Aku terbangun dan masih melihat gelap. Hawanya juga masih tetap sama, masih pengap. Aroma busuk tercium lagi di sekitar dinding yang lembab. Kata Bos-ku, aku dititipkan dengan seseorang yang waras akalnya, tapi kupikir—dia butuh pengobatan. Dia tidak belajar tentang adab.
Aku kembali berusaha menendang dinding yang selama ini menjadi penjara menjijikkan. Hasilnya tetap sama, aku tidak menemukan jalan keluar. Justru dipukul balik—disertai makian yang menyakitkan hati.
Makanan? Selalu disajikan, tapi tidak layak dikonsumsi. Hasilnya membuat tubuhku seperti terbakar. Apakah aku tetap memakan racun yang diberikan? Tentu saja. Aku tidak punya pilihan lain. Aku harus tetap bertahan sampai akhir—untuk membuktikan bahwa, dia tidak bisa membunuhku dengan mudah.
Selama berbulan-bulan aku mempelajari ruangan sempit ini. Aku menemukan satu titik—mungkin bisa dijadikan jalan keluar. Aku menerobosnya kuat hingga membuat wanita itu berteriak ketakutan.
Aku tidak bisa berhenti—karena memang inilah waktuku menghirup udara bebas.
Akhirnya aku keluar dari penjara mengerikan. Aku berteriak girang menyambut dunia kebebasan. Karena terlalu bersemangat, aku lelah sendiri dan tertidur lelap di atas tanah dingin yang berlumuran dengan cairan kental berbau amis.
Namun, kebebasan ini tidak berlangsung lama.
Tiba-tiba tubuhku berada di tempat berbau menyengat. Lalu, sesuatu berlendir menjilati wajahku dengan penuh nafsu. Taringnya berkilauan akibat sinar bulan purnama. Hembusan napasnya membuat sekujur tubuh polosku menegang hebat.
Aku ketakutan.
Sungguh, aku lebih takut ketimbang dipenjara bersama wanita muda itu. Tapi, kata malaikat di sampingku—setelah bermain dengan paman biawak, aku mau diajak main ke surga.
TAMAT