DONG KENAPA MASIH TANYA AJA ITU TUGAS KAMU BUKAN TUGAS AKU?!" jawab wanita itu
"JANGAN KURANG AJAR YA KAMU JADI ISTRI!! MENTANG MENTANG KAMU BISA SEMUANYA KAMU SEENAKNYA NGERENDAHIN AKU IYA KAMU?!" Jawab pria itu.
PLAKK tamparan keras diayunkan oleh pria itu dengan ringannya.
"Terus yahh teruss tampar bunda cuma itu kan yang bisa kamu lakuin makan, tidur, ngerokok, mabok, selingkuh, kdrt sakit kamu tu yaa dasar gawaras!" ucap seorang wanita yang umurnya tidak jauh beda dari sang pria.
"Sini kamu! Kita belum selesai bicara!" Tutur pria itu kepada wanita yang langsung bergegas pergi.
Dua orang dewasa itu tanpa peduli bahwa semua anak anaknya menonton mereka yang sedang bertengkar hebat hingga selalu menimbulkan kekerasan.
Disisi lain ada 2 orang anak kecil yang sedang bermain masak masakan dan diiringi suara suara pertengkaran dari dua orangtuanya.
"Selalu aja ayah bunda berantem" tutur hati seorang kakak perempuan yang sudah duduk di bangku sekolah dasar kelas 3 dan sedang bermain dengan adik kecilnya.
"Sebentar yaa ibu saya masak dulu ayam goreng nya" Ucap kakak kepada adiknya yang sedang merecoki mainannya ituu. Adiknya baru saja berumur 2 tahun dan belum terlalu fasih berbicara tapi dia mengerti jika orang sedang berbicara kepadanya.
"Mba bawa azwa ke mobil!" Ucap wanita itu yang biasa di sebut bunda.
"Mau kemana bunda?" Tanya kakak kepada bunda yang kala itu bergegas pergi begitu saja tanpa menjawab pertanyaannya.
"Mba mau kemana?" Tanya kakak lagi kali ini kepada mba yang sudah mengendong adiknya itu yang bernama azwa.
"Mau pergi beli mainan sama bunda kak" jawab mba kepada kakak, yang sebetulnya mba pun tidak tau akan kemana perginya bunda dan adiknya itu.
"Mainan baruu??, aa ayoo ikut bunda mau beli mainan!" Seru kakak setelah mengetahui akan kemana bundanya itu dan mengajak Abang keduanya.
"Gaa ah kamu aja, aa mau main game" jawab sang Abang nya itu. Abangnya tidak terlalu jauh usianya dengan sang kakak hanya beda 2 tahun saja tetapi sekarang Abang duduk di bangku sekolah dasar kelas 4.
Sejujurnya kakak sangat ingin abang abangnya ikut dengannya akan tetapi abang keduanya menolak dan abang pertamanya sedang ada kemah karna abang pertamanya baru saja memasuki sekolah menengah pertama. Dan dengan berat hati harapan kakak putus untuk mengajak abangnya ikut dengannya.
"Mba tunggu aku juga mau ikut!!" ucap kakak kepada mbaa yang sudah berlalu menuruni tangga sembari menggendong adiknya itu.
Kakak pun segera bergegas menuruni anak tangga dengan perasaan gembira sekaligus bingung, gembira akan membeli mainan baru seperti kata mba nya itu, bingung karna bundanya menangis dengan tersedu-sedu.
Bunda sudah di dalam mobil lebih dulu disusul oleh mba yang menghampiri bunda didalam mobil dan menduduki adik di kursi depan lalu menutup pintu mobil.
"Mba tunggu kakak belum naik kenapa di tutup pintunya?" Tanya kakak kepada mba yang langsung menutup pintu mobil saat kakak datang di garasi mobil rumahnya.
"Mba gatau kak, bunda suruh cepat cepat tutup mobilnya" ujar mba menjawab pertanyaan kakak.
"Bunda buka pintunya" ucap kakak sembari menggedor kaca mobil.
"Bunda ini kakak!!"
"Bundaa kakak mau ikutt buka!!"
"Bundaa buka"
"Bundaa ikutt.." lirih kakak yang sudah menangis karna tidak dibukakan pintu mobil oleh bundanya.
Bunda pun akhirnya membuka kaca mobilnya. "Kamu beneran mau ikut?" Tanya bunda kepada kakak.
"Iyaa bunda kakak mauu ikutt bukain pintu nya" jawab kakak dengan tersedu karna menangis.
"Masuk" kata bunda kepada kakak sembari membukakan pintu mobil belakang.
Didalam mobil bunda tidak langsung menginjak pedal gasnya, tapi hanya berdiam diri sembari menatap lurus kedepan.
"Bunda kita mau beli mainan kan?" Tanya kakak kepada bunda dengan suara yang mulai gembira mengingat akan perkataan mba nya.
Akan tetapi bunda tidak menjawab pertanyaan kakak hanya diam dan menangis. Tidak berselang lama bunda pun berbicara.
"Kamu beneran mau ikut?" Bunda tidak menjawab pertanyaan kakak tapi justru bertanya kembali kepada kakak.
"Iyaa bunda kakakk mauu ikutt!" Jawab kakak dengan yakin dan penuh gembira.
"Kamu beneran mau ikut?" Tanya bunda kembali dengan penuh keyakinan.
"Iyaa bunda kakak mau ikut, tapi bunda kenapa?" Jawab kakak atas pertanyaan bunda kembali, tetapi kakak bingung akan sikap bunda saat itu yang hanya menatap lurus kedepan dengan suara bergetar.
Bunda pun menekan pedal gasnya dengan kecepatan tinggi yang nyaris saja kala itu kakak, adik, dan bunda kecelakaan.
Bunda menyetir sembari menangis membuat tidak fokus akan perjalanan.
"Bunda, bunda kenapa, bunda kenapa nangis?" tanya kakak kepada bunda yang mulai cemas akan bundanya yang menyetir seperti sengaja akan kecelakaan.
"Hiks.. bundaa stop kakak takutt" tangis kakak karna bunda seperti kesetanan menyetir mobilnya.
"BUNDA STOP DIDEPAN ADA AZWA!" Ucap kakak kepada bunda yang sudah kepalang ketakutan.
Seketika bunda pun berhenti dan menangis tersedu sedu hingga teriak memukuli dadanya. Kakak pun ikut menangis yang bingung harus bersikap bagaimana kala itu.
Cukup lama bunda menghentikan mobilnya, dengan perasaan yang cukup tenang bunda pun jalan kembali dengan kecepatan normal.
Adik sudah terlalap dipangkuan kakak di kursi depan, tetapi kakak sulit untuk terlelap karna memikirkan kondisi bundanya.
mobil terus berlaju entah kemana tujuannya, kakak mulai tersadar akan situasinya kala itu bahwa bundanya sedang tidak baik baik saja.
Selama perjalanan kakak dan bunda tidak berbicara keduanya sibuk bergulat dengan pikirannya masing masing. Bunda yang entah apa yang sedang dipikirin nya dengan tatapan kosong, dan kakak yang bingung harus berbuat apa dengan kondisi yang saat itu sangat kacau menurutnya.
Akhirnya setelah sekian lama perjalanan bunda menghentikan mobilnya di sebuah super market yang tidak tau dimana lokasinya karna bunda pun tidak tau akan pergi kemana dirinya dan anak anaknya kala itu.
"Kak bangunin adiknya suruh dia buang air kecil dulu" ucap bunda kepada kakak untuk membangunkan adik agar membuang air kecil terlebih dahulu di toilet super market.
Kakak pun mengikuti perintah bundanya, dan bunda pun membeli beberapa makanan dan minuman untuk bekal di jalan.
Setelah semua sudah selesai adik, kakak, dan bunda kembali memasuki mobil dan bersiap untuk kembali pergi.
Akan tetapi bunda tidak langsung menginjak pedal gasnya tapi bunda terdiam akan lamunannya.
"Kak.. maaf bunda sama ayah pisah" itulah kalimat yang bunda sampaikan kepada kakak malam itu.
Kakak terdiam cukup lama, kakak cukup kaget akan ucapan bundanya. Sebetulnya kakak tidak begitu paham apa yang bunda ucapkan, tapi kakak cukup paham bahwa keluarganya sedang diujung tanduk.
"Iyaa bunda gapapaa, jangan minta maaf kalo hal itu tidak buat bunda sedih lagi kakak gapapa, walaupun sebenarnya kakak sedih tapi bunda lebih berarti buat kakak" ujar kakak menanggapi apa yang bundanya katakan, kakak sedih tetapi kakak tidak bisa berbuat apa apa bunda jauh lebih berharga untuk kakak dibandingkan diri kakak sendiri.
"Terimakasih nak, terimakasih, terimakasih, dan maaf bunda gagal" kalimat terakhir malam itu dan ditutup dengan tangisan bunda dan kakak. Kakak tidak sanggup lagi untuk menahan derai air matanya yang sejak tadi ia tahan, kakak menangis tersedu sedu dengan bunda, kakak bingung harus bagaimana kedepannya, kakak sedih, kakak kecewa, kakak menyesal untuk tidak memaksa abangnya agar ikut dengannya. tapi kakak bahagia karna bunda sudah tidak merasakan sedih dan sakit lagi karna ayah.
Kakak gapapa harus kehilangan sosok ayah, sejak dulu pun memang kakak tidak mendapatkan sosok peran ayah dalam hidupnya. Kakak jauh lebih mementingkan bunda dibandingkan dirinya sendiri, karna bunda satu satunya dalam hidup kakak.
Sosok gadis perempuan yang sedang menatap lurus kedepan di jendela kamarnya, rintik air hujan tidak kalah derai dengan air matanya yang mengalir. ingatan demi ingatan kelamnya yang membuat ia menjadi seperti ini, ia tidak bisa melupakan perasan dan suasana malam itu yang penuh dengan keharuan. Ia merindukan sosok ayah dan Abang abangnya. Sudah 4 tahun lamanya semenjak kejadian itu ia tidak bertemu dengan abangnya ia sangat amat merindukan sosok abangnya, tetapi bunda dan ayah tidak mengizinkan untuk anak anaknya bertemu.
Ini berat untuk Abang pertama, karna Abang harus jadi perantara ayah dan bunda mereka saling membenci satu sama lain. Abang rindu bunda, Abang butuh bunda disisi Abang dan abang merindukan adik perempuan kecilnya yang sekarang entah bagaimana rupawan nya, Abang yakin adik adik kecil nya Abang tumbuh dengan sehat dan cantik.
Ini berat untuk Abang kedua, karna Abang kedua begitu dekat dengan bunda dan adik perempuan pertamanya itu Abang rindu mereka, abang masih butuh sosok bunda disisi abang. Ayah jahat buat bunda pergi dari rumah, ayah juga jahat buat aa Abang sakit karna selalu jadi pelampiasan ayah. tapi Abang bahagia bunda ga sedih lagi.
Ini berat untuk kakak, kakak tumbuh tanpa mendapatkan peran seorang ayah dan peran seorang Abang. Kakak sendiri melawan ketakutan, sepi, trauma, dan menjadi garda terdepan untuk bunda dan adiknya. Ini terlalu berat untuk kakak karna kakak selalu disalahkan oleh bunda sebab wajah kakak mirip dengan ayah. jika kakak bisa pilih kakak ingin wajah kakak seperti bunda saja cantik agar kakak tidak selalu disalahkan bunda karna wajah kakak mirip dengan ayah, bunda benci itu.
Ini berat untuk adik, karena adik tidak tau sosok ayah seperti apa dia hanya tau nama saja tanpa tau bagaimana rupanya. Adik juga tidak tau Ayah seperti apa, dan adik tidak kenal ayah. Dan bunda tidak sudi untuk mempertemukan adik dengan ayah.
ini terlalu berat untuk bunda, bunda sakit atas semua perlakuan ayah kebunda selama ini tapi bunda sudah tidak kuat lagi bersama ayah, bunda benci ayah atas semua perlakuannya dan bunda benci ayah karna harus dipisahkan oleh anak anaknya. Bunda rindu Abang, bunda rindu kumpul kembali dengan anak anak bunda.
Ini berat untuk semuanya, kita semua punya luka sendiri, kita semua punya perasaan yang berbeda dalam luka ini, tidak mudah tapi kita bisa bertahan hingga detik ini.
Kakak sayang bunda, kakak sayang abang abang, kakak sayang adik, kakak sayang ayah tapi kakak juga benci ayah.