Musim Semi dan Kisah yang Hilang dalam Mimpi
4. Lukisan dan Sepotong Memori

19.EXT. DEPAN SEKOLAH KAI — DAY

Kai, Ryan, dan Sekar berjalan keluar dari gerbang sekolah bersama. Kai asyik membaca buku ‘When Marnie Was There’ sambil berjalan. Sekar memandangi Kai dengan penasaran.

SEKAR
Bukunya seru banget, ya, Kai? Aku boleh pinjem enggak nanti?
RYAN
Gaya banget. Mentok-mentok kamu cuma baca daftar belanjaan ke pasar.

Sekar memukul bahu Ryan keras. Wajahnya memberi isyarat bahwa dia ingin mengobrol dengan Kai, bukan Ryan. Ryan semakin cemberut. Kai masih tak mengalihkan pandangan dari halaman buku dan bertanya tiba-tiba.

KAI
Kalian ada yang pernah lihat hantu, enggak?
SEKAR
Hah? Maksudnya? Kok, tiba-tiba hantu?

Ryan menggelengkan kepala dengan malas.

RYAN
Udah laper Kai itu. Kita pulang aja. Tapi mending kita lewat jalan lain aja.

Sekar tertawa dan meledek Ryan.

SEKAR
Dih, takut sama Tono and the gank, ya? Cemen!
RYAN
(terbata-bata)
Siapa yang takut, sih? Aku cuma m-mikirin… Kai! Mikirin Kai! Kalau dia digangguin Tono lagi gimana? Kalau dia jatuh dari pohon lagi gimana? Itu otaknya belum bener gara-gara jatuh dari pohon!

Sekar langsung menoleh ke arah Kai. Matanya membulat penasaran.

SEKAR
Kamu sampai jatuh dari pohon, Kai? Gara-gara Tono?

Kai menurunkan bukunya dan mendengus malas.

KAI
(ke Ryan)
Ya, udah cepet. Kamu tunjukin jalannya.

Ryan langsung tersenyum puas. Dia menatap Sekar sambil menaik turunkan alisnya, membuat Sekar memasang wajah malas. Ryan berjalan paling depan, diikuti Kai dan Sekar.

20. EXT. JALANAN BUKIT — DAY

Ryan dan Sekar berjalan di depan sambil sibuk berdebat tentang PR fisika. Kai berjalan pelan di belakang mereka, terlihat lelah dan bosan. Pandangan Kai berkeliling ke sekitarnya, lalu terhenti pada pemandangan sawah dari atas bukit. Kai berhenti melangkah dan terdiam memandang pemandangan itu. Ingatan sekilas tiba-tiba muncul di kepalanya.

21.EXT. SAWAH — DAY (FLASHBACK)

Kai Kecil duduk di pinggir sawah. Dia berusaha mengintip buku gambar yang dibawa gadis di sampingnya sambil tersenyum bahagia. Kita hanya bisa melihat sedikit tampak samping gadis itu. Wajahnya tak terlihat.

BACK TO SCENE.

Kai masih memandangi pemandangan itu. Perlahan wajahnya terlihat seperti baru saja menyadari sesuatu.

22.INT. LANTAI ATAS VILA TUA — DAY

Kai menyandingkan foto pemandangan sawah yang dipotretnya di handphone dengan lukisan sawah milik Cho.

KAI
Tuh, persis, kan? Wah…

Cho berdiri di samping Kai, ikut memandangi foto di handphone dan lukisan itu. Cho terlihat tak terkesan.

KAI
Tadi aku enggak sengaja lewat tempat ini. Terus… kayaknya aku sering ke sini dulu. Sama Mama mungkin.
CHO
Mungkin?

Kai mengangguk.

KAI
Aku enggak inget sebagian besar masa kecilku.
(beat)
Padahal aku dulu pernah tinggal di desa ini. Tapi aku nyaris enggak inget apa-apa. Yang aku inget cuma hal-hal enggak penting kayak… berantem sama Ryan.
CHO
Kok bisa?
KAI
Amnesia. Kata dokter sih, karena trauma. Enggak tahu juga trauma apa. Enggak ada yang mau cerita.
(beat)
Aku udah bolak-balik ikut terapi segala macem, tapi ingatanku enggak balik juga.
CHO
Terus hubungannya apa sama lukisan-lukisanku?
KAI
Aku selalu mimpi buruk. Tentang Mama. Dan mimpi buruk itu makin sering muncul setelah aku kembali ke desa ini. Aku yakin ingatan yang selama ini aku cari ada di desa ini. Sayangnya, aku bener-bener ngerasa asing sama semua tempat di sini.

Kai menoleh ke arah Cho, menunjuk lukisan sawah tadi.

KAI
Tapi waktu aku lihat pemandangan di lukisan itu, untuk pertama kalinya aku ngerasa kenal sama desa ini. Jadi mungkin kalau aku lihat tempat-tempat lainnya, ingatanku bisa balik lagi.

Cho mengangguk-angguk sambil berpikir.

CHO
Tapi kenapa kamu minta tolong ke aku? Emangnya kamu enggak takut sama aku?
KAI
Ngapain juga mesti takut?
CHO
Kan, kamu sendiri yang bilang aku bukan manusia. Kamu bilang aku peri, penyihir, siluman, apalah itu.

Kai mengangguk-angguk, membenarkan.

KAI
Mungkin justru karena itu, sih. Karena aku ngerasa kamu bukan manusia.

Cho memiringkan kepala, bingung.

KAI
Aku enggak percaya sama manusia. Mereka akhirnya cuma bisa bilang aku aneh, lemah, kurang beriman.

Cho terdiam, menatap Kai lekat-lekat. Kai masih mengarahkan pandangannya pada lukisan-lukisan itu.

KAI
Dan karena kamu bukan manusia, mungkin karena itu aku bisa ngerasa… nyaman?

Kai melirik Cho dengan ragu, merasa geli dengan ucapannya sendiri. Sementara Cho justru mulai tersenyum lebar.

CHO
Oke, aku bantu kamu!

Kai akan tersenyum, tetapi Cho melanjutkan ucapannya.

CHO (CONT'D)
Tapi gantinya, kamu harus jadi temenku.
KAI
Ha?

Cho mengambil dua langkah mendekati Kai, kemudian mengulurkan tangannya. Kai tak membalas uluran tangan itu dan melangkah mendekati radio.

KAI
Gantinya, nanti aku benerin radio ini. Aku bisa bikin suaranya jernih lagi. Aku lumayan jago masalah ginian. Deal?

Cho mengerut kesal dan mendekati Kai lagi.

CHO
Enggak usah. Mending gantinya kita temenan aja. Oke?

Kai tertawa dan menggeleng.

KAI
Radio aja. Aku enggak butuh temen. Aku butuh tour guide. Oke?

Kai melangkah menuruni tangga, kemudian menoleh sekali lagi ke arah Cho. Cho masih cemberut.

KAI
Sampai ketemu besok sore, tour guide.

Kai kembali menatap ke depan dan tersenyum geli sebelum menuruni tangga.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar