Revenge Porn
5. Siska #5

54.  INT. KAMAR BINA - BERLANJUT

Bina memilih-milih pakaiannya, menoleh melihat jam dinding di kamar. Jam menunjukkan empat menit lagi pukul 16.00. Dia mengambil pakaian dan tidak memilih lagi. Bina mengambil kaos putih dengan celana kulot 3/4 berwarna coklat muda.

 

56.  INT. RUMAH TANTE SOPHIE - BEBERAPA SAAT KEMUDIAN

Rumah minimalis itu tidak banyak dipenuhi furnitur. Ada sofa berwarna merah di ruang tamu dan meja kaca. Di atasnya ada beberapa toples dan sebuah asbak. Ada sebuah guci di pojok tempat sebuah payung. Tidak jauh ada sebuah meja kecil dengan vas bunga. Di dinding ruangan itu kita melihat foto tante Sophie menggunakan pakaian wisuda bersama teman-temannya. Di ruang tengah ada juga ada sebuah foto, lagi-lagi foto tante Sophie. Kali ini foto tante Sophie sendiri dengan dress berwarna merah. Tampak anggun. Tidak ada foto lain di rumah itu kecuali foto pemilik rumah dan beberapa sanak dalam frame kecil yang diletakkan di atas kabinet televisi. Televisi 22 inci menempel di ruang tengah.

 Suara guyuran air (shower) terdengar dari kamar mandi. Tidak lama shower dimatikan. Pintu kamar mandi terbuka, Bina keluar menggunakan handuk. Rambutnya tidak basah.

 

57.  INT. KAMAR BINA - BERLANJUT

Bina sedang berada di depan cermin, merias wajahnya tipis- tipis. Kaos putih dan celana kulot sudah dikenakan. Bina tampak cantik dengan rambut terikat ke samping. Mesin mobil meraung di depan rumah. Ponsel Bina bergetar dan berbunyi di atas meja belajar. Telepon itu dari Lingga.

 

58.  EXT. JALAN RAYA - SORE

Jalanan macet. Mobil Lingga berjalan seperti siput.


59.  INT. DALAM MOBIL - BERLANJUT

Wajah Bina tegang. Dia takut terlambat. Lingga menggerutu tapi macet tidak berlalu.

 

LINGGA
Aku salah. Harusnya tadi nggak lewat sini. Lupa aku ini akhir pekan.
 
BINA
Apa nggak ada jalan lain?

LINGGA
400 meter lagi ada belokan. Jalan itu agak memutar dan lebih kecil, tapi rasanya kita tidak punya pilihan selain lewat sana. Maaf ya.
 
BINA
Nggak masalah. Aku yang salah terlambat mengabari. Semoga pertandingan belum mulai.
 
LINGGA
Mungkin itu agak berat. Semoga pertandingannya belum selesai.
 
BINA
Amin. Semoga kita menang.


Lingga agak heran mendengar Bina menyebut kata kita.


LINGGA
Ngomong-ngomong, kamu kenapa tiba- tiba berubah pikiran?
 
BINA
Aku juga nggak ngerti. Kadang aku suka bingung dengan diriku sendiri. Aku sering nggak tahu apa yang aku inginkan.
 
LINGGA
Aku juga. Rasanya mungkin semua anak seusia kita merasakan hal yang sama.


 

60.  EXT. PARKIRAN GELANGGANG - BEBERAPA SAAT KEMUDIAN

Bina dan Lingga agak berlari menuju gelanggang. Semakin dekat, terdengar suara teriakan dan pukulan botol-botol plastik serta tabuhan perkusi yang teratur dan berirama. Pertandingan belum berakhir.

 

61.  INT. GELANGGANG - BERLANJUT

Lingga dan Bina tiba di dalam gelanggang. Pertandingan tersisa 11 menit lagi. Gelanggang terlihat penuh dan sesak. Mereka mencari tempat duduk. Tapi, hampir tidak ada tempat duduk untuk mereka. Tiba-tiba terjadi keributan. Orang-orang berdiri dan berteriak. Lingga dan Bina terdesak tidak bisa maju mencari tempat duduk.

Di lapangan Feri terjatuh ketika mendribel bola. Seseorang menabraknya. Pelanggaran. Heru mendorong orang itu. Mereka hampir berkelahi sebelum dipisahkan. Billy membantu Feri berdiri. Para penonton ikut memanasi situasi.

 

62.  INT. GELANGGANG - BEBERAPA SAAT KEMUDIAN

Pertandingan berakhir. Sekolah mereka menang tipis. Anak-anak datang menghampiri tim basket. Memberi selamat kepada Heru dan Billy yang bermain sangat baik. Bina dan Lingga mendekat. Tidak terlalu dekat, belum turun ke lapangan. Heru melihat mereka.

 

HERU
(ke Bina)
Kamu datang juga ternyata. Seandainya Feri tahu, mungkin dia akan bermain lebih baik.


Heru menoleh ke Feri dengan tatapan mengejek

 
FERI
(ke Heru)
Sialan. Lawan yang bermain bagus.
(ke Bina dan Lingga)
Terima kasih sudah datang.

 

Bina terkejut. Tidak hanya karena Heru tahu dia akan datang, tapi Feri yang berterima kasih. Pipinya bersemu merah. Lingga merasa senang dan sakit bersamaan.

Billy tersenyum ke Bina. Senyum itu mengelupas rasa senang di hati Bina.

Feri melompat ke tribun. Dia mendatangi Lingga dan Bina. Matanya tidak bergerak dari Bina.

Orang-orang berseru dan mengejek apa yang dia lakukan. Feri menepuk pelan bahu Lingga, lalu balik menatap Bina.

 

BINA
Kamu nggak apa-apa. Aku lihat kamu jatuh keras sekali.
 
FERI
(menoleh ke sikunya yang lecet)
Bukan masalah.

DONI
(berteriak)
Sok kuat aja dia itu. Tadi mau nangis.

 

Anak-anak tertawa.

Billy berjalan mendekat ke arah Bina. Dada Bina berbedar ketika melihat Billy menatapnya dan tersenyum seperti rubah licik. Namun, begitu mendekat, dia lewat begitu saja. Di belakang Lingga ada Ferdian dkk.


FERDIAN
Helo My Man. Lu keren banget tadi.

EKSA
Mantap, Bill. Nggak ada kamu sudah kalah mereka.

 

Gilang memeluk Billy.


GILANG
Bener-bener dah brother gue ini.

 

Ferdian menepuk-nepuk pundak Billy. Mereka tertawa merayakan euforia. Lalu Billy menoleh ke arah Lingga dan Bina. Ferdian dkk mengikuti.

 

FERDIAN
Woi Berlas. Datang juga lu.

 

Gilang berbisik ke Ferdian. Ferdian tertawa. Lingga mengacuhkannya.

 

63.  EXT. DI LUAR GELANGGANG - MALAM

Beberapa orang terlihat berjalan keluar dari gelanggang. Bina dan Lingga menunggu Feri yang sedang berkumpul bersama teman- temannya. Hanya tersisa Heru, Doni, dan empat anak lainnya.

Yang lain sudah pulang.


 

FERI
Kalau bagitu aku balik duluan.

HERU
Cepat betul.

FERI
Nggak enak sama mereka.
(melihat ke arah Lingga dan Bina)

DONI
Ah, iya. Payah. Malam minggu gini.

FERI
Bukan begitu, aku nggak enak sama Lingga. Aku cuma numpang.
 
HERU
Nanti aku antar. Kita harus merayakan ini.

 

Feri melihat ke arah Bina. Bina tersenyum.


FERI
Lain kali lah. Aku mau istirahat. Hari ini benar-benar melelahkan.

 

Doni menatap Feri yang tidak henti-hentinya melihat ke arah Bina.

 

DONI
Aih, aku mengerti. Dasar playboy.

 

Feri mengacuhkan perkataan Doni dan meninggalkan teman- temannya. Teman-temannya membicarakan Feri sambil tertawa- tawa.

 

DONI (CONT'D)
(berteriak) Incoming....

 

Feri tanpa menoleh atau membalik badannya, memperlihatkan jari tengahnya ke arah teman-temannya. Kecuali Heru, semua temannya tertawa lepas.

 

64.  EXT. DEPAN RUMAH HERU (TEMPAT TINGGAL FERI) - BEBERAPA SAAT KEMUDIAN

Feri baru turun dari mobil. Lingga membuka jendela. Feri mendekat. Mesin mobil masih terdengar menyala.

 

FERI
Yakin nggak mampir?

LINGGA
Aku nggak bisa. Harus pulang. Sudah ditunggu.

 

Feri menatap ke arah Bina yang sedang melihatnya.

FERI
Terima kasih sudah datang.

BINA
Terima kasih atas traktirannya.

LINGGA
Ah, iya terima kasih. Kamu tahu saja tempat makan yang enak.

 

65.  EXT. DEPAN RUMAH TANTE SOPHIE - BEBERAPA SAAT KEMUDIAN

Mobil Lingga meninggalkan rumah tante Sophie. Bina menatap langit malam. Senyum tidak bisa pergi dari wajahnya. Bunyi pesan masuk, dan dia buru-buru melihat ponselnya. Senyum begitu cerah pada wajahnya.

 

66.  INT. KAMAR BINA - MALAM

Bina berbaring di ranjang. Dia senyum-senyum sendiri setiap membalas pesan.

 

67.  INT. RUANG TENGAH RUMAH TANTE SOPHIE - SORE

Bina berjalan sambil melihat layar ponselnya. Sesekali dia terlihat mengetik sesuatu. Dia tidak sadar berpapasan dengan tante Sophie. Tante Sophie menoleh, meneliti wajah Bina, dia tahu Bina terlibat sesuatu. Tapi dia tidak mempermasalahkan, dia senang Bina tidak lagi murung.

 

68.  INT. RUANG KELAS - PAGI

Bina memandangi ponselnya dan senyum-senyum sendiri. Mei memperhatikan wajah Bina. Lalu ketika Bina sadar Mei memperhatikannya, dia menoleh dan Mei kembali fokus pada buku yang dibacanya.


69.  INT. DAPUR - MALAM

Bina mengisi air ke gelas dari dispenser. Namun, matanya tidak tertuju ke gelas, melainkan ke ponselnya. Dia tidak melihat gelas itu penuh. Tante Sophie yang hendak ke toilet memperhatikannya.

 

70.  EXT. LORONG SEKOLAH - SIANG

Bina, Mei, dan Siska berjalan di lorong. Mereka melihat Feri, Heru, dan anak basket lainnya sedang mengobrol. Feri dkk berhenti bicara dan menoleh ke arah Bina. Doni menyenggol bahu Feri dan mereka mengolok-olok Feri.

 

71.  INT. RUANG TENGAH (MEJA MAKAN) - MALAM

Bina masih sibuk membalasi pesan-pesan di ponselnya. Ponsel itu tidak pernah jauh darinya. Tante Sophie mulai konsen dengan perubahan sikap Bina.

 

TANTE SOPHIE
Sepertinya kamu lagi senang akhir- akhir ini.

 

Bina terkejut tante Sophie tiba-tiba memulai percakapan.


BINA
Hah, apa Tante?

TANTE SOPHIE
Tante senang lihat kamu seperti ini. Tapi Tante juga khawatir kamu jadi nggak fokus. Cowok ya?
 
BINA
Ah, enggak. Eh, iya. Tapi bukan itu.
 
TANTE SOPHIE
Tante sih nggak masalah kamu menjalin hubungan dengan cowok, tapi tetap harus hati-hati. Ibumu titip kamu di Tante supaya nggak terjadi masalah seperti sebelumnya.

 

Bina melepas ponselnya. Tantenya terlihat tidak nyaman memulai percakapan ini. Bina pun demikian. Ini adalah percakapan yang selalu berusaha dihindarinya

 

TANTE SOPHIE (CONT'D)
Apakah itu laki-laki yang mengantarmu pulang malam itu?


 

Bina kembali terkejut. Rupanya tante Sophie tahu. Lalu dia mengangguk. Senyum mulai surut dari wajahnya.

 

TANTE SOPHIE (CONT'D)
Tante nggak akan larang-larang. Kamu sudah besar. Hanya saja, ingat, tujuanmu datang ke sini untuk sekolah. Tante tidak ingin Mamamu marah-marah ke Tante, kamu tahu kan Mamamu bagaimana?

 

Bina mengangguk. Senyum sudah hilang tanpa bekas dari wajahnya.

 

72.  INT. KELAS XII BAHASA - SIANG

Pelajaran baru saja berakhir. Anak-anak memasukan bukunya ke tas. Guru meninggalkan kelas. Bina langsung mengeluarkan ponsel. Mei membalik badannya dan melihat ke arah Bina.

 

MEI
Ada gosip yang beredar.

 

Bina tersentak. Setiap ada yang mengabarkan soal gosip, dia selalu ketakutan.

 

MEI (CONT'D)
Katanya kamu sedang dekat dengan lelaki di sekolah ini.

 

Mei memberi jeda, menunda kata-katanya, dan menatap perubahan ekspresi di wajah Bina. Itu membuat Bina gelisah.

 

MEI (CONT'D)
Kamu pacaran dengan Ferdian ya?

 

Bina melongo. Mei tersenyum. Sebelum mereka tertawa bersama. Siska menoleh tidak percaya ke arah Bina dan Mei.

 

MEI (CONT'D)
(ke Siska)
Aku cuma becanda, Sis. Becanda.

SISKA
(ke Mei)
Kusangka Bina sudah buta. Bisa- bisanya mau sama bedebah itu.

 

Siska menoleh ke arah Ferdian. Bina dan Mei mengikuti. Ferdian bersama Eksa dan Gilang sedang menggangu Lucky. Lucky mengacuhkannya.


BINA
(ke Mei)
Jika aku sampai hilang kesadaran dan mau sama Ferdian, aku ingin kamu menamparku
(ke Siska)
Dan kalau aku masih belum sadar kamu menendangku dengan tendangan karatemu.

 

Mereka tertawa. Anak-anak di kelas menoleh ke arah mereka. Termasuk juga Ferdian dkk. Mei dan Bina membuang muka. Siska mengunci tatapannya pada ketiga komplotan itu. Ferdiaan dkk pura-pura tidak melihat Siska.

 

MEI
Tapi benar ini, Bina. Jika kamu sampai jadian dengan seseorang di sekolah ini, kamu harus cerita. Aku nggak mau tahu dari orang lain.
Kita teman kan?

 

Bina seperti hendak mengatakan sesuatu. Tapi apa yang dikatakannya tidak bisa keluar.

 

73.  INT. KELAS XII BAHASA - PAGI

Ruangan kelas begitu tenang. Tidak ada guru. Ferdian dan Eksa tidak tampak di kelas. Gilang tanpa kedua kawannya itu tidak banyak bertingkah. Dia duduk manis di bangkunya. Lucky seperti hari-hari biasa, membaca sebuah novel. Bina, Mei, dan Siska sibuk dengan ponsel masing-masing. Billy datang. Dia hendak masuk ke kelas, namun begitu melihat Siska, dia tidak jadi masuk. Dari pintu kelas dia memanggil Gilang. Bina memperhatikan gejala aneh itu.

 

74.  INT. TOILET WANITA (SEKOLAH) - SIANG

Bina dan Mei berada di toilet. Di toilet hanya ada mereka berdua. Mei tampak memperbaiki riasan di wajahnya. Dia menempelkan bedak tipis-tipis dan lipgloss di bibirnya. Bina muncul di sebelah

 

BINA
Sudah cantik kok.

MEI
Aku tahu. Tapi nggak secantik kamu.
 
BINA
(Bina tertawa)
Seperti mau kencan saja. Ada apa, tumben siang-siang gini?
 
MEI
Ada deh.

BINA
Hmm.... apa karena Billy?

 

Mei menoleh. Daripada marah, wajahnya terlihat kaget. Dia benar-benar kaget Bina bisa mengatakan itu dengan ringannya. Bina tersenyum berusaha membuat Mei ikut tertawa, tetapi Mei memasang wajah tidak mengenakkan.

 

BINA (CONT'D)
Maaf. Becanda.

MEI
Aku tahu. Hanya saja tidak lucu.

BINA
Maaf.
(Bina merangkul Mei)
Kamu benar-benar membencinya, ya?

 

Mei tidak menjawab. Dia kembali merapikan wajahnya. Tapi senyum sudah pergi dari bibirnya.

 

MEI
Sebenarnya aku tidak membencinya. Hanya saja.... aku nggak tahu bagaimana ceritanya. Dia itu nggak tahu cara memperlakukan wanita.
 
BINA
Kamu benar-benar pernah sama dia...

MEI
Pernah apa?

BINA
Hmm... pacaran.

MEI
Setiap orang pernah berbuat kesalahan.

 

Mereka diam sejenak.

 

BINA
Billy sepertinya takut dengan Siska ya?
 
MEI
Kelihatan, ya.


Bina mengangguk.

 

MEI (CONT'D)
Itu ada ceritanya.

 

Mei selesai merias wajahnya. Bina menunggu kelanjutan ceritanya.

 

MEI (CONT'D)
Kenapa bengong, ayok...

BINA
Ceritanya?

MEI
Oh astaga. Kamu nunggu
(terlihat pura-pura kaget)
Maaf, maaf... ceritanya panjang. Nggak akan selesai sekali duduk. Lain kali, ya. Lagian sudah bel masuk.


Bina terlihat kecewa.

 

75.  EXT. LORONG SEKOLAH - BERLANJUT

Bina dan Mei melangkah di lorong sekolah. Lorong tampak sepi. Hanya beberapa anak yang terlihat lewat.

 

BINA
Kamu masih marah Mei?

MEI
Marah?
(kelihatan bingung)

BINA
Iya, marah. Karena aku becandain soal Billy tadi.
 
MEI
Oh itu. Nggak masalah kok. Kamu pikir aku nggak mau cerita karena hal itu. Kamu sensitif sekali. Aku nggak marah...
(nada bicaranya agak tinggi)
Hanya saja nggak enak kalau Siska dengar.
Kejadian ini bikin Siska diskor seminggu dan orang tuanya sampai dipanggil.
 
BINA
Karena kejadian dengan Billy itu?

 

Bina benar-benar terkejut dan semakin penasaran. Dia memelankan langkahnya untuk memperlambat masuk ke kelas. Mei terpaksa mengikuti langkah Bina yang melambat.

 

MEI
Kamu lihat luka di pelipis Billy?


Bina mengangguk


MEI (CONT'T)
Itu hadiah dari Siska.

 

76.  INT. RUANG TAMU RUMAH HERU (TEMPAT TINGGAL FERI) - SORE

Bina baru saja masuk dan menemukan Lingga duduk di ruang tamu. Buku-buku berserakan di meja. Sebotol coca-cola dan tiga buah gelas juga berada di atas meja. Satu gelas kosong dan dua gelas yang hampir kosong. Ada juga sepiring gorengan. Mereka baru saja selesai belajar.

 

BINA
Sekarang kelasnya pindah lokasi ya?

LINGGA
(tertawa)
Begitulah.
 
BINA
Kok kamu bisa dapat izin guru?

FERI
(muncul dari dapur) Dia kan anak teladan.

 

Lingga memegang kepala belakangnya.


FERI (CONT'D)
(ke Bina)
Duduk dulu. Aku sedang masak.

LINGGA
Mari kita lihat hasil masakan Chef Feri.
 
BINA
Wah, beneran. Aku sangka Lingga hanya becanda waktu bilang kamu bakal masakin kita.
 
FERI
Ya, sekali-sekali. Kalian sudah banyak membantuku. Pertandingan lusa bisa datang kan?
 
LINGGA
Siap...


Bina tersenyum ke arah Feri.

 

77.  INT. DAPUR - BERLANJUT 

Feri tengah sibuk di depan kompor. Dia sedang membuat nasi goreng . Suara Lingga dan Bina mengobrol sesekali terdengar di dapur. Tapi apa yang mereka percakapkan tidak jelas.

 

78.  INT. RUANG TAMU - BERLANJUT

Bina dan Lingga duduk di sofa. Mereka tampak sedang membicarakan sesuatu yang serius. Bina meminum segelas cola. Lingga memperhatikan.

 

BINA
Jadi begitu. Siska menendang kepala Billy dan kepala Billy mengenai kaca mading sampai pecah.
 
LINGGA
Ya, setahuku begitu.

BINA
Siska seseram itu ternyata.

LINGGA
Sepertinya Billy mengatakan sesuatu yang membuat Siska marah.
 
BINA
Dia bilang apa?

LINGGA
(mengangkat bahu)
Aku nggak ada di sana.

 

Bina coba membayangkan kejadian itu dan mengingat kembali luka di kepala Billy dan membayangkan bagaimana darah memenuhi kepalanya. Bina bergidik ngeri.

 

BINA
Lukanya besar betul.
 
LINGGA
Memang. Itu kalau tidak segera dibawa ke RS bisa gawat. Untung Ferdian dan Eksa sigap.
 
BINA
Ferdian. Ah, iya. Mereka kan teman dekat.
 
LINGGA
Sebenarnya tidak. Justru mereka berteman setelah itu. Ferdian, Eksa, dan Gilang dengan sigap membawa Billy ke rumah sakit di saat orang-orang panik.
 
FERI
Aku ingat kejadian itu. Mei menangis dan Siska bengong.

 

Bina dan Lingga menoleh. Feri berdiri tidak jauh dari tempat Bina dan Lingga duduk. Wajahmnya tampak sedikit berminyak.

 

BINA
Kamu di sana?

FERI
Tidak persis waktu kejadian. Aku datang setelah kejadian. Tapi aku masih ingat meski segalanya berjalan cepat.

 

DISSOLVE TO:

 

79.  FLASHBACK. EXT. LORONG SEKOLAH - SIANG

Suara kaca pecah. Kepala Billy masuk ke dalam kaca mading. Billy jatuh duduk seperti sudah tak sadarkan diri. orang- orang berlari ke arah Billy dan Siska. Siska berdiri membeku, kaget dengan apa yang baru diperbuatnya. Billy masih duduk.

Matanya tertutup. Darah mengalir dari kepalanya memenuhi wajah hingga menetes ke pakaian putih yang dikenakannya. Orang-orang menyaksikan peristiwa itu tanpa berkedip. Billy berdiri. Dia menjauhi Siska dan berjalan ke arah kerumunan.

 

BILLY
(suaranya bergetar)
Antar ke rumah sakit.

 

Anak-anak tak bergerak. Mereka tampak ketakutan seolah sedang melihat mayat hidup. Mei menangis. Lalu Ferdian dan Eksa datang. Dengan sigap mereka merangkul Billy dan berjalan menerobos kerumunan. Gilang berlari mengambil mobil.

(Flashback berakhir)

BACK TO:

 


80.  INT. RUANG TAMU - BERLANJUT

Bina menghela napas. Lingga bergidik ngeri. Feri menceritakan dengan wajah datar.

 

BINA
Aku benar-benar nggak percaya Ferdian bisa sesigap itu.
 
LINGGA
Mungkin itu yang namanya insting.

FERI
Insting, ya. Mungkin saja.


Feri seperti teringat sesuatu.


FERI (CONT'D)
Eh, ayo makan. Sudah kusiapkan.

LINGGA
(menggosok kedua tangannya)
Wah.
Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar