Flash Fiction
Disukai
0
Dilihat
16
Sebelum hati meranggas
Romantis
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Dua cangkir kopi dengan aroma nusantara kutenggak hingga tandas tak tersisa, bayang-bayang embun yang masih perawan bergelayutan manja dibuah-buah kopi berwarna merah merona. Tangan-tangan pribumi yang sabar, memetiknya dengan ikhlas. Seolah bayi yang tertidur dengan pulas dalam angon, diayunkannya perlahan, takut dia terbangun. Kopi itu bagaikan bayi mereka meletakkannya dalam keranjang dengan penuh kehati-hatian dengan penuh kasih sayang. Meski hasil yang telah dituai akan berlayar melewati samudera yang jauhnya beribu-ribu kilometer, berbulan-bulan perjalanan hingga mendarat di tanah orang asing. Malang nian nasib kopi bersama sanak saudaranya cengkih, lada, kapulaga, kayu manis. Mereka dibawa jauh dari tanah pengasuhan. Orang-orang Eropa girang bukan kepalang mencium aroma nusantara yang berpariasi.

Kapal-kapal bangsa Belanda terus-menerus melibas samudera. Barang tentu air laut pun sudah mengenal aroma kopi yang tertinggal di lautan, aroma cengkih yang menyeruak menusuk hidung, aroma lada yang berani dan tegas juga aroma kayu manis yang romantis. Boleh jadi semua-muannya itu menjadi salam perpisahan.

Dua cangkir kopi rupanya cukup mengobati rasa rindu pada tanah kelahiran. 17 jam aku duduk di cafe ini kawan, selama 17 jam pula sudah ada puluhan kertas yang kubuang kedalam tong sampah.

"Tak berperikekertasan!" Begitu mungkin kata kertas padaku

Tuk

Tuk

Tuk

Wajah bermandikan cahaya rembulan cantik bukan buatan, perempuan bergaun merah darah bertopi merah muda dengan renda-renda mahal yang menghiasi ujung gaunnya, kutaksir harganya bisa untuk membeli sepuluh karung beras. Perempuan itu memasuki cafe berjalan dengan anggun, matanya berkilatan menyilaukan mataku.

Dia duduk di samping mejaku diletakkannya topi merah muda itu di atas meja, aku tak mau kalah akan kupikat dia dengan karismaku. Aku membenarkan kerah bajuku, meski sebagian dada kurusku terlihat karena dua kancing teratas tanggal begitu saja saat kusentuh. Tak mau berkecil hati, aku berkata pada diriku sendiri "Bahwa ini adalah gaya busana abad ini". Ku tuangkan minyak biji matahari yang ada dibitol kecil sedikit pada kepalaku, agar rambutku yang aut-autan klimis seperti bangsawan Eropa.

Akan kumulai aksiku

Bersambung..

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Romantis
Rekomendasi