2. Chapter #2
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

6.     INT. KAMAR HOTEL – PAGI

 

TITLE : SINGAPURA, 2018

 

CAST : LELAKI TANPA NAMA. SEORANG STAF.

 

Seorang lelaki (51 tahun) berperawakan kelimis dan berpenampilan parlente, menatap dari balik jendela kamar hotel. Pandangannya tertuju pada gedung-gedung pencakar langit di luar sana. Tangannya menggenggam erat tangkai cangkir, mendekatkan ke bibirnya lalu menghirup kopinya perlahan-lahan.

Kamera bergerak menyoroti langit yang tertutup kabut asap. Gedung-gedung yang tampak seakan ditelan kabut. Lalu kembali pada si lelaki yang kemudian mengeluarkan ponsel dari saku celananya.

 

STAF SANG LELAKI (O.S).

Halo. Selamat pagi, Pak.

 

LELAKI TANPA NAMA.

Selamat pagi. Bagaimana di sana? Aman?

 

STAF SANG LELAKI (O.S).

Sejauh ini aman, Pak. Beberapa media memang cukup vokal.

Tetapi belum sampai mengganggu.

 

LELAKI TANPA NAMA.

Awasi semuanya. Termasuk yang tidak diperhitungkan sekalipun. Kau mengerti?

 

STAF SANG LELAKI (O.S).

Mengerti, Pak.

 

LELAKI TANPA NAMA. (CONT’D)

Bagus. Saya masih di sini sampai bulan depan. Kalau ada hal-hal teknis yang butuh solusi segera, hubungi Yatno saja.

 

STAF SANG LELAKI (O.S).

Siap Pak.

 

Lelaki itu menyimpan ponselnya dan kembali menghirup kopinya. Pandangannya tetap tertuju keluar. Menatap langit yang berkabut.

 

FADE OUT

FADE IN

 

 

7.     EXT/INT. KANTOR GUBERNUR - PAGI

CAST : Retni, Bim Bim, wartawan (3 orang), anggota Asosiasi (pria 5 orang), Pengacara, Pegawai Kantor Gubernur (2 orang)

 

Para anggota Asosiasi dengan penampilan rapi dan berdasi, seorang pengacara, semuanya mengenakan masker N95, turun dari mobil lalu bergegas menuju ruang rapat Kantor Gubernur. Retni, Bim Bim dan para wartawan yang semula berkumpul di depan ruang rapat berusaha mendekati, namun dihalangi oleh seorang pegawai kantor.

 

PEGAWAI KANTOR (1).

Mohon kerjasamanya teman-teman. Kalian baru diizinkan melakukan wawancara setelah rapat ini selesai. Dan mohon jaga ketertiban ya.

 

Terdengar suara riungan dari para wartawan. Para anggota Asosiasi dan pengacara memasuki ruang rapat. Pintu langsung ditutup dari dalam.

Sebagian wartawan duduk di lantai, sebagian duduk di kursi. Retni berjalan hilir mudik seraya melipat tangan. Bim Bim bersandar di dinding.

Retni kemudian ikut duduk di lantai. Mengeluarkan ponselnya. Demi mengusir bosan, dia mengetik pesan Whatssap untuk Arul.

(menampilkan gambar layar ponsel yang berisi percakapan via WA)

 

RETNI

Hai Rul, lagi ngapain?

 

ARUL

Hai, Ret.

Biasa, nyari referensi untuk blog. Kamu lagi ngapain?

 

RETNI

Lagi bosen. Nungguin para orang penting selesai rapat.

 

ARUL

Orang penting....siapa?

 

RETNI

Para pengusaha itu. Mereka lagi rapat dengan Pemda.

 

ARUL

Kamu udah makan?

 

RETNI

Udah, sarapan lontong tadi. Kamu?

 

ARUL

Belum. Aku kan nggak biasa sarapan.

 

RETNI

Oh. Aku baru tau kamu nggak biasa sarapan.

 

ARUL

Masih ada waktu untuk tahu aku lebih banyak kok.

 

RETNI

Maksudmu?

 

ARUL

Jujur sajalah. Masih banyak yang kamu belum tahu tentang aku begitu pun sebaliknya, bukan?

 

Retni tertegun. Menatap layar ponselnya selama beberapa detik dengan wajah kecut. Lalu dia melamun.

 

RETNI (V.O)

Aku tidak pernah bermimpi akan dijodohkan dengan Arul dengan cara ngedelengin*). Waktu itu, Encing Noni datang ke rumah. Dia mengenalkan sosok Arul secara tertulis kepadaku, ummi dan juga abah. Encing Noni datang membawa biodata Arul dan fotonya yang tengah berpose di depan menara Eiffel. Encing lalu meminta pada ummi dan abah agar aku melakukan hal yang sama. Ummi dan abah tak keberatan. Ummi dan abah memang orang Betawi tempo doeloe yang setia pada tradisi. Termasuk tradisi yang buatku sudah ketinggalan jaman seperti ngedelengin.

Demi menghormati Encing, aku melakukan apa yang dia inginkan. Aku janjian bertemu Arul dua minggu kemudian.

 

FLASHBACK

8.     INT. DALAM GEDUNG SERBAGUNA - SORE

CAST. MC, RETNI, ARUL.

MC berdiri di panggung sambil memegang mikrofon. Sejumlah tamu dan undangan duduk di kursi dengan pandangan tertuju ke panggung.

 

MC

.....Dan pemenang pertama artikel travel tahun ini, jatuh kepada....Rully Ambarita.

 

Terdengar suara tepuk tangan. Kamera menyoroti Arul yang bangkit dari kursi dan naik ke panggung. Seorang pria menyerahkan piala dan hadiah kepada Arul. Para hadirin kembali bertepuk tangan.

Kamera berpindah ke kursi tamu dan undangan, lalu ke arah Retni yang sedang tersenyum dan bertepuk tangan.

 

RETNI (V.O)

Arul memang sudah langganan juara menulis. Dia seorang penulis dan blogger travel papan atas dengan tarif per artikelnya sudah mencapai angka enam digit.

Tetapi, sungguh, bukan enam digit itu yang membuatku tertarik. Tetapi, karena kami punya passion yang sama di dunia menulis. Aku membayangkan, setelah menikah nanti, aku dan dia akan pergi ke tempat-tempat indah di berbagai belahan dunia, menulis kisah perjalanan kami dan mendokumentasikan semua kenangan. Namun, alasan terbesarku adalah, aku ingin benar-benar melupakan pahitnya patah hati.

Ah. Patah hati juga sepertinya bukan istilah yang tepat. Antara aku dan dia tidak pernah terjalin hubungan yang spesial. Tetapi aku dan dia sama-sama menyadari kalau perasaan kami saling terikat. Dan saat ikatan itu harus terburai, tiba-tiba saja aku merasa seperti ada lubang besar di dalam jiwaku.

Entahlah. Aku juga tidak tahu apakah keputusan ini akan menyembuhkan lukaku. Satu yang pasti, aku benci lelaki yang tidak bisa meyakinkanku bahwa hubungan kami pada akhirnya akan menuju satu titik.

 

Kamera berpindah menyoroti Arul yang turun dari panggung, berjalan menuju ke arah Retni dengan senyum tak lepas di wajahnya.

CUT BACK TO.

 

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar