Ruangkala
1. Sang Terpilih #1
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

INT. RUANGKALA

TAYA berdiri seorang diri di tengah bangunan putih nan megah.

TAYA

Apa kau yakin? Belum genap delapan dekade sejak terakhir kali Sang Terpilih dipanggil...

Taya menyentuh sebuah buku (tertutup) yang ada di pusat bangunan tersebut.

TAYA

Tidak... Ruangkala sudah mencapai batasnya. Kau benar. Kita harus segera memanggil Sang Terpilih sebelum semuanya terlambat.

Taya memejamkan mata. Kristal yang menempel di dadanya bercahaya.

TAYA

Wahai tabir yang maha daya...
Pelindung dunia kedua...
Yang menjembatani antara kekal dan fana... TERBUKALAH!

Buku tersebut tiba-tiba mengeluarkan cahaya dan terbuka. Dari dalam buku muncul sesosok BURUNG HANTU raksasa yang juga bercahaya.

TAYA

Atas kuasa Dharma, aku memerintahkanmu. Pergilah ke Martyapada, temukan Sang Terpilih. Beri ia serpihan cahayamu, dan tuntun ia menuju Ruangkala.

Sang burung hantu terbang, masuk ke dalam buku.

TAYA (V.O.)

Kau adalah harapan terakhir kami. Kumohon... selamatkan dunia ini dari kehancuran.


CUT TO:


EXT. KAMPUS - PAGI

Indonesia, 2029. Est shot Universitas Caraka, mahasiswa lalu lalang.


CUT TO:


INT. RUANG RAPAT KAMPUS - PAGI

5 orang (3 laki-laki, 2 perempuan) duduk menghadap layar. 4 orang duduk di bagian depan, sementara 1 orang berhoodie duduk di meja paling belakang.

CEWEK 1

(berbisik)
Itu yang duduk di belakang siapa sih? Ganteng bangeeett

CEWEK 2

(berbisik)
Oh, Anom? Aku tahunya sih dia mahasiswa termuda sekampus. Denger-denger umurnya masih 19 tahun tapi udah semester 7

CEWEK 1

Hah!? Seangkatan sama kita dong? Kok aku nggak pernah lihat?

CEWEK 2

(berbisik)
Ssssttt... pelan dong, ntar orangnya denger. Dia emang orangnya tertutup banget. Nggak ada yang tahu pribadinya dia selain dia adalah anaknya Adri Satriya...

CEWEK 1

(kaget)
ADRI SATRIYA yang punya "AAREN"!?

ANOM melirik ke arah para cewek dengan tatapan tajam.

CEWEK 2

(berbisik)
Ssssssstttt!!!!! Udah dibilangin pelan-pelan!

CEWEK 1

(berbisik)
ya maap---- UDAH GANTENG, PINTER, ANAK ORANG KAYA PULA, KURANG APA COBA??

CEWEK 2

SSSSSTTT!! (sambil nabok)

Seorang pria berkacamata (Nusa) masuk dan berjalan ke depan ruangan.

CEWEK 1

(berbisik)
Loh? Kita sama Mas Nusa?

CEWEK 2

(berbisik)
Eh, iya. Wah mantep, projectnya dihandle sama lulusan terbaik kampus. Denger-denger dia udah jadi dosen ajar juga.

CEWEK 1

(berbisik)
Wah project ini bertebar bintang ya. Bening-bening euy... gue gebet aja kali ya

CEWEK 2

(berbisik)
Hiiih mulutnya!! (sambil nabok)

NUSA

Oke teman-teman, terima kasih sudah datang. Seperti yang sudah diketahui, kalian dikumpulkan di sini sebagai mahasiswa terpilih yang akan terlibat dalam project pengembangan aplikasi berbasis AAREN. Untuk itu-

ANOM mengangkat tangan.

NUSA

Yak, silakan Anom, ada yang mau disampaikan?

ANOM

Kenapa harus melibatkan orang sebanyak ini? Kalau hanya mengembangkan aplikasi berbasis AAREN, saya sendiri saja cukup.

Semua orang di ruangan tersinggung.

NUSA

Emm.. begini. Karena skala project ini cukup besar, kita butuh banyak orang agar data sample yang diperoleh lebih beragam. Bisa dipahami?

ANOM

Oke. Asal yang lain nggak mengganggu pekerjaanku.

Semua orang di ruangan tambah jengkel.

CEWEK 1

(berbisik)
Dia kenapa sih? Ngeselin banget dah.

CEWEK 2

(berbisik)
Pantesan nggak punya temen.

NUSA

Oke kita lanjut...

Waktu berlalu. Rapat selesai. Para mahasiswa meninggalkan ruangan kecuali Anom.

Dengan membawa sebuah flashdisk di tangan kanannya, Anom menghampiri Nusa yang masih beres-beres di meja depan.

ANOM

Sa, ini propo...

NUSA

(mendekatkan wajah kesalnya ke Anom)
Heh, kamu bisa nggak sih nggak gitu-gitu amat di depan orang?

ANOM

Kenapa emang? Faktanya gitu kan.

NUSA

(menghela nafas)
Terserah kamu deh....
(melihat ke arah flashdisk Anom)
Proposal apa?

ANOM

Ini proposal tugas akhirku. Baca.

Nusa mengambil flashdisk Anom, kemudian menancapkannya ke port yang ada di meja.

NUSA

Masih pakai judul yang sama?

ANOM

(mengangguk)
NUSA
Udahlah, mendingan kamu ganti judul. Kalau kamu ngotot pakai ini, sampai ayam bisa berenang pun nggak akan kelar. Belum lagi ayahmu. Kalau sampai anak semata wayangnya tidak lulus cepat... Ugh bayanginnya aja udah bikin asam lambung naik.

ANOM

Kamu tahu sendiri gimana bencinya aku sama si tua itu. Ini satu-satunya caraku untuk menghancurkannya. Bantu aku Sa.

Nusa membuka file tugas akhir Anom melalui layar sentuh yang sudah terinstal di permukaan meja.

NUSA

“Kecerdasan Buatan Pembaca Pikiran Manusia”. Ilmuwan internasional aja masih meneliti ini, kamu suruh aku buat bantu? Kebanyakan pressure dari orang rumah jadi sinting ya kamu?

ANOM

Aku sudah coba bikin codingannya dan itu sangat mungkin! Cuma tinggal sedikit lagi. Ada sedikit masalah di penentuan batas ambangnya agar akurasi yang dihasilkan mendekati 90% atau bahkan 95%. Aku butuh bantuanmu.

NUSA

(menghela nafas)
Aku tahu, ayahmu adalah penemu dan pemegang paten AAREN yang fenomenal karena dapat membaca emosi manusia. Tapi dengan kamu mengerjakan semua ini, bukankah kamu justru berjalan di jalan yang dia inginkan?

ANOM

Kita perlu melihat dengan cara yang sama dan melakukan hal yang sama seperti musuh untuk bisa mengalahkan mereka. Kamu sendiri yang bilang.

Nusa menghela nafas, kemudian mencabut flashdisk dari meja.

NUSA

Okelah. Aku pelajari dulu proposalmu, tapi nggak sekarang. Siang ini aku harus ke Bali. Ada urusan yang lebih penting.

ANOM

Alah palingan ekspedisi mistis lagi. Lulusan terbaik bidang kecerdasan buatan tapi masih percaya sama gituan. Aneh.

NUSA

(jahil)
Jadi kamu mau ikut ekspedisiku lagi?

ANOM

Nggak! Aku hampir mati konyol waktu terakhir kali mengiyakan ritual anehmu itu.

NUSA

Itu bukan ritual aneh. Otak robotmu emang gak sampe buat memahami romansa dunia astral. Dah, aku cabut dulu. Nanti kukabarin kalau proposalmu sudah kubaca.

ANOM

Jangan mati sebelum baca proposalku lho.

NUSA

(pergi sambil mengacungkan jari tengah)


Saat ANOM hendak beranjak pergi, ia melihat sebuah buku tergeletak di meja depan. Pada sampul buku tersebut tergambar sebuah diagram, mirip buku sihir yang sudah sangat berumur.

ANOM

Dari bentukannya, pasti bukunya Nusa nih. Dari dulu masih aja teledor, dasar.

Saat menyentuh buku tersebut, tiba-tiba semua gelap. Memori masa lalu Anom terasa berputar cepat di dalam kepalanya disertai dengan suara-suara.

SUARA 1 (V.O.)

Lihat itu Anom si aneh.

SUARA 2 (V.O.)

Lebih aneh lagi yang mau temenan sama dia hahaha.

SUARA 3 (V.O.)

Bapaknya keren tapi kok anaknya gitu ya?

SUARA 4 (V.O.)

Dulu waktu seumuran kamu, ayahmu bisa begini bisa begitu...

SUARA 5 (V.O.)

Nilai macam apa ini? Kamu main-main ya?!

SUARA 6 (V.O.)

Bikin malu saja kamu!!

SUARA 7 (O.S.)

Akhirnya kita bertemu...

Seketika sekeliling Anom jadi gelap. Suara terakhir tersebut berasal dari belakang. Terdengar asing, namun familiar di telinga Anom. Anom menoleh perlahan. Seorang wanita berambut panjang (Taya) berdiri menatap Anom.

TAYA

Kumohon... Selamatkan kami...

Anom yang terkejut melepaskan buku dari genggamannya. Seketika ia kembali ke ruang rapat. Masih dalam keadaan bingung, Anom mencoba menyentuh buku itu lagi. Tidak terjadi apa-apa.

ANOM

..... Wah, Nusa benar. Kebanyakan pressure dari orang rumah bikin otakku nggak beres. Kayaknya aku harus ketemu psikiaterku lagi.

Anom memasukkan buku tua itu ke dalam tasnya dan pergi meninggalkan ruangan. Di dalam tas, diagram buku itu memancarkan cahaya.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar