Minoritas
10. 10

Ext.depan rumah bo - malam

Bo meletakkan gitarnya dan duduk di kursi kayu. Dia mengambil dua dompet yang dicurinya. Mengambil uang dan menghitung,

Pria misterius

Dapat banyak Mas?

Bo

Lumayan. Satu dompet aja lima ratus ribu. (Bo tersadar) Astaghfirullah, siapa kamu.

Pria misterius

Kamu aneh, kaget bisa nyebut istighfar. Kenapa pas nyopet, kamu lempeng aja?

Bo

Siapa yang nyopet?

Pria misterius

Aku sudah tahu semuanya. Nggak usah ditutup-tutupi.

Bo

Kamu polisi? (Bersiaga) Mau tangkap saya?

Pria misterius

Saya bukan polisi

Bo

Intel?

Pria misterius

Bukan

Bo

Satpam

Pria misterius

Saya bukan siapa-siapa. Duduk aja santai. Saya nggak mau tangkap kamu.

Bo kembali duduk, tapi dengan was-was.

Pria misterius

Kenapa nyopet? Uang ngamen kurang?

Bo

Kurang lah buat lamar anak orang

Pria misterius

Serius? Lamar orang pakai uang haram? Anak siapa yang mau dilamar?

Bo

Anak Pak Lurah.

Pria misterius

(Tertawa)

Kasihan calon mertuamu

Bo

Kok kasihan mertua? Kasihan sama saya dong. Harus nyopet buat lamar anaknya.

Pria misterius

Ya kasihan punya mantu copet. Banyak pekerjaan halal kok cari yang ribet. Pakai sembunyi-sembunyi. Dikejar-kejar orang. Hidup aja sudah rumit, kamu malah nambahin kesulitan.

Bo

Wah, nggak melek informasi nih. Saya cuma ambil dua ratus ribu, paling banyak lima ratus ribu. Lha di luar sana banyak orang juga maling. Malah milyaran lagi. Mertuanya nggak protes tuh. Tahu, kenapa nggak protes?

Pria misterius

Nggak

Bo

Karena mertuanya nggak tahu. Jadi jangan sampai mertuaku tahu.

(Jeda)

Lagian mereka-mereka pelit bersedekah. Jadi anggap saja ini mereka bersedekah.

Pria misterius

Kamu mau jadi Robbin Hood?

Bo

Pencuri dermawan? Nggak. Cuma mau menyadarkan mereka aja.

Pria misterius

Kamu sama dengan mereka. Sama-sama perlu disadarkan.

Bo

Beda. Mereka pakai baju mahal, saya pakai baju gembel.

Pria misterius

Nggak semua seperti yang kamu pikir, Bo. Siapa tahu uang itu mereka butuhkan untuk keperluan mendesak.

Bo memasukkan uang kembali ke dalam dompet.

Bo

Saya, kalau jadi seperti mereka, nggak akan pernah pelit. Uang saya bagi-bagikan. Yang butuh bantuan ya dibantu. Nggak akan saya mempersulit hidup orang lain seperti mereka-mereka.

Pria misterius

Halah, ngomongmu sok wise

Bo

Wes? Wes opo?

Pria misterius

(Terbahak)

Situ aja nggak ngerti wise. Sudahlah jangan bertindak bodoh. Cari kerjaan yang benar atau lanjutkan usaha dagang orang tuamu. Mereka nggak akan suka kamu jadi pengamen apalagi pencopet,

Bo

Aku nggak akan berhenti sampai aku ingin berhenti.

Pria misterius

Sampai kapan amarahmu terus menguasai tubuhmu?

Bo

Sampai pelakunya ketemu.

Pria misterius

Sekalipun pelakunya tertangkap, amarahmu tidak akan peenah hilang, karena kamu sudah memupuknya. Sebelum mengakar kuat, lebih baik ikhlaskan.

Bo menggeretakkan giginya, menahan amarah. Dia berdiri tiba-tiba.

Bo

Ikhlaskan bagaimana? Mereka mengambil satu-satunya hal berharga dariku.

Pria misterius

Itu sudah ketentuan Yang Maha Esa.

BO

Percuma saya jelaskan. Kamu nggak tahu apa-apa

Pria misterius terkekeh.

Pria misterius

Aku tahu. Bahkan aku tahu tentang orang tua asuhmu.

Bo

Kalau tahu, bantu aku mencari pembunuh mereka.

Pria misterius

(Jeda)

Maaf tidak bisa. Kamu sendiri yang harus mencari tahu kebenarannya. Kalau kamu mau mengikhlaskannya, itu lebih baik. Mereka juga bukan orang baik seperti dipikiranmu.

Bo berdiri. Amarahnya mulai muncul.

Bo

Kalau tidak mau bantu ya sudah. Tapi jangan menjelek - jelekkan mereka. Bapak dan Ibu adalah orang yang baik. Saya yakin, mereka tidak salah. Jadi jangan sok seperti orang pintar yang tau apapun.

Bo masuk rumah dan membanting pintu

INT.RUMAH BAPAK ACHMAD - RUANG TAMU - MALAM

Bo duduk di sofa ruang tamu. Menerawang ke seluruh ruang tamu. Bayangan Bapak Achmad berdiri menyambut Bo SD kelas 5 yang berlari masuk ke rumah sambil mengacungkan buku rapor.

Bo

Bapak! Bo dapat rangking satu. Bo dapat rangking satu.

Pak Achmad

Wuuiih pintar anak Bapak.

Bo

Siapa dulu, Bonaparte!

Bo dewasa bersedih

Bo

Bapak...

Bayangan Bu Widya duduk di sofa dengan Bo SD pura-pura tidur di pangkuannya.

Bu widia

Kami bukan orang tua kandungmu, Le. Meski begitu, kami sayang dan mencintai kamu. Tumbuh besar dan jadi orang yang berguna.

Bo dewasa menatap sofa dan mulai menangis.

Bo

Ibu...

Bayangan itu hilang dan tinggallah Bo di ruang tamu sendiri. Bo menangis sejadi-jadinya hingga tertidur pulas di sofa ruang tamu.

Dissolved to

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar