Tanah Yang Dijanjikan
3. Bagian 3

EXT. TERAS - RUMAH PAK KADES — PAGI

Pak Kades duduk di Teras Rumah. Sebuah Mobil berhenti di depan Rumah Pak Kades.

FAIZAL BAHAR, 50-an. Di sebelahnya, DENIS SAPUTRA, 30-an. Mereka melihat Pak Kades, Faizal memberi hormat. Denis hanya melihatnya, datar.

CUT TO:

Mereka bertiga duduk di Teras Rumah.

PAK KADES

Bagaimana dengan tuntutan Kelompok Tani?

FAIZAL

Pusat masih memikirkannya.

DENIS

Walaupun pada dasarnya, kami tidak harus ganti rugi atas tanah kelompok tani.

FAIZAL

Mereka sudah mengeluarkan uang banyak merawat sawit, modal usaha ini besar.

PAK KADES

Saya harap Bapak memikirkan tuntutan kelompok tani dengan serius.
DENIS
Kami punya tawaran bagus buat kelompok tani, ini dari kami. Kami akan bayar harga ganti rugi, tapi hanya setengah.

PAK KADES

Setengah? Seratus duapuluh juta untuk satu kepala?

DENIS

Iya, itu tawaran bagus. Semua pihak pasti senang.

PAK KADES

Untuk Bapak atau kami?

FAIZAL

Bapak tahu sendiri cara kerjanya.

DENIS

Yang jadi pertanyaan sekarang. Berapa lama kelompok tani bisa bertahan.

PAK KADES

Selama yang di butuhkan.

DENIS

Kalau begitu tidak ada pilihan. Kami akan memasukan perkara ini ke pengadilan.

FAIZAL

Denis. Masih belum ada keputusan.

PAK KADES

Apa kamu mengancam saya Denis?

FAIZAL

Dia tidak bermaksud begitu, Pak.

DENIS

Saya hanya memberikan pilihan.

PAK KADES

Tapi kedengarannya tidak buat saya.

DENIS

Bapak tahu sendiri, setiap sengketa tanah, di awali dan di akhiri dengan tidak baik.

Pak Kades tidak menjawab, ia hanya diam.

FAIZAL

Kami hargai semua usaha Kelompok Tani. Kami akan pikirkan tuntutan itu.

DENIS

Saya serius dengan penawarannya, Pak.

Faizal dan Denis berdiri, mereka bersalaman.

EXT. MOBIL PIKAP - BERGERAK — SIANG

Iskandar duduk bersama Buah-Buah Sawit di Bak Mobil Pikap. Sesaat ia melihat Tandan-tandan Sawit itu. Ada seorang PEKERJA, 20-an, bersamanya.

ISKANDAR

Di antar ke mana?

PEKERJA

PT. Sawit Kencana.

ISKANDAR

Di sana bagus?

PEKERJA

Sama, kami tetap jadi pesuruh mereka.

Iskandar melihat Pekerja itu, kemudian ia melihat ke arah lain.

EXT. TERAS RUMAH - RUMAH ZULFIKAR — SORE

Iskandar berjalan menuju Rumahnya. Rumahnya yang terbuat dari Kayu dan berpanggung.

Dari dalam Rumah, Lela keluar, melihat Iskandar.

CUT TO:

Zulfikar dan Lela duduk di teras rumah. Lela melihat perutnya yang besar itu, sesekali mengelusnya pelan.

ISKANDAR

Polisi datang ke tempat Abang, dia bilang kamu tak mau Zul di otopsi.

LELA

Apa Abang mau Abang Zul di otopsi?

Iskandar tidak menjawab, ia melihat Lela yang mengelus Perutnya.

ISKANDAR

Berapa bulan?

LELA

Tinggal beberapa minggu lagi.

Ada jeda di antara mereka.

ISKANDAR

Sebelum dia meninggal, dia ajak Abang urus tanah itu.

LELA

Dia tak mau Anaknya kayak keluarganya.

ISKANDAR

Kamu sendiri?

Lela tidak menjawab, ia melihat Perutnya, mengelus pelan.

INT. RUANG TENGAH - RUMAH ZULFIKAR — PAGI

Iskandar berdiri, melihat barang yang ada di depannya --

SENAPAN ANGIN.

Senapan Angin itu dalam keadaan terawat, Senapan Angin Pompa. Iskandar membuka laci meja dan ia melihat Mimis dan --

PISTOL RAKITAN.

Iskandar melihatnya, datar. Ia mengambil Mimis dan menutup laci itu.

Ia mengambil Senapan Angin dan berjalan keluar.

EXT. TERAS - RUMAH PAK KADES — PAGI

Senapan Angin Iskandar di letakan di samping kursinya. Iskandar duduk di sebelah Pak Kades.

PAK KADES

Kamu terusin kerjanya Zul?

ISKANDAR

Pemburu Binatang?

PAK KADES

Petani Sawit.

Ada jeda di antara mereka.

ISKANDAR

Saya dengar tanah itu ada masalah.

PAK KADES

Seratus duapuluh juta. Itu harga yang di tawarkan PT. Agro. Mereka memberikan kita waktu.

ISKANDAR

Orang-orang bilang apa?

PAK KADES

Ada yang memikirkannya, ada yang tidak.

Iskandar tidak menjawab, ia hanya diam.

PAK KADES

Kamu tak bisa lari lagi, Is. Tak ada alasan lagi.

Iskandar berdiri dan mengambil Senapan Anginnya, berjalan menuju Motor dan menghidupkanya --

PAK KADES

Berapa banyak orang mencoba mempertahankannya. Tak ada yang berhasil.
(jeda)
Tanah yang di janjikan ini.

Iskandar melihat Pak Kades, datar.

EXT. PEKERBUNAN SAWIT ZULFIKAR — SIANG

Iskandar berdiri di pinggir jalan, motornya terpakir tak jauh darinya. Ia melihat kebun sawit Zulfikar di depannya, datar. Deretan-deretan sawit berbaris rapi, mengikuti alur. Pohon-pohon sawit yang terlihat rapi dan bersih, tidak ada tanaman yang merambat di pohon-pohon itu.

Hasan berdiri di sebelahnya, melihat Kebun itu juga.

HASAN

Kita pemrosesan kita sendiri. Sudah hampir selesai, kita masih tunggu keputusan mereka.

ISKANDAR

Apa yang kalian jaminkan?

HASAN

Apa yang kita punya.

ISKANDAR

Itu yang kalian lihat di sini?

HASAN

Zul lihat ada masa depan di sini, Is.

ISKANDAR

Aku dengar soal harga ganti rugi. Keputusan kamu?

HASAN

Ini satu-satunya yang aku punya selain rumah, Is. Kamu tahu keputusan aku.

Iskandar tidak menjawab, ia melihat Hasan, datar.

HASAN

Kita harus melakukannya, Is. Tak ada jalan lain.

ISKANDAR

Karena masa depan yang kalian lihat tanah ini bermasalah.

HASAN

Itu bagian dari perjuangan kita, Is.

Ada jeda diantara mereka.

HASAN

Cepat atau lambat, tanah ini jadi milik orang lain. Mereka terus datang.

ISKANDAR

Kamu tahu apa yang akan terjadi kalau kamu melawan Dunia.

HASAN

Setidaknya kami coba, Is. Zul bertahan dan mencobanya dan sekarang dia mati.

Iskandar hanya diam, melihat Pohon-pohon itu, datar.

EXT. PINGGIR JALAN - PERKEBUNAN SAWIT — PAGI

Sebuah Mobil Truk berhenti di pinggir jalan, bersamaan dengan BURUH SAWIT yang turun dari Truk dan berjalan membawa Alat-alat dan masuk ke dalam Kebun Sawit. Sebuah Mobil terparkir di pinggir jalan. Beberapa orang berada Tidak jauh dari sana.

SUPRIYONO, atau di kenal dengan MANDOR YONO, 50-an, melihat Para Pekerja.

Sedangkan DUA PEREMPUAN, 40-an, duduk di pinggir jalan. Di samping mereka ada sebuah tabung dan selang kecil yang saing terhubung, Alat Siram Tanaman.

Iskandar yang mengendarai motor itu mendekati mereka dan berhenti di belakang Mobil Mandor Yono. Mandor Yono melihat Iskandar.

CUT TO:

Mereka melihat Buruh membawa Buah Sawit menuju Truk.

MANDOR YONO

Kamu tak berubah, Is.

ISKANDAR

Sama seperti Bapak.

MANDOR YONO

Iya, saya terjebak disini.

Iskandar melihat Dua Buruh Perempuan dengan Tabung Penyemprot disebelahnya. Datar.

Kemudian ia melihat Seorang Buruh Pemanen Laki-laki, wajahnya yang terlihat muda, mendorong Gerobak Sorong yang berisikan Buah Sawit. Sama dengan datar.

ISKANDAR

Itu Yoga?

MANDOR YONO

Dia mulai kerja beberapa bulan yang lalu. Dia ikut Abangnya, Yogi.

ISKANDAR

Terakhir saya lihat, Yoga SD, Yogi SMP.

MANDOR YONO

Mereka tak tamat sekolah, Is.

Ada jeda di antara mereka.

MANDOR YONO

Hal yang biasa kan disini?

Iskandar hanya diam.

MANDOR YONO

Sebelum kamu pergi dan kamu pulang ke sini, masalahnya selalu sama, Is.

ISKANDAR

Hadapi masalahnya seperti yang kita lakukan selama ini, Pak. Hidup dari hari ke hari.

Mandor Yono hanya diam, ia melihat ke arah lain.

ISKANDAR

Tidak ada yang bisa di lakukan Buruh Harian Lepas seperti mereka.

MANDOR YONO

Bahkan saya juga Tidak bisa berbuat apa-apa.

Dua Buruh Perempuan itu mengambil Tabung Penyemprot dan memakainya seperti sebuah tas. Dua Buruh Perempuan itu masuk ke dalam perkebunan, menghilang seperti di telan. Iskandar melihatnya.

MANDOR YONO

Tak ada yang bisa mereka lakukan, Is. Begitu alat pelindung mereka rusak, mereka di suruh membelinya sendiri. Uang yang mereka dapatkan hanya cukup untuk makan mereka sehari-hari. Apa yang kamu pilih, keluarga yang Tidak makan atau badan yang gatal-gatal?

ISKANDAR

Menceritakan masalah ini tidak akan selesai, Is. Itu satu dari sekian banyak masalah yang ada.

MANDOR YONO

Kamu mulai berburu lagi?

Iskandar mengangguk.

MANDOR YONO

Kamu bisa gantikan Zul.

ISKANDAR

Saya jual hasil buruan saya.

MANDOR YONO

Tidak masalah.
(jeda)
Saya berhenti sebentar lagi, Is.

ISKANDAR

Bapak bisa bersantai di rumah, tanpa harus berurusan dengan kami setiap hari.

Mandor Yono tersenyum kecil, merasa terhibur.

MANDOR YONO

Selama tiga puluh tahun saya di sini, melihat semuanya, dari awal sampai sekarang. Mungkin orang akan tanya, apa yang saya dapat selama di sini.

ISKANDAR

Bapak bilang apa?

MANDOR YONO

Saya sendiri juga tidak tahu apa yang saya dapat, Is.

Mereka hanya diam, melihat Para Buruh yang bekerja.

INT. RUANG TENGAH - RUMAH ZULFIKAR — MALAM

Lela duduk di ruang tengah, ia mengelus pelan perut besarnya.

Iskandar duduk di depannya, melihat Lela.

ISKANDAR

Seratus duapuluh juta, itu harga ganti rugi.

LELA

Apa itu bisa beli hidup baru buat Lela sama Anak Lela?

ISKANDAR

Kamu bisa kalau kamu mau.

Ada jeda di antara mereka.

LELA

Tanah itu satu-satunya peninggalan Bang Zul.

Iskandar tidak menjawab.

LELA

Apa Abang bilang tak ada masa depan waktu Abang pergi dari sini?

ISKANDAR

Iya.

LELA

Apa sekarang Abang lihat hal yang sama?

Iskandar melihat perut Lela.

ISKANDAR

Tidak.

Mereka saling melihat, lama sekali. Lela melihat Perutnya, mengelusnya, pelan.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar