Revenge Porn
4. Kencan? #4

35.  EXT. DEPAN RUMAH TANTE SOPHIE - SORE

Bina berdiri di bawah pohon ketapang depan rumah tantenya. Dia mendadahkan tangan ke Lingga. Lingga menutup kaca jendelanya. Mobil melaju meninggalkan Bina berdiri di bawah pohon.

 

36.  EXT. HALAMAN SEKOLAH - PAGI

Sekolah dilanda euforia: tim basket andalan sekolahnya masuk semi final.

 

37.  EXT. LORONG SEKOLAH - PAGI

Anak-anak tidak henti membicarakan kemenangan epik tim basket. Beberapa anak terlihat mengobrol di lorong. Ada yang berdiri ada yang duduk.

 

38.  EXT. LORONG SEKOLAH (MADING) - PAGI

Bina memperhatikan pengumuman sekaligus undangan untuk menonton pertandingan basket besok sore (sabtu).

 

39.  EXT. LAPANGAN BASKET SEKOLAH - PAGI

Anak-anak basket sedang berlatih tanding. Suasana tampak riuh. Siswa lain berkumpul di sekeliling lapangan menonton .

Feri menggunakan rompi merah bergerak lincah melewati pemain center dan melakukan lay up. Bola masuk.

Heru (rompi biru) membalas setelah menerima bola tanpa penjagaan ketat melepaskan tembakan 3 point dari jarak yang menimbulkan decak.

Billy (rompi merah) mendribel bola dan masuk ke wilayah pertahan. Tidak seorang pun bisa mengambil bola dari tangannya. Billy mengumpan bola ke Feri yang sudah masuk daerah pertahanan. Feri melewati satu orang sebelum mencoba melakukan shoot sambil berlari, tapi Heru berhasil memblok tembakannya. Lapangan jadi riuh.

 

40.  EXT. PINGGIR LAPANGAN BASKET - BERLANJUT

Bina berjalan di dekat lapangan basket. Dia berhenti begitu mendengar suara riuh. Dia mendekat ke arah lapangan dan menyusup di antara kerumunan anak-anak.

 

HERU (O.S.)
Lihat itu Feri... Lihat itu....


Bina memperhatikan Feri yang berlari kembali untuk bertahan.


LINGGA
Aku nggak tahu kamu suka basket.

 

Bina menoleh ke samping. Lingga sudah berada tepat di sebelah Bina.

 

LINGGA (CONT'D)
Nggak enak jadi orang pendek kalau situasinya seperti ini.

 

Bina menoleh, memperhatikan Lingga yang berjinjit, berusaha untuk bisa untuk melihat ke kelapangan di antara anak-anak yang lebih tinggi.

 

41.  EXT. PINGGIR LAPANGAN BASKET - BERLANJUT

Ferdian dkk muncul di belakang Lingga dan Bina. Ferdian menyenggol Lingga.

 

FERDIAN
Oi Berlas, butuh bantuan?

 

Lingga menoleh. Bina memasang wajah tak bersahabat pada Ferdian dkk.

Ferdian membuat menggerakkan lehernya seperti orang menoleh. Eksa dan Gilang bergerak menerobos kerumunan seperti sebuah mesin pemotong rumput membelah rumput-rumput tinggi.

 

EKSA
Minggir-minggir-minggir.

GILANG
Air panas lewat. Air panas lewat.

 

Orang-orang menyingkir. Ferdian merangkul Lingga dan Bina untuk mengikuti Eksa dan Gilang. Bina terkejut karena tangan laki-laki itu tiba-tiba merangkulnya. Lingga tidak kalah terkejut. Tapi keduanya diam saja. Mereka berada di pinggir lapangan. Ferdian kemudian melepas rangkulannya.

Feri menoleh sekilas keluar lapangan. Matanya menemukan Bina di antara orang-orang. Tepat saat itu Bina sedang melihatnya. Feri kembali fokus ke permainan sebelum beberapa detik kemudian menoleh lagi ke arah Bina. Kali ini lebih lama.

 

42.  EXT. DEPAN MINI MARKET - MALAM

Bina baru keluar dari mini market. Sekantong plastik belanjaan tampak di tangannya. Dia melihat Feri berjalan ke halaman mini market. Feri berjalan ke arah Bina yang berdiri tepat di depan pintu mini market.

 

FERI
Kamu masih juga mencariku.


Bina mengangkat kantong belanjaannya.


FERI (CONT'D)
Yah, itu bisa jadi alasan yang bagus.
 
BINA
Aku tinggal tidak jauh dari sini.

FERI
Di mana?


Bina tersentak. Ini pertanyaan menjebak.


BINA
Dekat sini.


Feri tersenyum.

 
FERI
Aku tahu rumahmu. Dan itu nggak dekat.

 

Bina benar-benar terkejut. Dia tidak mampu menyembunyikan keterkejutannya.

Feri tersenyum menang. Bibirnya ditarik ke kanan.


FERI (CONT'D)
Aku ada urusan sebentar di dalam. Jika kamu mau menunggu, aku bisa mengantarmu. Ini sudah malam.
 
BINA
Nggak usah. Aku sudah biasa.
 
FERI
Daerah sini lumayan rawan untuk cewek jalan sendirian. Lagi pula... ini sudah terlalu malem.
 

Feri berjalan ke pintu mini market. Begitu tangannya menyentuh pintu, dia berhenti.

 

FERI (CONT'D)
(tanpa menoleh ke arah Bina)
Jika kamu mau menunggu sampai urusanku selesai, aku akan mengantarmu.

 

43.  EXT. DEPAN MINI MARKET - BEBERAPA SAAT KEMUDIAN

Bina duduk sendiri di kursi tempat orang-orang nongkrong. Ada dua orang lelaki di meja sebelah sedang duduk mengobrol. Sesekali lelaki itu menoleh ke arah Bina. Bina tidak sekalipun melihat ke arah mereka.

Bina melihat ponselnya untuk ke sekian kali. Beberapa kendaraan bermotor lewat di jalan. Jalanan tampak sepi. Dia menoleh ke atas dan melihat bulan separuh penuh. Ada juga bintang-bintang menggantung di kejauhan. Langit tampak jernih seperti kolam baru dikuras.

Feri keluar dari mini market dan tersenyum begitu melihat Bina duduk menunggunya.

 

FERI
Ayo...

 

44.  EXT. JALAN RAYA - BEBERAPA SAAT SEBELUMNYA

Mereka berjalan beriringan tapi tidak benar-benar berdekatan. Ada jarak satu atau dua orang di antara mereka. Mereka melewati para pemuda yang tampak duduk-duduk di emperan toko atau bangunan tak berpenghuni. Bina dan Feri nyaris tidak berkomunikasi sebelum Bina memulai.

 

BINA
Jadi sudah lama kamu bekerja di sana?
 
FERI
Belum lama. Dan mungkin nggak akan lama lagi berhenti.

 

BINA
Kenapa?
 
FERI
Ada pekerjaan lain yang lebih santai.

 

Hening.



BINA
Oh...

FERI
Jauh juga kamu berjalan untuk menemuiku.
 
BINA
(pura-pura marah)
Kamu ini, terus saja katakan itu.

 

Feri tertawa. Ini pertama kali Bina melihat dia tertawa selepas ini. Bahkan ketika dia melihatnya bersama teman- temannya, dia tidak pernah tertawa selepas ini.

 

FERI
Tapi ini serius. Tempat ini lumayan gawat. Agak maleman lagi pasti ada orang minum-minum di sekitar sini.
 
BINA
Kamu sepertinya pengalaman.

FERI
Mengolokku?

BINA
Nggak. Kamu kan kerja sampai malam.

FERI
Kamu pintar juga ngeles.


Bina tersenyum.

 

BINA
Tapi benar. Apa kamu nggak takut kalau pulang malam-malam lewat sini?
 
FERI
Takut? Mereka itu masih bocah.

BINA
Bocah?

FERI
Ya, bocah yang minum sembunyi- sembunyi dari orang tua mereka.
 
BINA
Kamu memang nggak perlu sembunyi- sembunyi?

 

Bina kaget dengan yang dikatakannya. Dia merasa kata-katanya terlepas begitu saja. Dia takut Feri salah paham.

 

FERI
Ya, setidaknya aku nggak perlu sembunyi-sembunyi.

 

Hening. Bina takut berbicara. Feri menoleh beberapa kali melihat Bina yang menatap kaki-kakinya sendiri.

 

FERI (CONT'D)
Kamu senang betul melihat kakimu saat melangkah. Memang indah sih. Tapi kamu bisa nabrak orang. Syukur kalau cuma nabrak orang.
 
BINA
Maaf. Yang tadi itu.

FERI
Kenapa minta maaf?

BINA
Aku mendengar...

FERI
Sudah santai saja. Itu sudah lama nggak jadi masalah.

 

45.  EXT. DEPAN RUMAH TANTE SOPHIE - BEBERAPA SAAT KEMUDIAN

Bina berdiri di depan rumah tantenya.


BINA
Ini rumah tanteku.

 

Feri melihat-lihat rumah itu. Rumah sederhana, tidak besar, tidak kecil. Sebuah lampu taman menerangi halaman rumah itu menciptakan panorama malam yang teduh.

 

BINA (CONT'D)
Terima kasih sudah mengantar.

FERI
Santai saja.

BINA
Eh, aku sampai lupa tanya. Kamu tinggal di mana?

FERI
Nggak jauh dari sini.


Bina terkejut.

 

FERI (CONT'D)
Jauh lebih dekat dari ke mini market. Jadi kamu nggak perlu jauh- jauh kalau mau ketemu aku. Oya, dekat sini ada toko-toko yang menjual barang-barang yang kamu beli di mini market.
(menunjuk ke arah berlawan dari arah mereka datang)
Kamu nggak perlu jauh-jauh jalan ke mini market, apalagi malam-malam begini kalau cuma mau belanja itu.
(menatap tas plastik di tangan Bina)
Lagi pula aku sudah nggak ada di sana.
 
BINA
Aku nggak cari kamu.

FERI
Ya, kamu nggak cari aku.

BINA
Kamu menyebalkan ya.

FERI
Banyak yang bilang begitu.

BINA
Kamu tinggal di mana?

FERI
Di kompleks ini juga.

BINA
Serius?

FERI
Ya... Belum lama ini sih. Heru yang suruh. Dia suruh aku berhenti kerja biar nggak capek dan nggak jadi alasan kalau aku main buruk. Jadi dia minta aku untuk jagain salah satu rumah orang tuanya di sini.
Yah, sekalian bersih-bersih gitu. Lumayan. Ngirit ongkos. Nggak perlu ngekos. Dapat duit pula.


 

BINA
Aku nggak nyangka Heru sebaik itu.

FERI
Heru memang baik. Dia cuma nggak mau kelihatan saja.

 

Bina tampak memikirkan sesuatu.


FERI (CONT'D)
Sudah, ya. Tantemu dari tadi ngintip.

 

Bina menoleh ke arah jendela. Gorden ruang tamu sedikit tersingkap. Tapi tidak ada tantenya di sana.

Feri berjalan menjauhi rumah Tante Sophie.


FERI (CONT'D)
Ingat. Nggak perlu ke mini market. Aku sudah nggak di sana.

 

Bina menggerutu. Feri berlalu.

 

46.  INT. KELAS XII BAHASA - PAGI

Jam istirahat pagi. Kelas sepi. Beberapa anak pergi ke kantin. Beberapa diam di kelas. Bina melihat terus ke ponselnya. Tersenyum. Mei melepas tatapan dari novel yang sedang dibacanya, lalu memperhatikan Bina. Tidak biasanya dia senyum-senyum sendiri. Siska cuek. Dia sibuk sendiri dengan ponselnya.

 

BINA
Kalian mau nonton basket nanti sore?
 
MEI
(terkejut)
Nonton basket?

 

BINA
Iya. Kenapa kamu sepertinya kaget gitu?
 
MEI
Apa yang menarik dari sekumpulan lelaki bau keringat.

 

Bina tertawa.


SISKA
Sebenarnya sekumpulan lelaki berkeringat adalah pemandangan yang menarik, asal bukan anak basket.
 
BINA
Kamu benar-benar benci anak basket ya?
 
MEI
Bina, Bina...
(memperlihatkan dua jari)

 

Bina tertawa. Siska menoleh dan memberi jari tengah ke Mei.

BINA
(ke Siska)
Seburuk itu?

 

SISKA
Sebenarnya nggak sepenuhnya buruk. Hanya saja... bagaimana ya, dua orang yang kusangka nggak akan pernah cocok jadi sahabat dan keduanya adalah atlet. Tahulah atlet bagaimana.

 

Mei tertawa kecil. Bina kebingungan. Dia seperti berusaha melihat sesuatu, tapi sesuatu itu tidak kelihatan.

 

MEI
(ke Bina)
Bingung ya?

 

Bina mengangguk. Mei kembali tertawa, merasa puas menjadi satu-satunya yang mengerti.

 

SISKA
Pokoknya mereka itu menyebalkan.

BINA
Sepertinya itu belum menjelaskan.

SISKA
Beberapa hal memang sebaiknya nggak usah dijelaskan.

 

Mei cekikan. Bina masih bingung. Tapi Siska sudah kembali ke ponselnya. Bina kembali ke ponselnya, membalas cepat pesan pendek. Senyum tidak bisa disembunyikan dari wajahnya.


47.  EXT. KANTIN SEKOLAH - SIANG

Bina duduk bersama Mei dan Siska. Mereka sedang makan siang. Beberapa lelaki duduk di pojokan kantin. Mereka anak-anak basket. Billy duduk di sebelah Feri, dan di sebelah Feri ada Heru. Mereka membicarakan sesuatu lalu melihat ke arah Bina. Beberapa kali Bina menoleh dan matanya bertemu mata Feri.

Feri tampak cuek, mengobrol dengan temannya yang terlalu banyak tertawa. Feri tidak tertawa. Bina tidak lagi tersenyum dan tampak tidak tenang.

 

48.  EXT. HALAMAN SEKOLAH - SIANG

Mei dan Bina berjalan menuju pintu gerbang. Seorang lelaki mendekat. Dia adalah Billy.

 

BILLY
Ladies...
(mempercepat langkah)
Aku tunggu di lapangan nanti sore.

 

Setelah mengatakan itu dia berjalan menjauh dari arah Bina dan Mei.

 

MEI
(hampir berbisik)
Najis...

 

Bina tertegun. Apakah dia tahu?

 

49.  EXT. DEPAN SEKOLAH - BEBERAPA SAAT KEMUDIAN

Bina dan Mei berdiri di bawah pohon. Bina tampak gelisah. Mei mengecek ponsel, dia sedang menunggu Siska mengambil mobil.

Tidak lama Siska datang. Siska membuka kaca mobil.


MEI
Yakin, nggak ikut kita?

BINA
Iya.

SISKA
Kamu kenapa? Seperti nggak bersemangat gitu? Week end harus semangat.
 
MEI
Sekali-sekali lah. Kita nggak lama lagi keluar dari sekolah ini, lanjut kuliah, mungkin nggak akan ketemu lagi.


Bina ragu-ragu menjawab


MEI (CON'T)
Ayolah kamu senang-senang dikit. Nggak usah mikirin yang sudah lalu. Healing dulu.
 
BINA
Aku ada janji...


Lingga datang mendekat. Mei menoleh dan senyum genit muncul di bibirnya.

 
MEI
(ke Bina)
Okelah kalau begitu.
(ke Lingga)
Dadah Lingga. Happy week end.

Lingga tersenyum malu.

 

50.  EXT. JALANAN - BEBERAPA SAAT KEMUDIAN

Mobil Lingga melaju membelah jalanan kota yang cukup padat. Mobil belok keluar dari jalan besar dan masuk ke jalan yang lebih sepi. Mobil melaju lebih cepat.

 

51.  INT. DALAM MOBIL - BERLANJUT

Bina menunduk. Wajahnya tidak tenang. Wajah Lingga tampak kecewa.

 

LINGGA
Kenapa tiba-tiba?

BINA
Aku nggak tahu. Aku merasa nggak nyaman saja.
 
LINGGA
Ya, nggak apa-apa sih. Aku juga nggak terlalu suka nonton basket. Mau ke tempat lain?
 
BINA
(menggeleng)
Sepertinya aku di rumah saja.

 

Lingga mencari-cari kata untuk meyakinkan Bina agar mau keluar dengannya. Tapi dia tidak menemukannya. Pengalaman ini benar-benar baru untuknya.

 

LINGGA
Kamu kurang sehat?


 

Bina mengangguk tapi segera membantahnya dengan gelengan.


BINA
Aku sehat kok. Hanya saja, bagaimana, ya. Aku... malu...
 
LINGGA
Malu sama siapa?

Bina tidak menjawab.

 

BINA
Maafkan aku ya. Padahal aku yang ngajakin.
 
LINGGA
Santai saja.
(diam sejenak)
Jika kamu berubah pikiran atau ingin ke suatu tempat, hubungi saja. Aku senggang.

 

Bina tidak membalas. Pikirannya berada entah di mana.

 

52.  INT. KAMAR BINA - SORE

Kamar itu sepi dari hiasan. Bahkan boneka pun tak ada. Hanya ada lemari dan meja belajar serta ranjang. Tidak satu pun foto menempel di dinding. Cat kamar berwarna biru langit masih terlihat baru. Bina berbaring malas di ranjang sambil memperhatikan ponselnya. Sebuah pesan masuk dari Feri: Aku harap kamu datang. Pesan itu membuat dia merasa bergairah.

 

53.  INT. KAMAR BINA - BERLANJUT

Bina berdiri dan membuka lemari pakaian. Dia melihat dan memilih-milih pakaian yang akan dia kenakan.

Dia menutup lemari. Belum ada pakaian yang menarik hati. Dia ke kasur dan mengambil ponsel, membalas pesan: Aku akan datang. Setelah itu dia menelepon seseorang.

 

BINA
Halo... Lingga... tentang tawaranmu yang tadi, apa boleh... hmm

 

LINGGA (O.S.)
(belum selesai Bina bicara)
Ke mana?
 
BINA
Tempat yang kemarin... ke gelanggang.
 
LINGGA (O.S)
(terlalu bersemangat)
Oke. Aku jemput sekarang.
 
BINA
Boleh.


Bina menutup telepon.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar