Musim Semi dan Kisah yang Hilang dalam Mimpi
7. Dia yang Terlupakan

Montages:

44.I/E. SEKOLAH KAI - LORONG SMA — DAY

Kai berjalan sendiri. Semua murid yang berpapasan dengannya menahan tawa sambil menatap Kai. Kai mengerutkan dahi dengan bingung. Kai berusaha melihat ke punggungnya. Dia menyadari ada kertas yang menempel di sana, lalu berusaha menariknya lepas. Begitu dapat, Kai langsung meremas kertas itu dengan marah dan membuangnya.

45.EXT. JALANAN DESA — DAY

Gerombolan Tono menghadang Kai. Kai tetap berusaha lewat, tetapi Tono terus menghalanginya. Kai mendengus pasrah dan menyerahkan uang kepada Tono.

46.INT. SEKOLAH KAI - RUANG KELAS — DAY

Kai melihat mejanya penuh dengan coretan tip-x yang menyebutnya gila. Kai melempatkan bukunya ke meja dengan marah. Dia melihat murid-murid di sekitarnya. Ada Ryan yang membuang muka. Sekar yang meliriknya takut-takut. Lalu murid-murid lain yang memasang tampang meledek. Kai menarik napasnya dalam-dalam, menahan emosi.

47.EXT. HALAMAN VILA TUA — DAY

Kai berdiri di samping vila, mendongak menatap jendela lantai atas. Wajahnya terlihat sedih. Pada akhirnya, Kai memilih untuk melangkah pergi meninggalkan vila tua.

Dari luar halaman vila, terlihat Marni yang memperhatikan Kai dengan khawatir.

END OF MONTAGES.

48.INT. RUMAH RASYID DAN MARNI - RUANG MAKAN — DAY

Marni menyiapkan makanan di meja. Kai terlihat melewati ruang makan dengan gamang.

MARNI
Kai?

Kai menoleh.

MARNI
Duduk bentar. Budhe mau ngomong.

Marni duduk di salah satu kursi. Kai mendekat dengan ragu. Marni tersenyum dan mengisyaratkan Kai untuk duduk di dekatnya. Kai menurut. Marni menarik napas, berusaha merangkai kata dengan hati-hati.

MARNI
Kai, Budhe mungkin enggak bisa sepenuhnya ngerti apa yang kamu rasain, yang kamu hadapin. Budhe enggak tahu apa yang terjadi belakangan ini. Tapi Budhe minta tolong sama kamu.
(beat)
Cerita…

Kai mengangkat wajahnya, menatap Marni yang terlihat sungguh-sungguh-sungguh.

MARNI
Budhe cuma minta kamu cerita. Kita semua pengin bantu kamu. Tapi gimana caranya kita bantu kalau kamu enggak mau cerita?

Marni meraih tangan Kai di meja dan mengenggamnya. Kai beringsut dengan rikuh. Dia berpikir sejenak, menimbang-nimbang, hingga akhirnya memutuskan untuk bercerita.

KAI
Selama ini…aku sering mimpi buruk, Budhe.
(beat)
Di mimpiku, ada perempuan yang nangis dan nyuruh aku buat pergi nyelamatin diri. Dulu aku kira itu Mama. Tapi…

Kai terlihat ragu. Marni mengeratkan genggamannya. Kai mengangkat wajahnya untuk menatap Marni.

KAI
Budhe, tahu enggak? Waktu aku kecil… apa ada perempuan lain yang deket sama aku… selain Mama?

Wajah Marni menegang, terlihat lebih cemas dari sebelumnya.

49.INT. LANTAI ATAS VILA TUA — DAY

Kai melangkah ke lantai atas. Di sana, terlihat Cho sedang berdiri memandangi lukisan-lukisannya yang tergantung di dinding. Tatapan Kai melembut. Cho menyadari kehadiran Kai dan tersenyum.

CHO
Aku kira kamu enggak akan ke sini lagi.
(beat)
Gimana? Udah berhasil inget nemuin apa yang kamu lupa?

Kai tersenyum pahit.

KAI
Rasanya justru makin banyak yang aku lupa.

Tatapan Kai ke Cho perlahan semakin sedih. Kai mendekat perlahan sambil terus menatap Cho lekat.

MARNI (V.O.)
Kamu tahu vila tua itu, kan? Dulu ada orang yang budhe pekerjakan buat ngurus vila itu. Orang desa sini, namanya Braga. Orangnya bersih, rapi, teliti, tapi sayang agak tempramental. Banyak tamu vila yang bermasalah sama dia. Tapi budhe enggak tega mecat dia. Karena budhe tahu, dia ngebesarin satu anak perempuan sendirian.

50.INT. RUMAH RASYID DAN MARNI - RUANG MAKAN — DAY (FLASHBACK)

Kai dan Marni duduk di meja makan.

MARNI (CONT'D)
Anaknya cantik, sopan, pinter. Tapi kata orang-orang, enggak ada yang berani temenan sama dia. Semua takut sama bapaknya yang pemarah itu.
(beat)
Tapi suatu hari, budhe tiba-tiba lihat kamu main sama dia.
KAI
Aku?
MARNI
(mengangguk)
Budhe juga enggak tahu gimana ceritanya. Padahal beda umur kalian agak jauh. Kamu masih SMP, sementara dia seumuran kamu sekarang kayaknya. 16 tahun. Tapi sejak itu kalian akrab banget, kayak kakak-adek. Mama kamu juga kadang beliin baju buat dia, biar bisa kembaran sama kamu.

Marni tertawa kecil mengingat itu. Kai tak bisa ikut tertawa. Dia menatap Marni dengan cemas.

KAI
Terus sekarang dia dimana, Budhe?

Senyuman Marni menghilang perlahan, wajahnya berubah sedih.

BACK TO SCENE:

(POV KAI) Cho masih memandangi lukisan di depannya.

MARNI (V.O.)
Dia… udah meninggal.
(beat)
Empat tahun yang lalu, sebelum kamu pindah ke Jakarta.

Cho menoleh dan tersenyum ke arah Kai. Kai berusaha menyembunyikan tatapan sedihnya.

CHO
Aku masih tour guide kamu, kan?

Kai menatap penuh tanya.

CHO
Ada tempat yang pengin aku tunjukin ke kamu.

51.I/E. VILA KELUARGA TONO - HALAMAN/RUANG DEPAN — MOMENTS LATER

Cho melangkah masuk ke halaman sebuah vila besar. Kai yang mengikuti di belakangnya, melihat vila itu dan berhenti karena ragu. Cho langsung menarik Kai.

KAI
(berbisik)
Vila siapa? Emang boleh masuk?

Cho memberi tanda Kai untuk diam. Mereka berdua berjalan mengendap-endap menuju sebuah jendela di samping vila. Cho mengelap kaca jendela itu dan meminta Kai untuk melihat ke dalam. Kai dengan ragu mendekat dan melihat ke dalam.

Di dalam, terlihat sebuah ruangan yang cukup kosong. Hanya ada sofa dan meja tamu yang masih terbungkus plastik. Tono duduk di sana menghadap ke laptop di meja, di kelilingi gerombolannya. Tono mendongak dan tersenyum licik.

TONO
Mana rekamannya? Dapet, tho?

Terlihat Ryan berdiri di hadapannya.

Kai mengernyit kaget saat melihat Ryan.

KAI
(menggerutu)
Dia ngapain di sana?

Cho memukul bahu Kai dan menyuruhnya diam.

Di dalam ruangan, Ryan merogoh sakunya dan mengeluarkan flashdisk. Ryan menyerahkan flashdisk itu ke salah satu gerombolan Tono.

TONO
Dia itu enggak sadar, tho?

Ryan menggeleng. Tono tersenyum puas.

TONO
Aku yakin, sih, si edan itu pasti ngelakuin yang aneh-aneh di vila. Ngapain coba masuk ke vila bobrok kayak gitu? Tiap hari, diem-diem.
GEROMBOLAN 1
Jaga lilin palingan.

Tono dan gerombolannya tertawa keras.

GEROMBOLAN 2
Bener, Bos. Palingan dia berubah jadi babi ngepet itu.

Tono memasang flashdisk itu di laptopnya.

TONO
Apa pun, pokoknya tinggal kita sebarin aja. Enggak sabar aku lihat mukanya yang sengak itu enggak bisa lagi ndangak.
(ke Ryan)
Hebat juga kamu,Cil. Kirain bakal selalu melindungi sepupu tersayang.

Ryan tertawa pahit. Tono mengangkat alisnya.

RYAN
Sejak kecil ibu selalu nyuruh aku ngalah sama dia. Kalau ada roti sisa satu, Kai yang dapet. Potongan daging terakhir juga selalu buat Kai. Kalau ibu beli baju kembar buat kita, Kai yang bisa milih warnanya duluan.
(beat)
Jadi buat apa, tho, aku ngelindungin dia?

Tono mengangguk-angguk setuju. Tangan Tono bergerak di atas keypad untuk mencari folder rekaman di flashdisk.

TONO
Pinter ternyata kamu. Emang harus gitu. Bocah kayak Kai itu kalau dibiarin aja makin enggak tahu diri. Dia cuma numpang, tho, di rumahmu? Numpang aja sengak.

Di belakang jendela, Kai terlihat menahan marah dan hendak berbalik pergi. Namun, Cho segera menahannya. Ryan menunduk dan menelan ludah. Tangannya memilin celana dengan cemas. Sebelah kakinya bersiap mundur.

TONO
Kalau kamu bisa diajak kerja sama kayak gini, kamu bisa gabung sama kita. Nanti, kamu enggak perlu bayar pajak lagi.

Ryan tersenyum kaku. Tangannya mencengkram celana makin kencang.

TONO (O.S.)
Lho, kok? Apa ini?

Ryan mengangkat wajahnya, tatapannya terlihat takut. Gerombolan Tono berkumpul di depan laptop, berusaha melihat dengan lebih jelas. Wajah mereka mengeras, menahan marah. Dari laptop terdengar suara Tono yang sedang menagih pajak ke murid-murid. Tono mengangkat wajahnya, menatap Ryan dengan murka. Ryan memberanikan diri untuk tersenyum.

RYAN
Itu bukti semua perbuatan kalian yang ngelanggar aturan sekolah.
(beat)
Ngelanggar hukum juga sih kayaknya.

Tono bangkit berdiri, terlihat siap menyerang Ryan

RYAN
Aku punya salinannya di rumah. Kalau kalian enggak mau video itu aku kirim ke kepsek, kamu harus berhenti ngebully anak-anak di sekolah.
TONO
Kamu sadar enggak, tho, lagi ngapain? Kamu lupa bapakku siapa?
RYAN
Aku juga bisa kirim videonya ke bapakmu.
(beat)
Atau ke lawannya.

Tono menendang mejanya. Gerombolannya kaget dan menahan laptop dengan panik. Tono menghampiri Ryan dan langsung mencengkram kerah bajunya.

TONO
Kamu kerjasama bareng cunguk itu buat ngancem aku? Asal kamu tahu, tanpa video juga aku bisa bikin hidup sepupumu itu ancur!
RYAN
Ini enggak ada hubungannya sama Kai!

Ryan melepaskan diri dan balik mengcengkram kaos Tono.

RYAN
Denger, ya. Hidupnya Kai itu udah susah sejak lahir. Kamu enggak perlu repot-repot bikin dia susah. Dan aku juga enggak akan ngebiarin kamu macem-macem sama dia!
TONO
DIEM!

Tono melayangkan tinjunya ke arah Ryan. Namun, belum sampai ke muka Ryan, sebuah tangan menahannya. Tono menoleh dan menemukan Kai berdiri di sampingnya, menahan tangan Tono sekuat tenaga.

Tono langsung menyerang Kai. Kai berhasil menghindar dan membuat Tono nyaris jatuh. Gerombolan Tono yang lain menyerang Ryan, membuat Ryan tersudut. Kai berlari dan mencoba menoleng Ryan. Tono menarik Kai kembali, memaksanya untuk terus bertarung.

Tono terlihat lebih unggul. Namun, Kai terus bangkit dan berusaha melawan Tono sekuat tenaga. Tono mendorong Kai kuat-kuat di pintu depan hingga pindu itu terbuka. Kai terjatuh di teras, Tono berada di atasnya. Tono meninju wajah Kai hingga eye patch-nya terlepas, memperlihatkan mata dengan luka bakar yang menyeramkan. Tono membeku takut saat melihat mata kiri Kai itu. Kai tertawa melihat reaksi Tono.

KAI
Kenapa? Takut? Belum pernah lihat monster apa?
TONO
Diem! Enggak ada yang lucu! DIEM!

Tono akan melayangkan tinjunya lagi, tetapi tiba-tiba Ryan menarik bahunya dari belakang. Tono menoleh marah dan menemukan kamera handphone Ryan yang terarah padanya.

RYAN
Ini siaran live! Semua orang yang ada di akun ini bakal jadi saksi! Ayo cepet pukul lagi kalau berani!

Ryan mengarahkan kamera handphonenya ke seluruh arah. Gerombolan Tono berusaha menutupi wajah mereka dengan panik.

GEROMBOLAN 2
Bos! Kalau bapak bos sampe lihat, wes habis kita semua!

Tono melepaskan Kai dan berdiri. Dia menatap marah ke arah Ryan, kemudian memberi isyarat bagi gerombolannya untuk pergi. Tono dan gerombolannya pergi meninggalkan vila itu.

Kai terbaring di lantai sambil mengatur napas. Ryan menarik tangannya, membantunya bangun. Kai dan Ryan pun duduk selonjor di teras sambil mengatur napas mereka yang ngos-ngisan, terlihat lega sekaligus lelah.

KAI
Berapa orang yang lihat?

Ryan melirik layar handphonenya dan tertawa. Ryan menunjukan layar handphonenya ke Kai

RYAN
Cuma satu. Si Sekar. Aku mana punya followers.

Sesaat Kai dan Ryan tertawa bersama.

RYAN
Ngapain kamu ke sini? Kayak bisa berantem aja.
KAI
Kamu sendiri ngapain? Sok jagoan mau ngancem Tono. Dicegat di jalan aja takut.
RYAN
Ya, mau gimana lagi? Dibiarin makin lama makin ngelunjak anak itu. Mentang-mentang bapaknya calon bupati.

Hening sesaat. Keduanya terlihat ingin memulai obrolan lagi, tetapi sama-sama ragu. Kai akhirnya memutuskan untuk mengatakannya.

KAI
Maaf, ya.
RYAN
Apa?
KAI
Maaf udah ngambil potongan kue terakhir, ngehabisin daging, milih warna baju duluan. Maaf.

Ryan tersenyum geli.

RYAN
Halah, udah biasa itu.
(logat medhok)
No hard feeling.

Kai tertawa kecil. Namun, perlahan wajahnya kembali muram.

KAI
Aku sebenernya juga enggak suka diperlakuin kayak gitu. Rasanya kayak… selalu dikasihani.
RYAN
Masih untung ada yang kasihan sama kita. Artinya ada yang peduli sama kita, kan? Menurutku sih itu enggak ada salahnya, kok, kadang-kadang dikasihani.
KAI
Ya, tapi kamu jadi kesel juga, kan, sama aku?
RYAN
Ya, gimana enggak kesel? Kamu kayak gitu. Sok menyendiri, enggak mau dibantu. Padahal kan aku juga siap dengerin ceritamu.

Kai menoleh, menatap Ryan. Ryan tertawa canggung.

RYAN
Wis, ayo pulang! Ini pasti ibu ngomel lihat kita bonyok.

Ryan bangkit berdiri, disusul Kai. Ryan tiba-tiba teringat sesuatu.

RYAN
Tapi kok kamu bisa tahu aku di sini?

Kai teringat Cho, lalu langsung menoleh ke halaman samping. Tak ada siapa-siapa.

RYAN
Yok, Kai. Nanti aja diomongin di rumah.

Ryan berjalan keluar halaman vila. Kai bergerak mengikuti Ryan, tetapi pandangannya masih mengelilingi sekitar vila, mencoba mencari Cho yang tak terlihat dimana-mana.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar