Revenge Porn
9. Lahir Sekali Lagi #9

126.  EXT. LORONG SEKOLAH - PAGI

Bina berjalan di sepanjang lorong. Orang-orang kini memperhatikan wajahnya dan menjelajah tubuhnya dengan lebih detail seolah dia sedang berjalan telanjang. Beberapa malah memperhatikan sambil menoleh ke ponselnya, seolah mereka sedang membandingkan sesuatu. Bina merasa risih. Dia tidak tahu sampai mana gosip itu berkembang setelah video itu beredar di sekolahnya.

Ferdian, Eksa, dan Gilang sedang berdiri sebuah persimpangan. Mereka tampak mendiskusikan sesuatu. Lalu ketika Bina mendekat, mereka berhenti bicara. Mereka memandangi Bina seolah Bina sedang berjalan tanpa busana.

Tidak berhenti di sana, mereka bahkan ikut berjalan bersama Bina. Mereka mengiringi langkah Bina.

 

FERDIAN
(berbisik ke Gilang)
Setelah diperhatikan memang mirip.


Suara Ferdian tidak cukup pelan, Bina bisa mendengarnya.


GILANG
(berbisik ke Ferdian)
Mungkin yang dibilang Eksa benar.
 
EKSA
Aku selalu benar kalau urusan seperti ini.
 
FERDIAN
(mendorong wajah Eksa)
Memang kamu muka bokep. Dapat aja yang beginian.

 

Mereka tertawa. Bina benar-benar ketakutan. Ketika itu dia melihat Billy tidak jauh dari tempatnya berdiri. Lelaki itu sedang bersama Doni. Doni berbisik kepada Billy. Billy menoleh dan melihat Bina. Tatapan mereka bertemu. Sebuah kebencian bisa Billy rasakan dari wajah Bina. Tapi lebih besar dari itu semua adalah rasa takut. Bina marah dan takut bersamaan.

FADE OUT.

 

127.  INT. KANTIN - PAGI MENJELANG SIANG

Bina berjalan ke arah kantin. Pandangan orang-orang tidak pernah jauh darinya.

FADE OUT.

 

128.  INT. KELAS XII BAHASA - SIANG

Jam istirahat sekolah. Bina duduk sendiri di kelas. Orang- orang terlihat membicarakan sambil sesekali menoleh ke arahnya.

FADE OUT.

 

129.  INT. KELAS XII BAHASA - PAGI MENJELANG SIANG

Siska duduk di sebelah Bina. Mei tidak masuk. Bina tidak berani keluar kelas meski jam istirahat.

Dia duduk menemani Bina. Lucky beberapa kali menoleh memandanginya tanpa menyembunyikan bahwa dia sedang membandingkan Bina dengan apa yang dilihatnya di ponselnya.

DISSOLVE TO:

 

130.  FLASHBACK. EXT. HALAMAN SEKOLAH - SIANG

Bina sedang berjalan menuju gerbang bersama beberapa teman sekelasnya, termasuk juga Mei dan Siska. Tapi dia agak menyendiri seolah tidak mengenal teman-temannya. Seorang lelaki bersama dua orang teman perempuan tiba-tiba memhampirinya.

 

LELAKI 3
Itu kamu ya?

 

Bina menoleh sekilas dengan wajah bertanya maksudmu. Tapi dia tidak mengatakan apa-apa. Dia mempercepat langkahnya.

 

LELAKI 3 (CONT'D)
Memang benar dia kurasa.


Siska menjambak rambut lelaki itu.


SISKA
Maksudmu apa?


Mei menunjuk-nunjuk wajah lelaki itu


MEI
Laki kok kelakuannya kayak gini. Banci lu. Dasar lambe turah.

 

Lelaki itu sudah akan marah, namun begitu menyadari bahwa Siska yang menjambak rambutnya, dia diam saja. Siska lantas mendorong lelaki itu ke arah teman-temannya. Lelaki dan kedua temannya tampak ketakutan ketika Siska sudah akan mendatangi mereka. Tapi Mei berhasil menahannya.

(Flashback berakhir)

BACK TO:

 

131.  INT. RUANG KELAS XII BAHASA - BERLANJUT

Siska memperhatikan Lucky yang berkali-kali menoleh memandangi Bina sambil mengecek layar ponselnya.

 

SISKA
Eh, Babi kamu lihat apa?


Lucky mengacuhkan Siska dan kembali melihat ponselnyanya.


SISKA (CONT'D)
Sekali lagi kamu noleh ke sini. Aku bikin kamu jadi babi guling.

 

Bina menggigil. Dia memeluk kedua tangannya seperti orang kedinginan. Siska memeluknya.

FADE OUT.

 

132.  INT. KAMAR BINA - PAGI

Kita melihat pintu. Tante Sophie mengetuk pintu kamar Bina. Bina tidak menyahut. Dia duduk sambil terus membekap diri dalam selimut di lantai. Rambut dan wajahnya tampak kusut. Kamarnya terlihat berantakan seperti tidak disentuh peradaban. Lalu kita melihat sebuah silet cutter terbuka setengah tergeletak di atas meja.

 

TANTE SOPHIE (O.S.)
Sudah empat hari kamu tidak masuk sekolah. Apa kamu masih tidak enak badan?

 

Bina tidak menjawab. Dia menatap pintu dengan wajah tegang.


TANTE SOPHIE (O.S.) (CONT'D)
Kalau kamu ada masalah, cerita ke tante.

 

BINA
Nggak ada apa-apa tante. Aku hanya lagi dapet. Hanya saja, kali ini, lebih sakit.
 
TANTE SOPHIE (O.S.)
Kalau begitu tante anter ke Dokter.

BINA
Nggak usah tante. Istirahat sehari atau dua hari lagi pasti enakan.

 

Bina bisa mendengar langkah tante Sophie menjauhi pintu kamarnya.

 

133.  INT. RUANG TAMU RUMAH TANTE SOPHIE - BERLANJUT

Tante Sophie duduk di sofa. Wajahnya terlihat khawatir. Dia tahu ada yang salah dengan Bina. Tapi dia tidak tahu itu apa. Dia teringat beberapa hari yang lalu Lingga dan temannya datang.

 

DISSOLVE TO:

 

134.  FLASHBACK. INT. RUANG TAMU RUMAH TANTE SOPHIE - SORE

Lingga bersama Mei mendatangi rumah tante Sophie. Keduanya menjenguk Bina yang dua hari tidak masuk. Bina menemui mereka di ruang tamu. Ketiganya tidak banyak bicara. Bina tampak begitu kusut. Dia juga seperti membangun benteng yang tidak bisa ditembus oleh Lingga dan Mei. Meski beberapa kali dia terlihat senyum, tampak betul di mata Sophie bahwa senyum itu tidak datang dari hati.

Bina mengantar Lingga sampai pintu ruang tamu. Setelah teman- temannya pergi. Wajahnya kembali pucat. Dia tampak sangat ketakutan.

(Flashback berakhir)

BACK TO:

 

135.  INT. DEPAN KAMAR BINA - BERLANJUT

Tante Sophie berinisiatif mencari tahu masalah apa yang sedang terjadi pada Bina. Dia menelepon Lingga.

 

TANTE SOPHIE
Halo... ya, ini Tante Sophie....
Lingga, ada yang ingin tante tanyakan tentang Bina.. Kamu tidak tahu YA... Feri? Oke, nanti tante coba hubungi dia. Kirim nomornya Feri.

 

Tante Sophie menghela napas panjang. Wajahnya tampak ragu. Dia mengambil ponsel dan melakukan sebuah panggilan.

 

136.  INT. KAMAR BINA - BERLANJUT

Bina mengintip dengar apa yang dipercakapkan oleh tante Sophie ditelepon. Telinganya dia tempelkan di pintu kamar.

 

TANTE SOPHIE (O.S.)
Halo... ini Feri?

 

DISSOLVE TO:


 

137.  FLASHBACK. INT. RUANG TAMU RUMAH HERU (TEMPAT TINGGAL FERI) - MALAM

Suasana ruang tamu tampak tegang. Feri dan Bina terlibat pertengkaran.

 

FERI
Mereka pikir aku lelaki dalam rekaman itu. Kamu harusnya berani klarifikasi.
 
BINA
Klarifikasi?
(tegang)
Ternyata benar kata Siska, kamu itu pengecut.
 
FERI
Aku akan mengakui kalau itu aku, tapi itu bukan aku. Itu jejak masa lalumu.
 
BINA
Dan kamu bilang kamu sayang sama aku.

 

Feri diam. Dia seperti kehabisan kata-kata.


BINA (CONT'D)
(terisak)
Kamu bilang kamu memilih aku. Kamu bilang kamu mau mencoba. Kamu bilang kita akan menghadapinya bersama.

 

Feri diam seperti mencari-cari kata di kepalanya. Lalu menarik napas panjang dan melunakkan nada bicaranya.

 

FERI
Aku butuh waktu. Aku perlu menata masa depanku. Kamu tahu aku bergantung dan berhutang pada banyak orang. Jika sampai orang tua Heru pikir itu aku, aku bisa...

 

BINA
(meninggikan nada bicaranya)
Kamu dan Heru sama saja. Kalian berlagak suci. Kamu pikir aku tidak tahu apa yang kalian para lelaki lakukan? Kamu pikir aku tidak tahu seperti apa kamu dengan Siska. Heru juga. Kalian lelaki sama saja. Berani berbuat tidak berani tanggung jawab. Kamu lupa apa yang sudah kita lakukan?
 
FERI
Setidaknya, aku tidak merekamnya.

 

Bina tidak percaya mendengar apa yang dikatakan Feri. Dia mundur tiga langkah sebelum balik badan. Feri menangkap dan menahan tangan Bina.

 

FERI (CONT'D)
Bina.... aku nggak bermaksud.

 

Tapi Bina tidak peduli. Dia berjalan keluar. Dan menghilang dari pandangan Feri.

(Flashback berakhir)

BACK TO:

 

138.  INT. KAMAR BINA - BERLANJUT

Bina menangis. Dia menutup wajahnya dengan tangan dan berusaha menahan suara tangisnya agar tidak keluar. Bayangan ketakutan memenuhi wajahnya. Dia menoleh, melihat silet cutter di atas meja kamarnya. Matanya merah dan berkaca-kaca. Tatapannya terpaku pada silet itu.

FADE OUT.

 

139.  INT. DEPAN KAMAR BINA - PAGI

Tante Sophie mengetuk pintu kamar Bina. Tidak ada jawaban. Dia mengetuk agak keras dan hampir menggedor. Tidak ada jawaban. Dia menggedor lebih keras dan tetap tidak ada jawaban. Wajahnya mulai ketakutan.

 

FERI (V.O.)
Videonya tersebar di sekolah. Bina nggak ngaku. Tapi orang-orang tahu itu dia. Tante tahu kan soal video itu?

 

Tante Sophie memasukkan kunci cadangan. Tangannya gemetar. Beberapa kali kuncinya meleset. Lalu ketika kuncinya masuk, dia tidak bisa membukanya. Tante Sophie berteriak. Dia menggedor, lalu mendobrak pintu. Tidak ada reaksi. Dia menelepon seseorang.


140.  INT. DEPAN KAMAR BINA - BERLANJUT

Seorang lelaki paruh baya mendobrak pintu kamar. Tante Sophie dan lelaki itu masuk.

 

141.  INT. KAMAR BINA - BERLANJUT

Kamar itu begitu berantakan. Bina terbaring di lantai. Darah kental menggenang di lantai, membasahi selimut, dan seolah menggantikan selimut, darah itu menyelimuti tubuh Bina. Air mata menetes di pipi Sophie. Dia mendengar apa yang Bina katakan dulu. Tante Sophie menangis.

FADE OUT.

 

142.  INT. PEMAKAMAN UMUM - SORE

Orang-orang datang mengantar jenazah Bina ke peristirahatan terakhirnya. Ibu dan ayahnya Bina menangis sesengukkan. Tante Sophie juga menangis. Ada beberapa teman sekolahnya terlihat. Feri, Lingga, Mei, Siska, bahkan Ferdian. Lalu ada beberapa anak basket. Lalu ada juga Lucky. Wajah mereka datar. Tidak menyisakan apa-apa. Mereka tidak terlihat sedih. Lalu mereka satu per satu pergi. Menyisakan orang tua Bina, Lingga, dan Tante Sophie. Ibunya masih menangis memeluk tanah dan ayahnya menarik wanita itu supaya berdiri. Lingga menatap orang tua Bina sebelum kemudian balik badan.

Bina berdiri di bawah pohon kamboja tidak jauh dari tubuhnya disemayamkan.

 

DISSOLVE TO:

 

143.  FLASHBACK. DEPAN SEKOLAH - SIANG

Di bawah pohon Bina menunggu jemputannya. Orang-orang memperhatikan Bina dan terus membicarakannya. Feri lewat bersama Heru, Niki, Doni, dan Billy. Mereka tertawa-tawa. Feri menoleh ke Bina lalu membuang muka. Doni bersiul. Niki berbisik ke Heru. Dan Heru tertawa.

 

DONI
Hei kasih tahu aku juga dong.

 

Niki dan Heru mendorong Doni. Mereka kembali tertawa. Bina menunduk. Lalu menoleh ke arah Feri. Feri berusaha tidak melihatnya. Billy melihat Bina. Mata mereka bertemu. Billy seperti melihat Bina dengan tatapan sedih dan peduli. Peduli? Bina ragu. Lalu Doni merangkul Billy. Bina kembali menunduk.


LINGGA
Kamu masih saja selalu lihat ke bawah. Untung sekarang nggak sedang jalan.

 

Bina menoleh. Lingga tersenyum.


LINGGA (CONT'D)
Tunggu jemputan ya?

Bina mengangguk.

 

LINGGA (CONT'D)
Aku juga tunggu jemputan.


Bina menatap Lingga penuh tanda tanya.


LINGGA (CONT'D)
Gara-gara ini
(menunjuk wajahnya)
Orang tuaku tahu aku berkelahi. Aku mendapat hukuman nggak boleh keluar kecuali jam sekolah. Nggak boleh pakai mobil.

 

BINA
Kamu menyesal?

LINGGA
Tidak. Seseorang harus melawan rasa takutnya. Aku sudah lama hidup sebagai penakut. Jika aku terus seperti itu, dunia akan terus menjadi tempat yang menakutkan. Dan jika sudah melakukan itu, meski kalah, sekarang semuanya tidak lagi terasa menakutkan.

 

Bina tertegun mendengar apa yang dikatakan Lingga. Lingga malu ketika menyadari apa yang dikatakannya.

 

LINGGA (CONT'D)
Setidaknya aku merasa begitu.


Jemputan Lingga datang.


LINGGA (CONT'D)
Sorry. Aku duluan.

 

Lingga meninggalkan Bina. Lalu dia balik badan. Sambil berjalan mundur dia berkata.


LINGGA (CONT'D)
Suatu saat nanti, kalau hukumanku sudah berakhir. Kita jalan-jalan, yuk.

 

Bina agak terkejut. Lingga tersenyum. Lalu membalik badannya, masuk ke mobil. Bina menunduk, berbisik pelan hingga dia dan angin yang mendengar apa yang dia katakan.

 

BINA
Suatu saat nanti...

(Flashback berakhir)

 

FADE OUT.

 

144.  INT. DEPAN KAMAR BINA - PAGI

Tante Sophie mengetuk pintu kamar Bina. Tidak ada jawaban. Dia mengetuk lebih keras dan hampir menggedor. Tidak ada jawaban. Dia menggedor lebih keras dan tetap tidak ada jawaban. Wajahnya mulai ketakutan.

Tante Sophie berlari berusaha memasukkan kunci cadangan. Tangannya gemetar. Beberapa kali kuncinya meleset. Lalu ketika kuncinya masuk, dia tidak bisa membukanya. Tante Sophie berteriak. Dia menggedor, lalu mendobrak pintu. Tidak ada reaksi. Dia menelepon seseorang. Tiba-tiba terdengar suara kunci. Bina membuka pintu. Tante Sophie terkejut. Wajah Bina begitu pucat. Tapi matanya tampak berbeda. Sekelebat semangat tampak di matanya.

 

BINA
Rekamannya....

 

Bina tidak mampu melanjutkan kata-katanya. Tante Sophie memeluknya.

 

TANTE SOPHIE
Tidak apa. Kita hadapi bersama. Kita pernah melaluinya.

 

Bina tampak terisak. Dia sudah akan menangis. Dia berusaha sekuat tenaga menahan diri untuk tidak menangis. Lalu dia memeluk Tante Sophie erat-erat.

 

BINA
Aku ingin bisa seperti Tante. Aku ingin bisa membantu orang-orang, aku ingin bisa menolong para perempuan yang... seperti aku. Terima kasih, Tante. Terima kasih.

 

Kita melihat wajah Tante Sophie tersenyum bangga.

 

***Selesai***


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar