Topeng Sakti Cantika
15. SCENE 71-75

EXT. RUMAH SUPENDI/TERAS — PAGI

Kakek Supendi menyambut anak-anak sanggar di depan rumahnya.

KAKEK SUPENDI
Waduuh, mau pada ke mana ini?
ALL ANAK SANGGAR
Assalamualaikum, kakek.
KAKEK SUPENDI
Waalaikum salam.
MURNI
Kita semua mau ke Jakarta, kek.
KAKEK SUPENDI
Wow! Kakek diajak nggak nih?
BIMANTARA
Mm, gimana ya?
KINAN
Sebenarnya, kita mau ngajak sih, kek? Tapi karena kita udah bawa Mang Adam buat nyupirin kita, nggak jadi deh, kek.
KAKEK SUPENDI
(bercanda) Apa? Maksudnya, kakek disuruh jadi supir kalian?

Semua orang tertawa termasuk kakek Supendi.

MURNI
Itu Kinan yang ngomong lho kek.
KINAN
Tapi yang bisikin aku tadi si Murni, kek.
MURNI
Dan yang punya idenya itu..
KINAN
Siapa lagi kalau bukan Bima.
BIMANTARA
Eh kok aku dibawa-bawa. Nggak kek, nggak. Aku nggak ikutan.
KAKEK SUPENDI
Aduh, duh. Kalian ini emang kompak ya kalau soal ngeledekin orang tua.

Kakek Supendi pura-pura galak dan bermaksud menjewer telinga ketiga anak itu. Tapi mereka sudah lari duluan.

Tiba-tiba Cantika keluar dan sudah siap berangkat dengan menenteng ransel dan segala perbekalannya.

CANTIKA
Taraaa... Aku udah siap.

Laura, Sanjaya juga Nenek Inayatun berjalan di belakang Cantika.

MANG DULLAH
Karena yang ditunggu sudah datang, mari kita berangkat, anak-anak.
NENEK INAYATUN
Nenek mau ikut antar cucu-cucu sebenarnya.
MANG DULLAH
Maunya kita juga ajak semua wali dan orang tua. Tapi karena akomodasi khusus untuk yang ikut lomba, terpaksa tidak diikutkan.
LAURA
Bundanya pun nggak bisa ikut?
MANG DULLAH
Mbak Laura tenang, percayakan semuanya kepada saya. Cantika aman kok sama teman-temannya.
KAKEK SUPENDI
Ya sudah, segera berangkat. Keburu hujan.
NENEK INAYATUN
Mereka kan naik mobil, kek. Nggak bakal kehujanan. Ah kakek nih.
KAKEK SUPENDI
Tetap saja, nek. Kalau cuaca hujan, Mang Adam lumayan repot nyetirnya karena jalanan ketutup air.
NENEK INAYATUN
Kakek nih, bisa aja ngelaknya. Biar nggak kalah debat sama nenek.

Semua orang di sana senyum-senyum saja melihat perdebatan kakek nenek yang selalu mesra itu.

MANG DULLAH
Ok, anak-anak. Semuanya sudah siap berangkat?
ALL ANAK SANGGAR
Siaapp, Mang.
MANG DULLAH
Yuk mari, kita berangkaaat.

Satu-persatu anak-anak sanggar Kencana Ungu itu menyalami kakek Supendi dan Nenek Inayatun secara bergantian. Kakek Supendi mengantar mereka sampai masuk mobil, lalu menyapa Mang Adam, (si supir, laki-laki 50 tahun) yang sudah siap di belakang kemudi.

KAKEK SUPENDI
Titip anak-anak, Mang Adam. (ke Mang Dullah) Dul, jagain anak-anak ya.
MANG DULLAH
Iya, pak. Kita jalan ya. Minta doanya dari semuanya, kita bisa dapat juara nanti.
ALL CAST
Aamiin.

Setelah semua penumpang masuk, mesin mobil dihidupkan.

KAKEK SUPENDI
Hati-hati, Mang Adam. Nyetirnya jangan ngebut-ngebut. Lambat tak apa yang penting sampai ke tempat tujuan dengan selamat.

Mang Adam tersenyum.

MANG ADAM
Siap, pak haji juragan.

Lalu mereka pergi diiringi tatapan gembira Kakek Supendi dan Nenek Inayatun.


CUT TO


EXT/INT. JALANAN/MOBIL — PAGI

Di perjalanan. Rombongan anak sanggar bersuka ria, bernyanyi dan berkelakar.

MURNI
(bernyanyi) Di sini senang.
BIMANTARA
(bernyanyi) Di sana senang.
ALL ANAK SANGGAR
Di mana-mana hatiku senang.

Merekapun mengulangi lirik di atas. Mang Dullah tidak mau kalah. Bernyanyi dengan suara yang mengimbangi teriakan anak-anak. Cantika iseng menegur Mang Adam.

CANTIKA
Mang Adam, ayo kita nyanyi!
MURNI
Iya, mang. Biar nggak ngantuk nyetirnya.

Mang Adam cuma tersenyum. Mang Dullah menyetujui kata anak-anak.

MANG DULLAH
Udah, Mang. Ikut aja apa kata mereka.
MANG ADAM
Suara mamang jelek. Nanti merusak suasana.
BIMANTARA
Tenang, mang. Di sini nggak ada yang suaranya bagus kok. Mamang banyak kawannya. (bergaya sok cakep) Kecuali suara BIMANTARA.

Spontan semua temannya berteriak.

ALL ANAK SANGGAR
Huuuu..!

Teman cewek yang kebetulan duduk dekat Bima spontan memberinya pukulan jahil bertubi-tubi. Bukan pukulan keras, hanya candaan antar teman.

BIMANTARA
Aduh, ampun, ampun.

Mang Adam melerai.

MANG ADAM
Lho gimana nih, katanya mau dengerin mamang ikut nyanyi, kok malah berantem.
MANG DULLAH
Yuk, kita nyanyi lagi.

Akhirnya semua ikut bernyanyi.

ALL ANAK SANGGAR/MANG ADAM/MANG DULLAH
Di sini senang, di sana senang. Di mana-mana hatiku senang.

Mobilpun melaju dengan cepat meninggalkan debu jalanan yang kotor.


CUT TO


INT. RUMAH SUPENDI/DAPUR — PAGI

Laura sedang mencuci piring. Tiba-tiba Sanjaya memeluk pinggangnya dari belakang. Laura sempat menolak tapi Sanjaya tidak mau melepaskan.

LAURA
Mas Jaya, apa-apaan sih? Lepasin!

Sambil menengok ke kanan dan ke kiri, barangkali ada mertuanya yang melihat.

SANJAYA
Nggak mau.
LAURA
Malu dilihat bapak sama ibu.
SANJAYA
Biarin. Justru aku maunya dilihat sama semua orang di dunia ini.
LAURA
Mas, Please. Jangan lebay deh. Aku nggak suka.
SANJAYA
Masa sih?

Lalu Sanjaya menyelipkan sebuah bunga berwarna kuning di antara telinga Laura.

SANJAYA cont'd
Aku mau minta maaf.

Laura masih cemberut.

sanjaya cont’d
(bicara manja) Dimaafin nggak?
laura
Semudah itu minta maaf.
sanjaya
Jalan, yuk. Mumpung Cantika lagi nggak ada. (memandang lekat wajah Laura) Ayo..!
laura
(melunak) ke mana?
sanjaya
Ada deh. Pokoknya ikut aja. Mau kan?

Laura mengangguk.

SANJAYA
Nah, gitu dong senyum. Adem rasanya kalau udah lihat senyum kamu.
LAURA
Gombal!
SANJAYA
Udah sana, siap-siap. Dandan yang cantik.
LAURA
Bentar, aku selesain cuci piring dulu. Entar kena tegur ibu mertua.

Sanjaya tertawa.

SANJAYA
Nggak usah. Biar mas aja yang selesain. Gih, kamu ke kamar aja. Siap-siap.
LAURA
Beneran?

Sanjaya berlagak kesal dan menyiprati Laura dengan air yang mengalir dari keran cuci piring.

SANJAYA
Mas bilang, sana! Melawan mulu sama suami.

Laura tertawa-tawa kena cipratan air.

LAURA
Mas Jayaa, awas ya. Aku bales nanti.

Kemudian tubuhnya menghilang di balik pintu.

SANJAYA
(teriak) Mas tunggu balasannya.

Sanjaya senyum-senyum.


CUT TO


EXT. JALANAN KAMPUNG — SIANG

Laura dan Sanjaya menaiki becak berdua. Saat jalan menanjak sepertinya supir becak tidak kuat. Tiba-tiba becak berhenti. Sanjaya bertanya pada supir becak apa yang terjadi.

SANJAYA
Ada apa, Mang?
SUPIR BECAK
Bannya kempes.
LAURA
Waduh.

Mereka lalu turun. Sanjaya memastikan.

SANJAYA
Mang, ini beneran bannya kempes.
SUPIR BECAK
(menunjuk ke roda becak) Tuh.

Rupanya salah satu ban becak (semuanya berjumlah tiga) kempes. Sanjaya menghela nafas panjang.

SANJAYA
Ya sudah sampai sini aja, mang.

Lalu Sanjaya memberikan sejumlah uang. Supir becak menerimanya.

LAURA
(berbisik) Mas Jaya serius, kita turun di sini? Ini jalanan kayaknya masih panjang deh.
SANJAYA
Nggak apa-apa. Kalau kamu cape, nanti mas gendong.
LAURA
(mencibir) Alah kayak yang kuat aja.
SANJAYA
Mudah-mudahan kamu nggak cape. (disambung tertawa)

Mereka meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki. Sanjaya menggandeng tangan Laura mesra.


CUT TO


EXT. PASAR TRADISIONAL — SIANG

MONTAGES:

-  Sanjaya membeli makanan khas Cirebon “Docang”. Mereka makan bersama.

-  Membeli sekantong kerupuk “mlarat”, gulali harum manis berwarna pink.

-  Melihat pengamen dengan kepala ditutup “topeng monster/wayang”.

-  Sanjaya mengajak Laura ke toko yang menjual alat-alat seni. Dia membeli topeng persis seperti yang dipakai pengamen. Lalu memakainya. Laura tertawa bahagia.


CUT TO


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar