Musim Semi dan Kisah yang Hilang dalam Mimpi
11. Tidur yang Nyenyak

83.INT. RUANG PASIEN - RUMAH SAKIT — DAY

(Kai’s POV) Mata Kai terbuka perlahan. Terlihat cahaya yang begitu terang dan wajah-wajah yang samar. Lalu terdengar suara…

MARNI
Kai? Kai? Kamu bisa lihat Budhe?

(Kai’s POV) Wajah-wajah itu terlihat semakin jelas. Ada wajah Marni yang tersenyum lega ke arahnya. Rasyid yang mengucap syukur, juga Ryan berdiri di ujung ranjang pasien.

MARNI
Gimana rasanya? Kamu udah enggak papa?
(ke Rasyid)
Mas, coba panggilin perawat.

Rasyid langsung bergegas keluar ruangan. Ryan mendekat. Pandangan Kai masih menerawang jauh. Wajahnya sedih. Matanya bergetar menahan tangis. Marni membelai kepalanya lembut, membuat Kai menoleh ke arahnya.

MARNI
Ada yang sakit? Sebelah mana? Coba bilang ke Budhe.

Kai mengangkat tubuhnya bangun dan memeluk Marni sambil menangis terisak. Marni terkejut, tetapi dia tetap menepuk pelan punggung Kai.

KAI
Budhe… Aku enggak bisa nyelamatin dia. Aku enggak bisa nyelamatin Cho… Aku di sana, tapi aku enggak bisa nyelamatin dia…

Marni ikut menahan tangisnya. Dia membelai lengan Kai, mencoba menenangkannya.

MARNI
Bukan salah kamu, Kai… Bukan salah kamu… Kamu udah ngelakuin yang terbaik. Kamu sama sekali enggak salah…

Kai terus menangis di pelukan Marni. Marni masih mencoba menenangkannya. Dengan hati-hati, Ryan ikut menepuk pundak Kai, ikut mencoba menenangkannya.

84.INT. KAMAR CHO — DAY

Pintu kamar terbuka, terlihat suasana kamar Cho. Kai melangkah masuk, melihat ke sekeliling. Rasyid berada di belakangnya.

RASYID
Braga akhirnya nyerahin diri ke polisi. Dia ngaku udah mukulin anak dan istrinya. Pihak kepolisian memutuskan buat ngasih dia rehabilitasi.

Kai mendengarkan, tetapi pandangannya terarah pada lukisan-lukisan yang tergantung. Kai melangkah mendekati lukisan-lukisan itu, memperhatikannya satu-satu.

RASYID (O.S.)
Dia bilang, malam itu… dia lihat Joannika.
(beat)
Dia bilang, kamu bisa jadi saksinya.

Kai menyadari ada satu lukisan yang tidak ada. Lukisan 'Taman Musim Semi'. Kai melihat ke sekeliling, mencarinya. Dia pun berjalan mendekati meja belajar Cho. Kai hendak membuka laci, tetapi tidak bisa.

Kai terdiam, teringat sesuatu.

Kai merogoh saku celananya, kemudian mengeluarkan kalung kunci dari situ. Kai memandangi kunci itu sejenak, kemudian mencoba membuka laci dengan kunci itu…. Terbuka!

Kai menarik laci itu terbuka. Dia melihat segulung kertas dan mengambilnya. Kai membuka gulungan kertas itu dan melihat lukisan Taman Musim Semi. Dipojok kertas tertulis : Taman Musim Semi. Didesain oleh Cho & Kai.

Kai tersenyum. Kai menoleh ke arah Rasyid.

KAI
Pakdhe, aku boleh minta tolong?

85.EXT. TAMAN MUSIM SEMI — DAY

Sebuah mobil pick up berisi berbagai jenis bunga berhenti di dekat taman. Rasyid dan Marni turun dari sana. Marni membawa dua rantang penuh makanan.

MARNI
Istirahat dulu. Ayo, makan, semuanya!

Kai, Ryan, dan Sekar yang sedang berpencar di sekitar taman untuk menanam rumput dan bunga mendongak sambil tersenyum semangat. Sekar bangkit berdiri dan langsung melepas sarung tangannya.

SEKAR
Pas banget! Udah kelaperan, Tante!

Sekar berlari menghampiri Marni, melewati Ryan yang tampak gusar.

RYAN
Heh, selesaiin dulu itu! Belum ketanem!
SEKAR
Kan, bisa lanjut nanti. Udah lapeeer.
MARNI
Makan dulu, Yan. Masa enggak pakai istirahat. Kita enggak lagi kerja rodi.

Sekar dan Ryan saling melempar wajah meledek. Rasyid menurunkan bunga-bunga dari mobil pick upnya. Marni langsung memukul pundak Rasyid.

MARNI
Mas, makan dulu!
RASYID
Iya, kan ini cuma sekalian nurunin.
MARNI
Beneran, lho, ya. Kalau kamu enggak makan nanti Kai juga ikut enggak makan-makan.
(ke Kai)
Ayo, Kai.

Kai tersenyum dan bangkit berdiri. Dari jauh dia memandangi Ryan dan Sekar yang sedang mengambil makan sambil berdebat. Lalu ada Rasyid dan Marni yang menyusul mereka berdua.

Kai mengeluarkan gulungan lukisan Taman Musim Semi. Kai membuka dan mengangkat lukisan itu tinggi-tinggi, menyamakan pemandangan di depannya dengan lukisan itu. Kai menggeser tubuhnya menghadap ke arah pohon, menyapakan bunga-bunga yang ditanamnya di sekitar pohon denan lukisan itu. Kemudian, Kai menurunkan lukisan itu. Dan saat itu dia melihat Cho.

Cho berdiri di samping pohon, tersenyum lembut ke arah Kai. Kai berdiri membeku menatap Cho.

86.EXT. TAMAN MUSIM SEMI — MOMENTS LATER

Kai dan Cho duduk bersampingan di bawah pohon. Kai menatap ke depan, tak berani melihat ke arah Cho. Sementara Cho terus memandangi Kai dengan sedih.

KAI
Aku kira kamu udah pergi..

Cho tersenyum tipis.

CHO
Aku enggak pernah pergi, kok.
(beat)
Aku cuma menjauh aja, biar semuanya bisa keihatan lebih jelas.

Hening sejenak.

CHO
Kadang, Kai.. Sesuatu baru kelihatan lebih jelas kalau kita mundur beberapa langkah.
KAI
Jadi sekarang, kamu udah bisa lihat semuanya lebih jelas?

Cho mengangguk. Kai kembali diam. Kai ingin menangis, tetapi dia berusaha kerasa menahannya. Cho menatap Kai lekat-lekat.

CHO
Maaf, ya. Enggak seharusnya aku ninggalin kamu gitu. Kamu jadi mesti ngelewatin semuanya sendirian.

Kai membuka mulutnya, ingin menjawab, tetapi suaranya tak bisa keluar. Kai menutup mulutnya lagi dan sekuat tenaga menahan air matanya. Cho memperhatikan Kai.

CHO
Kai… Kamu marah? Maafin aku…

Tangan Kai mengepal kuat.

CHO
Kai…

Kai berusaha menahannya, tetapi gagal.. tangisannya pecah. Kai menarik lepas eye patch-nya dan menangis sejadi-jadinya. Cho langsung mendekati Kai, menepuk-nepuk lengannya, berusaha menenangkan Kai.

CHO
Kai, kenapa? Kai?
KAI
(terisak)
Harusnya aku tahu diri… Harusnya aku tahu… Aku yang bikin kamu jadi kayak gini… Aku yang agal nyelamatin kamu, Cho. Aku yang salah…

Cho menggeleng kuat-kuat.

CHO
Enggak gitu, Kai. Kamu enggak salah.

Kai masih terus menangis, menolak mendengarkan Cho. Cho akhirnya mengulurkan lengannya ke depan Kai. Dia menarik lengan pakaiannya, memperlihatkan luka-luka gores yang membekas di lengannya. Kai melihat luka-luka itu.

CHO
Aku mulai ngelakuin ini sejak SMP. Sejak Mama pergi gitu aja ninggalin aku sama Ayah. Ayahku selalu bilang, aku yang bikin Mama pergi. Aku yang bikin keluarganya berantakan. Aku yang jadi sumber kesialannya. Sejak saat itu, tiap aku ngerasa bersalah, aku selalu buat luka ini.
(beat)
Aku pikir, mungkin dengan kayak gini, aku bisa ngehukum diri aku sendiri. Aku bisa ngebayar rasa bersalahku ke Mama, ke Ayah.

Cho menurunkan lengannya. Wajahnya terlihat seperti menahan sakit.

CHO
Tapi hari itu, aku bener-bener ngerasa capek. Aku ngerasa muak sama semuanya. Berapa pun luka yang aku bikin, rasa bersalahku enggak hilang juga.

87.INT. GUDANG VILA TUA — DAY (FLASHBACK)

Cho duduk lemas di pojok gudang, bersandar ke kaki meja. Tangan kanannya mengenggam cutter. Lengan kirinya penuh goresan berdarah. Wajahnya pucat. Pandangannya menerawang jauh.

Ruangan mulai berasap. Cho mendongak, melihat api mulai merambat di langit-langit. Cho tak bergerak, hanya memandangi api dengan pasrah.

CHO (V.O.)
Waktu aku lihat api mulai merambat, aku pikir… mungkin itu jawabannya. Mungkin aku harus nyerah. Udah waktunya semuanya selesai…
(beat)
Sampai aku dengar suara kamu, Kai.
KAI KECIL (O.S.)
Chooo! Chooo!!

Cho menoleh dan perlahan melihat Kai Kecil berlari menghampirinya. Api di sekitar mereka telah membesar. Kai Kecil meraih tangan Cho dan mencoba menariknya berdiri. Terlihat telapak tangan Kai Kecil yang terkena darah dari lengan Cho.

INTERCUT BETWEEN PRESENT AND FLASHBACK

(Present) Tatapan Cho menerawang, terlihat berkaca-kaca.

CHO
Detik itu aku langsung sadar… aku bikin keputusan yang salah. Aku pengin bangun, aku pengin bawa kamu keluar. Aku pengin kita selamat.
(beat)
Tapi aku terlambat…

Kai menoleh ke arah Cho, menemukan Cho yang sudah berlinangan air mata.

CHO
Waktu itu, yang aku bisa lakuin cuma berdoa. Aku berdoa sekuat yang aku bisa. Entah dengan keajaiban apa… Aku pengin kamu selamat, Kai. Aku mau kamu selamat.

(Past) Dari pintu gudang, terlihat Kai remaja melangkah masuk dengan wajah panik. Cho melihat Kai remaja dan tersenyum lemah.

CHO (V.O.)
Dan keajaiban itu beneran datang…

(Present) Cho menarik tangan Kai, mengenggamnya. Kai menunduk, masih tak berani menatap Cho.

CHO
Kai, kalau kamu tanya apa yang aku pengin sekarang. Aku cuma pengin kamu hidup bahagia. Aku pengin kamu ngelanjutin hidup kamu, punya temen, punya keluarga, punya cita-cita, hidup bahagia.
(beat)
Jangan ngehabisin hidup kamu kayak aku, Kai. Kamu harus bahagia.

Kai mengangkat wajahnya perlahan, menatap Cho. Kai pun memberanikan diri untuk bertanya.

KAI
Kalau aku bahagia, apa kamu juga janji bakal bahagia?

Cho tersenyum dan mengangguk cepat.

Pandangan Cho terarah pada luka bakar di mata Kai. Cho memandangi luka itu dengan sedih. Tangannya bergerak untuk menyentuh luka itu. Namun, sebelum Cho menyentuhnya, Kai mengenggam tangan Cho dan menurunkannya.

Kai menggeser posisi tubuhnya dan menyandarkan kepalanya di pundak Cho. Kai memejamkan mata sambil memainkan tangan Cho di genggamannya. Cho pun menyandarkan kepalanya ke pucuk kepala Kai.

KAI
Budhe pernah bilang ke aku, manusia butuh dua hal buat bahagia.
(beat)
Pertama, cinta. Yang kedua… tidur yang nyenyak.

Cho tersenyum pahit.

KAI (CONT'D)
Waktu itu aku enggak ngerti apa maksud Budhe.
(beat)
Tapi sekarang aku bisa ngerti. Di saat kayak gini, satu hal yang aku pengin cuma lihat kamu bisa tidur nyenyak, Cho.

Cho melirik Kai.

CHO
Aku pengin kamu ngelupain semua masalah kamu, semua rasa bersalah kamu, dan istirahat.
(beat)
Semua orang berhak tidur nyenyak, Cho… Termasuk kamu. Aku juga mau kamu bahagia. Aku mau kamu tidur yang nyenyak…

Cho mengangguk. Cho memejamkan matanya, tetapi air matanya terus mengalir.

CHO
Kita bahagia sama-sama, ya, Kai.

Kai mengangguk, air mata Kai juga terus mengalir. Tangan Kai dan Cho saling mengenggam dengan erat. Mereka perlahan tertidur di bawah pohon, dengan kepala Kai di pundak Cho.

88.EXT. TAMAN MUSIM SEMI — MOMENTS LATER

RYAN (O.S.)
Kai? Kai? Bangun, Kai.

Kai perlahan membuka matanya, mengerjap-ngerjap. Kai tengah berbaring di bawah pohon sendirian. Kai menyipitkan matanya dan berusaha melihat ke sekeliling sambil bangkit duduk. Ryan dan Sekar berjongkok di depannya, membantunya bangun.

RYAN
Ibu udah nyariin kamu dari tadi. Istirahat di rumah aja, yuk.

Kai masih sibuk melihat ke sekeliling, menyadari Cho sudah tak ada di sana.

SEKAR
Nyari siapa, Kai?

Kai tak menjawab. Dia kini terdiam dan berusaha mencerna semuanya.

RYAN
Kai? Kenapa? Jangan diem aja. Coba cerita…

Tangisan Kai pecah. Kai menangkup wajahnya dan menangis terisak-isak. Kai sadar Cho sudah benar-benar pergi.

Sekar langsung memeluk Kai, terbawa ingin menangis juga.

SEKAR
Jangan nangis, Kai. Kita di sini, kok. Kita di sini.

Ryan menatap Kai dengan cemas. Dengan agak canggung, Ryan mengulurkan kedua tangannya untuk merangkul Kai dan Sekar. Ryan menepuk-nepuk keduanya, berusaha menenangkan. Kamera menjauh, memperlihat Ryan, Sekar, dan Kai yang berpelukan.

Time lapse.


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar