Daftar isi
#1
Prolog
#2
Wartawan Kampung dan Kisah Anak-Anak Hilang
#3
Ibu Kota tak Lebih Kejam dari Bapak?
#4
Jarambah ke Jakarta
#5
Akhir Tragis Anak Layangan
#6
Sosok Bocah di Tengah Demontrasi
#7
Kerisauan di Malam Tragedi
#8
Jalan Panjang Pencarian sang Bocah
#9
Bocah Kelaparan di Tragedi Plaza Klender
#10
Mereka yang Khawatir
#11
Kerinduan Dua Kawan Jarambah
#12
Keluarga yang Kehilangan dan Terungkapnya Masa Lalu Bapak
#13
Kegundahan Seorang Lelaki dan Perjuangan Pro Reformasi
#14
Ibu Kota tak Lebih Kejam dari Bapak
#15
Aku Ingin Pulang
#16
Kembalinya Anak-anak Kampung
#17
Epilog
Apakah Anda akan menghapus komentar ini?
Apakah Anda akan menghapus komentar ini?
Chapter #11
Kerinduan Dua Kawan Jarambah
Bagikan Chapter
(1) "Main ke mana? Ke atas?" (Atas yang di maksud adalah markas di punggung gunung hutan belakang)
(2) "Tidak mau."
(3) "Tidak tahu."
(4) "Ndra, jangan main jauh-jaih ya. Awas jangan ke hutan!"
(5) "Tidak. Kita mau berenang di sungai."
(6) "Ayo."
(7) "Kenapa ya siang-siang begini juga air sungai tuh tetap aja dingin?"
(8) "Itu karena air sungai yang mengalir di sini berasal dari pegunungan, terus melewati hitan-hutan."
(9) "Oh, begitu."
(10) "Pinter kamu tuh ya, Ep."
(11) "Kira-kira si Cecep lagi apa sekarang?"
(12) "Kamu tahu di Jakarta ada kerusuhan?"
(13) "Tidak tahu."
(14) "Kerusuhan gimana?
(15) "Biasa sih. Ada yang demi minta presiden turun."
(16) "Pokoknya rusuh. Katanya ada yang meninggal, mahasiswa. Ada toko-toko di bakar, dijarah...."
(17) "Ndra, kita cari arbei, yuk."
(18) "Tidak jauh. Dekat sungai. Kan dulu bukannya pernah ke sana."
(19) "Ayo."
(20) "Ayo, kita segera mencari, takitbyang lain keburu pada datang."
(21) "Si Cecep lagi apa, ya, di Jakarta?"
(22) "Doakan saja dia selamat. Agar bisa balik lagi ke sini."
(23) "Kangen sama si Cecep."
(24) "Sama."
(25) "Mau lihat?" (kuburan)
(26) "Ayo, kita melihat (melayat) sebentar."
(27) "Maaf, ya, Yud."
(2) "Tidak mau."
(3) "Tidak tahu."
(4) "Ndra, jangan main jauh-jaih ya. Awas jangan ke hutan!"
(5) "Tidak. Kita mau berenang di sungai."
(6) "Ayo."
(7) "Kenapa ya siang-siang begini juga air sungai tuh tetap aja dingin?"
(8) "Itu karena air sungai yang mengalir di sini berasal dari pegunungan, terus melewati hitan-hutan."
(9) "Oh, begitu."
(10) "Pinter kamu tuh ya, Ep."
(11) "Kira-kira si Cecep lagi apa sekarang?"
(12) "Kamu tahu di Jakarta ada kerusuhan?"
(13) "Tidak tahu."
(14) "Kerusuhan gimana?
(15) "Biasa sih. Ada yang demi minta presiden turun."
(16) "Pokoknya rusuh. Katanya ada yang meninggal, mahasiswa. Ada toko-toko di bakar, dijarah...."
(17) "Ndra, kita cari arbei, yuk."
(18) "Tidak jauh. Dekat sungai. Kan dulu bukannya pernah ke sana."
(19) "Ayo."
(20) "Ayo, kita segera mencari, takitbyang lain keburu pada datang."
(21) "Si Cecep lagi apa, ya, di Jakarta?"
(22) "Doakan saja dia selamat. Agar bisa balik lagi ke sini."
(23) "Kangen sama si Cecep."
(24) "Sama."
(25) "Mau lihat?" (kuburan)
(26) "Ayo, kita melihat (melayat) sebentar."
(27) "Maaf, ya, Yud."
Chapter Sebelumnya
Chapter 10
Mereka yang Khawatir
Chapter Selanjutnya
Chapter 12
Keluarga yang Kehilangan dan Terungkapnya Masa Lalu Bapak
Komentar
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar