Duda-Duda Durjana
11. #11 Duda Durjana (Scene 101-100)
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

101. Int. Kantor – Pantry – Siang (Montage)

 

Angkasa membaca artikel DDD.


Cut to

 

102. Int. Kantor – Kafetaria – Siang (Montage)

 

Vano melambaikan tangannya pada Usy. Usy berjalan dan duduk di hadapan Vano. Usy tak sengaja melihat kalung Vano yang menggunakan sepasang cincin sebagai bandulnya. Usy merasa sedih.

 

Cut to

 

103. Int. Kantor – Depan Bank – Siang (Montage)

 

Tessa bertemu dengan Dave saat keluar dari dalam Bank. Teman Dave berjabat tangan dan berkenalan dengan Tessa. Dave merasa cemburu dan langsung menepuk tangan sahabatnya itu. Dua sahabat itu terlihat akrab dan kekanak-kanakan. Tessa hanya tersenyum melihat kecemburuan Dave yang seperti anak kecil.

 

Cut to

 

104. Int. Kantor – Pantry – Siang

 

Riona menghentikan langkahnya di depan pantry. Menatap Angkasa yang baru selesai membuat kopi.

 

ANGKASA
Ri.

 

Langkah Riona terhenti.

 

ANGKASA
Buat kamu.

 

Angkasa menyodorkan gelas kopi buatannya. Riona menatap lekat mata Angkasa yang juga terluka karena apa yang terjadi pada mereka berdua.

 

Cut to

 

105. Int. Rumah Tessa – Ruang Makan - Pagi (Flashback)

 

Tessa dan Usy mencuri pandang ke arah Riona dan Angkasa yang duduk cukup berjauhan di meja makan. Di dekat kolam ikan, Lastri tengah bermain dengan Mario.

 

ANGKASA
Aku nggak bermaksud menyembunyikan fakta bahwa aku duda, dan udah punya anak.

 

Riona masih terlihat shock.

 

ANGKASA (CONT'D)
Aku minta maaf karena udah sesuka hati mengembangkan perasaan aku ke kamu. Tapi sekarang aku sadar aku nggak bisa ngelanjutin perasaan aku ke kamu.

 

RIONA
Bukannya ucapan kamu sekarang itu cukup nggak bertanggung jawab?

 

Angkasa tak menjawab. Air mata melewati pipi Riona. Ia segera menyekanya dengan perasaan yang teramat sakit karena Angkasa membuat batasan seenaknya dengan dirinya.

 

Cut to

 

106. Int. Kantor – Pantry – Siang

 

Riona meraih gelas yang diberikan Angkasa. Riona pun berlalu pergi meninggalkan Angkasa.

 

Cut to

 

107. Int. Kantor – Kafetaria – Siang

 

Usy masih terus menatap kalung cincin Vano. Vano menyadarinya. Usy juga sadar kalau Vano tahu ia terus memperhatikan kalungnya.

 

USY
Mas Vano masih sering kepikiran sama… Fani.

 

VANO
Cuma ini cara yang aku tahu supaya nggak ngelupain dia. Dan meminta maaf karena aku bahagia sendirian.

 

Usy terus memikirkan maksud dari ucapan Vano.

 

Cut to

 

108. Int. Lounge - Malam

 

Tessa berjalan menghampiri Usy dan Riona yang terlihat lesu.

 

TESSA
Kalian belum pesen apa-apa?

 

RIONA
Usy yang duluan di sini juga belum pesen apa-apa.

 

USY
Kalau lo mau pesen, pesen aja. Kenapa jadi nyalahin gue.

 

RIONA
Gue nggak nyalahin, lo.

 

TESSA
Udah-udah, entar ujung-ujungnya kalian malah berantem. Kita di sini kan mau ngerayain kesuksesan DDD lagi. Gue apreciat usaha kalian yang bener-bener ngebangun rubrik keren kita ini dengan baik.

 

RIONA
Rubrik keren? Lebih tepatnya rubrik kutukan. Setiap kesuksesan DDD, malah berbanding terbalik sama apa yang gue alamin.

 

USY
Kok lo nyalahin DDD atas kegagalan hubungan lo, sih. Emang lo nya aja kali yang belum bisa ngebuka diri sepenuhnya. Apa salahnya sama Duda? Emang sebegitu berharganya lo ampe memandang rendah duda? Kenapa lo bersikap seolah-olah lo orang yang paling tersakiti atas apa yang terjadi antara lo sama Angkasa.

 

RIONA
Emangnya lo nggak keberatan kalo ternyata Mas Vano lo itu juga punya anak? Apa lo mampu jadi seorang ibu pengganti?

 

USY
Gue nggak nyangka pikiran lo secetek itu, Ri.

 

RIONA
Begitu juga dengan istri yang pergi bukan karena pertengkaran. Mereka akan tetap merasa rindu dan kehilangan, lo sanggup menanggung itu seumur hidup lo? Nggak kan? lo juga ngerasa sakit hati karena lo nggak yakin bisa menggantikan sosok istrinya Vano kan? itu kan yang ngeganggu lo selama ini. Apa bedanya sama gue?

 

TESSA
Cukup!

 

Riona dan Usy mengendurkan urat-urat mereka yang tadi menegang.

 

TESSA (CONT’D)
Kesimpulannya, lo berdua ngerasa rendah diri, kan? kalian berdua takut nggak bisa sehebat para mendiang istri mereka? takut nggak bisa memenuhi harapan cowok yang kalian suka.

 

Dalam hatinya, Riona dan Usy mengiyakan ucapan Tessa.

 

TESSA (CONT’D)
Gue juga ngerasain apa yang kalian rasain. Gue belum bisa melanjutkan hubungan gue sama Dave, gue ngerasa rendah diri karena status janda, dan usia gue yang lebih tua dibanding dia.

 

Riona dan Usy tertegun mendengar Tessa juga merasa rendah diri walau dengan segala yang ia punya.

 

TESSA (CONT’D)
Coba lu pikirin posisi gue dengan perspektif Angkasa dan Vano. Mereka juga pasti takut ngejalin dan ngebangun hubungan baru. Takut melukai kalian, takut membebani kalian, dan semua pikiran–pikiran negatif lain karena takut nggak bisa ngebahagiain kalian. Tapi mereka terus maju, karena perasaan yang mereka rasain itu bener adanya.

 

RIONA
Assumption is shit! Gara-gara ketakutan-ketakutan kita sendiri, kita malah terjebak dalam asumsi kita sendiri.

 

TESSA
iya. Kalian kayak gini, kayak bukan orang media tahu nggak. Semua itu harus berdasarkan fakta dan logika. Bukan asumsi. Kadang yang kita hindari belum tentu bener-bener menakutkan.

 

RIONA
Lo juga, nggak perlu takut lagi buat ngejalanin hubungan baru kan, Kak?

 

TESSA
Tentu aja. setelah gue ngomong panjang lebar, nggak mungkin gue nggak belajar dari ucapan gue sendiri. Gue juga ini lagi coba ngeyakinin diri gue kalau semuanya bakal baik-baik aja. Untungnya ada kalian yang bisa gue omelin dulu sambil ngebuka pikiran gue sendiri.

 

Riona dan Tessa saling tatap lalu terkekeh. Mereka menyadari semua pembicaraan mereka. Usy menggebrak meja perlahan menggunakan dua kepalan tangannya.

 

USY
Tapi gue tetep nggak terima lo jadiin rubrik yang udah gue anggap anak sendiri sebagai kambing hitam.

 

Riona nggak bisa menahan tawa. Begitu juga Tessa yang merasa lucu karena menganggap DDD itu anak Usy.

 

TESSA
Bukan cuma anak lo doang.

 

RIONA
Tapi anak kita bertiga! Emang lo pikir kalau nggak ada gue sebagai editor, dan Kak Tessa sebagai editor in chief, tuh rubrik bakalan lahir?


USY
Iya juga sih.

 

Usy akhirnya ikut tertawa bersama Riona dan Tessa.

Cut to

 

109. Ext. Café – Sore

 

Tessa sudah duduk menunggu Dave. Nggak lama Dave tiba sambil setengah berlari menghampiri Tessa.

 

DAVE
Maaf aku udah bikin kamu nunggu. Tadi aku langsung buru-buru ke sini waktu kamu minta ketemu. Tapi jalanan macet parah.

 

TESSA
Kamu nggak perlu ngejelasinnya sedetail itu. Aku bisa langsung tahu dari mata kamu.

 

DAVE
Kamu udah pesen makanan?

 

Dave membuka jaketnya dan duduk di hadapan Tessa.

 

TESSA
Ada yang mau aku omongin.

 

Dave sedikit tertegun karena Tessa bersikap lebih serius dari biasanya. Dave menaruh jaket di sandaran kursi miliknya.

 

DAVE
Boleh aku duluan yang ngomong?

 

TESSA
Kamu udah nggak perlu lagi ngasih tahu aku seberapa tertariknya kamu sama aku. Aku tahu.

 

Dave meraih tangan Tessa.

 

DAVE
Tapi kamu nggak tahu seberapa seriusnya aku.

 

Tessa terpana, ia membuka telapak tangan yang tadi diraih Dave. Ada sebuah cincin dengan design minimalis di telapak tangannya.

 

DAVE
Aku ingin kamu jangan nolak sebelum mengenal lebih jauh tentang aku, Tes.

 

Tessa tersenyum, meletakkan cincinnya di meja dan menyodorkannya pada Dave.

 

TESSA
Aku ngajak kamu ke sini karena aku pengen bilang. Aku akan coba membuka hati aku perlahan. Sambil melihat kesungguhan hati kamu sama aku.

 

Tessa menjulurkan jemarinya meminta Dave untuk menyematkan cincin tersebut di jarinya. Dave merasa senang.

 

Cut to

 

110. Int. Bioskop - Sore

 

Usy menunggu di dekat poster film drama coming soon berjudul ‘Mencintaimu dengan Caraku’. Vano datang dan menggenggam tangan Usy untuk meninggalkan bioskop.

 

Cut to


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar