Suatu hari, Anggik, temanku dari kampung sebelah mendadak main ke rumahku. Biasanya dia ngajakin aku memancing ikan, main layangan, atau petak umpet, gitu. Aku senang sekali karena kami udah lama nggak main bareng.
"Anggik, apa kabar?"
"Baik, kamu tuh sombong banget. Sekarang kok jarang main ke sawah lagi, napa sih?"
"Hehe, aku sering nongkrong di PS-an sekarang. Kamu bisa main PS, nggak? Kalau bisa ntar aku ajak main sawah-sawahan, hehe."
Anggik celingak-celinguk, kebingungan. "Memangnya ada game semacam itu?"
"Ada kok, namanya harvestmoon, artinya panen bulan, hahaha."
"Hahahahachiiinnnggg." Duh, tiba-tiba Anggik bersin, ingusnya mendarat di bajuku, fiuuuhhh. "Oke, kalau begitu kapan-kapan kita main bareng ya, Luca."
"Siap!" kataku dengan penuh semangat. "O ya, tumben kamu mampir ke rumah? Mau ngajakin main layangan?"
"Nggak kok. Tapi, aku mau minta bantuanmu, Luca."
"Bantuan apa, sih?"
"Gini, tadi kan aku lagi main di pekarangan rumahku. Tiba-tiba aku melihat bebek ayahku kejang-kejang gitu. Kamu bisa bantu aku untuk mecari tahu penyebabnya, tidak? Aku takut kalau itu gejala virus H5N1."
"Virus apa itu, Anggik?"
"Ayo kita lihat dulu aja!" Duh, nih anak main tarik aja.
Aku paling nggak suka dengan anak yang satu ini. Selain suka maksa, anaknya cuma datang kalau lagi butuh aja. Ya seperti sekarang ini, nyebelin banget, kan? Tapi ya mesti gimana lagi, nasi sudah menjadi bubur, ya udah aku buat bubur spesial aja. Sekarang aku sudah di rumah Anggik, tepatnya di halaman belakang pekarangan rumahnya.
"Luca, itu lho bebek ayahku yang lagi sakaratul maut. Aku takut kalau bebek ini bakal mati."
Astagfirullohal'azhim.... Eh, salah, maksudku innaillahiwainnaillahi roji'un. Aku kaget banget melihat bebek yang tersungkur kaku, matanya mendelik dan mulutnya megap-megap. "Hmm, kok bisa kayak gitu, ya?"
"Aku gak tahu Luca, yang jelas aku minta bantuanmu untuk mencaritahu penyebabnya."
"Duh gimana, ya? Aku ni bukan detektif. Tapi aku suka misteri, aku akan bantu sebisaku, ya," kataku berlagak seperti detektif Conan yang siap memecahkan kasus. "Sekarang kamu ceritakan kronologinya."
"Jadi gini, bebek hitam ini tadi menindih bebek itu," kata Anggik sambil menunjuk bebek putih yang sedang makan. "Aku tu paling nggak suka kalau ada penganiayaan, Luck. Masa bebek hitam ini di atas sedangkan bebek putih di bawah. Bebek putih mendesah-desah kesakitan gitu, lalu tiba-tiba ada semacam kelenjar keluar dari anus bebek hitam. Terus aku ambil pasir dan langsung kutaburkan pada kelenjar itu. Akhirnya jadi tepar kayak gini deh."
"Ya ampun, Anggik. Parah banget kamu mengganggu dua spesies yang dimabuk cinta. Mereka berdua lagi kawin, Goblok!"
"Kawin?" Aku mengerutkan keningnya.
"Iya. Dia nggak mati kok, cuma teler aja. Dan sekarang ini lagi mimpi basah kayaknya."
"Mimpi basah itu apa, Luck?"
Duh, ni anak katrok banget, deh. "Di sekolah, pelajaran IPA kamu nyampe bab apa, Anggik?"
"Simbiosis-simbiosis gitu, Bro," jawab Anggik.
"Oh gitu ya. Nanti kalau udah sampai bab sistem reproduksi pasti kamu tahu, kok," kataku sok pintar.
"Oke, tapi mimpi basah tu apaan sih, Luck? Sumpah, aku gak ngerti."
"Ya kayak gitu pokoknya, kalau kita tidur terus celana dalam kita basah-basah dikit, gitu."
"Oh, ngompol. Bilang dong dari tadi."
"#@,@#"