10. Chapter #10
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

36. INT – KAMAR RETNI – MALAM

 

Title : Dua minggu kemudian.

Retni menatap baju kebaya modern berwarna broken white yang tergantung di dinding, terbungkus dalam plastik transparan. Dia menatapnya lama-lama hingga air matanya menetes.

 

FLASH BACK

37. RUANG TAMU RUMAH RETNI – SORE

CAST : RETNI, ABAH, UMMI

 

ABAH

Kamu udah gila ya Ret? Pulang-pulang malah minta batalin lamaran? Kamu mau bikin malu keluarga?

 

UMMI

Ret, ayo cerita, bilang sama Ummi dan Abah, ade ape sebenarnye? Pasti ada sebab yang benar-benar serius sampai kamu minta batal. Ayo bilang, apa Arul ada nyakitin kamu?

 

RETNI (CONT’D)

(menundukkan kepala dan menggeleng). Arul nggak pernah nyakitin Retni. Kami hanya merasa ..kalau kami belum cukup saling mengenal. Jadi, kami minta waktu untuk itu. Tapi, Retni nggak janji apakah setelah itu bakal melanjutkan rencana pernikahan ini atau tidak.

 

Kamera menyoroti wajah Ummi yang kaget dan Abah yang membuang muka dengan ekspresi kesal.

 

CUT BACK TO.

 

38. INT – KAMAR RETNI – MALAM   

Ponselnya berbunyi. Retni cepat menghapus air matanya dan melihat ponsel yang ada dalam genggamannya. Ada nama Rahadi di layar. Dia mengernyit. Menekan simbol telepon dan membawanya ke telinganya.

 

INTERCUT

 

RETNI

Halo

 

RAHADI

Halo Ret. Maaf, mengganggumu malam-malam. Jaringan telepon mengalami gangguan beberapa hari ini. Aku menelponmu siang tadi tetapi gagal. Aku mau mengucapkan selamat untuk artikelmu. Aku mengikuti semua tulisanmu di koran dan juga perkembangannya. Kau tahu? Sejak kemarin, ada ratusan tentara diturunkan untuk mengawal pemadaman api di hutan-hutan di Pelalawan. Aku tidak pernah melihat jumlah tentara sebanyak itu sebelumnya.

Tadi pagi, dua orang perwakilan WWF Indonesia datang ke Tesso Nilo. Mereka ingin mendapatkan fakta yang lebih detail tentang apa yang sesungguhnya terjadi di sini. Aku minta maaf, Ret, atas ucapanku waktu itu. Aku juga minta maaf, tidak pernah berterus terang padamu tentang perasaanku dulu. Aku tahu, kau tidak mungkin mau tinggal selamanya di bumi Lancang Kuning. Sementara aku...aku sudah bersumpah tidak akan meninggalkan Tesso Nilo dan gajah-gajah latihku selama aku masih hidup. Oh ya, omong-omong, kapan hari lamaranmu?

Ret....Retni, kau ...kau masih di situ ‘kan?

 

Jeda sejenak...

 

RETNI

(dengan suara lirih)

Masih. Aku....lamaranku batal. Nanti aku cerita ya. Aku janji. Selamat malam.

 

Retni mematikan ponselnya. Matanya terpejam.

 

FADE OUT

FADE IN

 

39. INT – KAMAR HOTEL - MALAM

TEXT. Singapura, 2018

Memperlihatkan arloji di pergelangan tangan sang lelaki tanpa nama. Jarumnya menunjukkan pukul tiga dini hari. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Kamera memperlihatkan layar ponselnya. Nama Arul tertera di layar. Sang  lelaki membiarkan ponsel itu berbunyi untuk beberapa detik lagi lalu meraihnya.

Kamera lalu menyorot dari bagian belakang sang lelaki.

 

LELAKI TANPA NAMA

Bagaimana? Semua lancar ‘kan? Saya sudah titip pesan pada Budi dan Rendra agar mengurusi semuanya. Tetapi, kenapa mereka belum memberi kabar, ya? Oh, saya lupa. Seharusnya saya yang menelpon. Jadi, bagaimana? Semua lancar ‘kan?

 

ARUL (O.S)

Semua lancar, Pa. Seperti mobil yang melaju di jalan tol sendirian. Terima kasih, sudah memadamkan api kebahagiaanku sebelum api itu berkobar. Sementara di belahan bumi yang lain, api yang Papa sulut masih terus berkobar dengan hebatnya. Pantas saja Papa lebih betah di sana. Sungguh, aku benar-benar tidak menyangka kalau Papa adalah orang yang ada dibalik semua kekacauan.

 

Tuut.....tuuut....

 

LELAKI TANPA NAMA

(gugup) Halo....halo....

 

The number you’re calling is not active (O.S).

 

Lelaki itu menekan lagi tombol ponselnya. Dan mesin penjawab kembali memberikan jawaban yang sama. Dia mengulang sekali lagi, namun hasilnya tetap sama.

Seakan teringat sesuatu, dia membuka akun Instagram. Mengetik nama putranya dan melihat isi post-nya. Hanya itu cara yang dia lakukan untuk sesekali memantau perkembangan putranya. Pandangannya tertuju pada post terbaru.

Kamera memperlihatkan gambar Arul bersama seorang perempuan. Keduanya tersenyum. Namun, isi caption-nya justru tidak menyiratkan kebahagiaan sama sekali : Terima kasih untuk kebersamaan kita yang tidak terlalu lama. Mungkin, kita hanya butuh waktu sedikit lebih lama. Hanya Tuhan yang tahu apakah kelak kita akan bersama atau sekadar mengenang nama.

Lelaki itu mendekatkan matanya ke layar ponsel. Mengamati saksama wajah perempuan dalam foto yang terasa familier. Dan pada detik ke sekian, dia terbelalak saat menyadari siapa perempuan itu. Perempuan sang jurnalis yang fotonya pernah dikirim oleh seorang stafnya.

Dengan gugup dia mencari nomor yang sering dia hubungi lalu menelponnya. Namun yang terdengar hanya suara mesin penjawab.

Dia mengempaskan ponselnya ke meja. Kamera bergerak ke arah depan. Memperlihatkan sang lelaki yang tiba-tiba memegang dadanya dengan raut kesakitan. Tubuhnya lalu merosot. Menggelosor ke lantai.

Lelaki itu masih memegang dadanya dan megap-megap seperti sulit bernapas. Dia mendongak. Kamera berpindah menyoroti air conditioner yang masih menyala, dan seisi kamarnya yang tertutup rapat. Lalu kembali memperlihatkan sang lelaki yang masih sesak napas.

Dia lalu tergeletak di lantai. Diam tak bergerak dengan kedua mata terbelalak.

 

FADE OUT

 

SEKIAN

 

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar