Duda-Duda Durjana
3. #3 Duda Durjana (Scene 21-30)

21. Int. Rumah Tessa – Ruang Makan – Malam

 

Tessa baru pulang kerja dan berjalan menuju meja makan untuk minum segelas air mineral. Samar ia mendengar suara isak tangis. Tessa mencoba mencari asal suara dan mendapati Lastri (19), ART nya, tengah menangis sambil bersandar di cabinet dapur.

 

TESSA
Lastri, kamu kenapa?

 

LASTRI
Ba-bang Jaka, Bu… Huu huuu…

 

TESSA
Bang Jaka? Jaka satpam komplek maksud kamu? Dia kenapa?

 

Lastri mengangguk cepat.

 

LASTRI
Saya sama Bang Jaka pacaran sejak bulan lalu, Bu.

 

TESSA
Ya, ampun Lastri. Umur kamu aja baru mau 20, si Jaka itu duda anak lima yang umurnya hampir 40. Kok bisa-bisanya kamu pacaran sama Satpam setengah tua begitu?
 

Lastri makin kejer ditanya begitu.

Cut to

 

22. Ext. Restoran – Malam

 

Usy mematut diri di cermin kamar mandi dan memastikan dandanannya sempurna. Usy berjalan keluar menuju area outdoor sambil mengirim pesan melalui HP nya dengan Piyo (38).


POP UP: Gambar chat antara Usy dan Piyo.


USY   : Aku sudah sampai resto
PIYO   : Baru parkir. Kamu di meja berapa?
USY   : Aku di area outdoor. Meja 17.

 

Usy duduk dan meletakkan ponsel ke atas meja. Dia berusaha merapikan kembali rambutnya yang sudah rapi.

 

PIYO
Hai, gorgeous!

 

USY
Piyo?

 

PIYO
Tepat! Boleh aku duduk?

 

Usy mengangguk dan mempersilakan Piyo duduk. 

 

Cut to

 

23. Int. Rumah Tessa – Ruang Makan – Malam

 

Tessa memberikan Lastri segelas air mineral dan dengan ramah turut duduk bersimpuh di samping Lastri sambil menepuk-nepuk punggungnya.

 

TESSA
Terus kenapa kamu nangis-nangis begini. Apa si Jaka kurang ajar sama kamu? Ka-kamu nggak diperkosa sama Jaka, kan?

 

LASTRI
Enggak, Bu.

 

TESSA
Terus? Kenapa kamu nangis begini? Kalian putus?

 

Bukannya menjawab, Lastri malah kembali tersedu. Tessa menghela napas panjang, lalu mencoba membuangnya perlahan.

 

LASTRI
Ha-hamil, Bu.

 

TESSA
Astaga. Lastri kamu hamil?

Cut to

 

24. Ext. Restoran – Malam

 

Makanan yang dipesan Usy dan Piyo sudah hampir habis dan mereka masih berbicang sambil makan.

 

PIYO
Jadi kamu beneran wartawan?

 

USY
Iya. Udah tiga tahun kerja sebagai in house writer untuk HerDaily.

 

PIYO
Aku kayak pernah tahu sih HerDaily. Cuma, yah, bukan jenis media yang biasa ngeliput seniman-seniman kayak aku gini.

 

USY
HerDaily kan emang majalah perempuan, kami liputan sesuai jadwal dan undangan kegiatan yang berhubungan sama perempuan. Jadi ya memang jarang nyari-nyari berita di luar. Emang kamu biasa manggung di mana?

 

PIYO
Yah, di banyak tempat. Kafe, festival, macem-macem, lah. Aku lead vocal, sekaligus bassist. Aku juga sering satu panggung sama musisi-musisi terkenal. Cuma, acara-acara music sekarang terlalu banyak musisi mainstream-nya. Jadi kurang berkelas.

 

Usy Cuma mengangguk menanggapi kata-kata itu.

 

PIYO (CONT'D)
Habis ini mau ke mana? Ada liputan?

 

USY
Enggak, tadi baru liputan premier film Horrornya Ratika Intan, jadi hari ini aku harus ngurusin artikelnya biar bisa ikut tayang di terbitan minggu ini.

 

PIYO
Wih. Ratika Intan, ya. Cantik banget, dia, ya. Bodonya juga… fiuh… idaman semua laki-laki.

 

Usy memaksakan diri untuk tersenyum.

 

USY
Aku nggak bisa lama-lama, nih. Harus balik ke kantor. Lembur.

 

PIYO
Oke. Nggak masalah.

 

Piyo mengangkat tangannya untuk meminta bill pada pelayan. Namun, saat pelayan datang sambil membawakan bill di atas sebuah nampan hitam, Piyo sama sekali tidak bergerak untuk mengambil dompet atau melakukan sesuatu.

Usy duduk dengan canggung selama beberapa detik sementara Piyo masih sibuk mengembuskan asap rokok yang teramat menganggu. Usy sadar dan dengan kesal mengeluarkan dompet dan mengeluarkan uang sambil terus memberikan tatapan maut pada Piyo.


USY
Kembaliannya ambil saja, ya.

 

PIYO
Kamu royal juga, ya.

 

USY
Aku balik ke kantor duluan, ya.

 

Piyo mengangkat bahu, lalu mematikan rokoknya dan bangkit berdiri.


PIYO
Thank you buat makan malamnya. Sampai ketemu lagi, ya, Usy.

 

Piyo mendekat dan mencium sebelah pipi Usy, setelah itu dia pun berjalan menjauh dari meja dan menghilang di pintu keluar café.

 

USY
Sialan! Lagi-lagi duda nggak modal. Nggak nawarin nganterin gue balik lagi. Sial! Sial! Sial!


Usy melampiaskannya ke tas miliknya, tapi dia segera mengontrol emosinya saat mulai menjadi perhatian orang-orang di sekitarnya.


Cut to

 

25. Int. Rumah Tessa – Ruang Makan – Malam


Wajah Tessa terlihat pucat karena kekhawatirannya.

 

LASTRI
Bukan. Bukan saya yang hamil, Bu.

 

TESSA
Astaga, Lastri. Jantung saya udah hampir lepas. Terus siapa yang hamil? Kalau ngomong tuh jangan setengah-setengah begitu, ah.

 

LASTRI
A-anu. Si Liro, suster anaknya yang rumah ujung, Bu.
 
TESSA
Liro hamil anaknya Jaka? Kamu patah hati?

 

Lastri mengangguk sambil masih menahan air matanya agar tidak keluar lagi.

 

TESSA (CONT'D)
Lastri, Ibu mau tanya, kamu jawab yang jujur, ya. Kamu sama Jaka pernah? Maksud ibu, apa selama kalian pacaran apa kalian pernah…

 

Tessa menghentikan kata-katanya dengan ragu. Namun, Lastri seolah mengerti.


LASTRI
Bang Jaka pernah nyoba nyium saya, tapi saya nggak mau. Paling pegangan tangan aja, Bu.

 

TESSA
Dasar duda sialan. Bagus kamu nggak sempet diapa-apain. Udah, jangan nangis terus. Kamu harusnya bersyukur karena nggak perlu berurusan sama duda nggak ada akhlak kayak gitu.

 

LASTI
Iya, Bu. Besok saya mau minta putus sama Bang Jaka. Sekalian mau ngasih selamat ke Liro karena berhasil dapetin Bang Jaka.

 

Tessa menutup keningnya dengan tangan, ia tak mengerti arah pikiran Lastri.

 

TESSA
Ya udah, sana kamu istirahat. Jangan terlalu dipikirin. Mungkin ini cara Allah memperlihatkan ke kamu kalau dia bukan pria yang tepat buat kamu.

 

Lastri mengangguk. Ia pun bangkit sambil membereskan gelas minum miliknya dan Tessa, lalu menuju ke area service, meninggalkan Tessa sendirian.


Setelah memastikan Lastri sudah menghilang, Tessa pun beranjak dari duduknya dan berjalan ke kamar. 


TESSA
Sial! Kalau tahu si Jaka itu brengsek, tadi gue lindes aja kakinya pake mobil pas ngelewatin portal.

 

Cut to

 

26. Ext/Int. Jalan Raya – Taxi Online – Malam

 

Usy mengurut keningnya yang tidak sakit. Ia hanya merasa lelah karena pertemuannya dengan Piyo. Usy mengeluarkan HP nya, mencari profil Piyo dan langsung menghapusnya. Usy me-scroll layar HP nya dan menemukan satu profil yang dia ingat betul pernah bertemu dengan duda tersebut. Suasana mobil pun berubah menjadi sebuah café, sebagai transisi.

Dissolve to

 

27. Ext/Int. Cafe – Siang (Flashback)

Usy dan Tomo (35) duduk saling berhadapan. Usy meminum minuman yang dipesannya. Sedangkan Tomo terus mengoceh.


TOMO
Minuman yang kamu pesan adalah minuman favorit mantan istriku. Dia suka minuman itu karena aku rekomendasiin buat dia. Meskipun kita udah pisah, tapi sampai sekarang dia masih memesan minuman itu kalo pergi ke restoran atau café.

 

Usy mengerenyitkan keningnya dan membuatnya kembali berada di dalam mobil.

Cut back to

 

28. Ext/Int. Jalan Raya – Taxi Online – Malam

 

Usy bergidik mengingat Tomo. Ia kembali me scroll layar HP nya dan dan menemukan satu profil lainnya. Susana mobil kembali berubah menjadi sebuah restoran.

 

Dissolve to

 

29. Ext/Int. Restoran – Malam (Flashback)

Usy dan Reyhan (38) duduk saling berhadapan. Usy sibuk memotong steik Wagyu miliknya karena jengah mendengarkan Reyhan yang terus mengoceh tanpa memesan apapun.


REYHAN
Dulu dunia serasa digenggaman. Karena apapun yang aku mau, pasti bisa aku beli. Ferrari? Kapal Pesiar? Semua, aku punya. Tapi setelah bercerai. Semua diambil oleh mantan istriku.

 

USY
(acuh) Itu kan emang dibeli sama uang mantan istri kamu kan?

 

REYHAN
Kalau sudah dibeli saat kita menikah. berarti itu barang milik bersama kan? tapi dia egois. Dia benar-benar nggak mau rugi sepeser pun. Semua dia ambil lagi. Rumah, kendaraan, apartemen, sampai Villa.

 

Usy menghabiskan steiknya, lalu meminum air di gelas.

 

USY
Aku udah selesai makan. Kalau gitu aku pamit ya.

 

Cut to

 

30. Ext/Int. Jalan Raya – Taxi Online – Malam

 

Usy berusaha melupakan pengalaman buruknya karena bertemu duda-duda yang selama ini ia temui. Sebuah nada dering telepon membuyarkan lamunan Usy.

 

SUPIR
Mbak, maaf, ya. Saya izin angkat telepon. Ini anak saya telepon.

 

USY
Jangan nelepon sambil nyetir, Pak. Bahaya.

 

SUPIR
Ini saya pakai loudspeaker aja, Mbak. InsyaAllah nggak membahayakan. Soalnya ini anak saya yang nelepon.

 

USY
Ya udah, silakan.


INSERT: Tangan Supir Taksi memencet tombol loudspeaker.

 

ANAK SUPIR (O.S.)
Bapak nggak jadi pulang lagi? Adek kangen banget sama Bapak. Waktu Adek ulang tahun juga Bapak nggak dateng. Mas juga jadi marah gara-gara Bapak nggak dateng ke acara wisudanya.

 

Usy menatap sinis pada Supir yang dianggapnya sebagai ayah yang tidak bertanggung jawab.

 

SUPIR
Iya. Maaf, ya, Dek. Kan Bapak sudah bilang, waktu itu uang Bapak belum cukup untuk pulang. Tapi, kan, Bapak sudah kirim hadiah, toh? Buat Mas dan Mbak juga.

 

ANAK SUPIR (O.S.)
Adek nggak mau hadiah. Kita maunya Bapak pulang.

 

Usy mencoba memakai earbuds agar tidak perlu mendengarkan percakapan ayah dan anak yang membuatnya gerah gara-gara emosi.

 

SUPIR
Bapak lagi bawa penumpang. Nanti kita lanjut lagi ngobrolnya ya, Dek.

 

Anak sang supir di ujung telepon seperti ngambek karena dia langsung menutup sambungan telepon tanpa berpamitan.

 

SUPIR
Maaf, ya, Mbak.

 

USY
Nggak apa-apa, Pak. Itu tadi anaknya umur berapa, Pak?

 

SUPIR
Yang bontot tadi baru ulang tahun ke tujuh, Mbak. Kakaknya yang paling besar baru masuk SMP, anak tengah udah naik kelas empat SD, Mbak.

 

USY
Saya nggak bermaksud nguping, tapi karena tadi kedengeran aja. Emangnya bapak kenapa sampe nggak pulang? Jauh ya kampungnya?

 

SUPIR
Nggak begitu jauh sih, Mbak. Di Brebes. Saya bisa aja nyetir ke sana. Cuma biaya tol dan bensinnya lumayan mahal buat bolak-balik. Mending saya nggak usah pulang tapi ngirimin uang agak banyak buat anak-anak saya. Lagian, saya juga kalau ke sana nggak mungkin bisa ketemu sama mereka.

 

USY
Emang kenapa, Pak?

 

SUPIR
Anu… setelah saya pisah sama ibunya anak-anak. Dia ngelarang saya buat ketemu sama anak-anak. Setiap dateng pasti ribut. Ributnya juga di depan anak. Saya jadi nggak tega kalau setiap saya dateng yang diinget sama anak-anak cuma saya dan ibunya ribut. Sekarang saya mau nyari duit aja buat mereka, Mbak. Saya nggak mau melihat mereka hidup susah, meskipun kerjaan saya cuma jadi supir taxi online.

 

Hati Usy mencelos. Ternyata supir itu berbeda dengan duda-duda yang selama ini ia temui. Usy seperti mendapat pencerahan kalau masih ada sisa duda baik di luar sana.

  

Cut to


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar