Flash Fiction
Disukai
5
Dilihat
121
Summer Rain
Drama
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

"Aku, aku pemenang dalam bertahan dalam penderitaan. Aku bertahan dalam diam dan tak ada yang menyadari dari semua gelak tawaku." Kala berjalan dengan kaki yang kuat memijak setiap ubin yang dilewatinya.

"Seperti cicak yang melepaskan ekornya, namun tetap kembali tumbuh. Terasa seperti rumah. Seperti tidak ada yang menyadarinya." Kala membuka pintu kelas dengan keras. Semua mata beralih kearahnya. Melihat kilatan marah dari matanya yang memerah.

Ia berdiri dengan tegap menatap pria yang menghentikan tawanya melihat kedatangannya. Wajahnya berubah seketika ketika plastik berisi air es itu meluncur dari tangannya. Jatuh tepat di wajahnya, menamparnya dengan air es jeruk dan bongkahan es batu didalamnya.

Belum sempat ia mengamuk, Kala menunjuknya dengan jari tengahnya. Pria itu meluap, berlari dengan cepat kearahnya dan mendorongnya menabrak papan tulis.

"Kau sudah gila rupanya." Kala tersenyum miring, menepuk pipi pria itu dengan pelan.

"Apa sekarang aku sudah tidak lucu lagi untukmu?." ucapnya kemudian mendorong pria itu dingin.

Kala berjalan keluar, melepaskan ekor rambutnya yang sesak. Melepas beban didadanya. Menyentuh rambutnya yang terpotong acak-acakan.

Ia mendongak. Menatap selimut abu-abu yang terbentang diatasnya. Dengan kapas putih yang bergerak cepat diatasnya. Nafasnya terdengar berat dan keringat mengucur dilehernya.

Tes..

Air jatuh dipipinya. Dengan gusar ia berjalan mencoba menghindari dia yang sudah ia duga akan datang.

"Pergilah, kau membuatku kesal. Perasaan ini tidak nyaman." Kala terus berjalan tanpa menoleh kebelakang.

"Aku hanya mau bersamamu."

"Cukup. Apa yang mau kau tau? Dia yang menghabisiku. Atau aku yang sudah kehilangan harga diriku." Ia berhenti. Berucap dengan suara tinggi dengan tangan yang perlahan mulai bergetar.

"Kenapa kau selalu ada di waktu yang tidak pernah kuduga. Kenapa harus disaat secerah ini dimana aku harus bahagia. Kenapa?." Kala menaikkan kembali ekor rambutnya. Mengikat rambut yang berantakan itu dengan asal. Kemudian menghela nafas dengan berat.

"Pergilah, aku baik-baik saja. Lihatlah, bahkan cuaca membaik seperti yang aku duga." Kala memaksakan senyumnya.

"Karena kamu tidak menangis bukan berarti kamu tidak sedih."

"Lalu hanya karena aku tersenyum bukan berarti aku bahagia? Begitu?." Balas Kala cepat.

"Tanyakan pada dirimu sendiri, apa kau baik-baik saja? Bahkan, kadang kau menumpuk perasaanmu hingga kau sendiri tidak sadar bahwa kau kesakitan. Itu sesuatu tentang manusia yang tak aku mengerti. "

Rintik hujan mulai membasahinya perlahan. Ia sudah tahan. Ia segera berbalik, matanya sudah memerah menahan air mata yang ia tahan sejak tadi. Ia tidak ada disana, tapi ia juga ada disana.

"Kau tau, ini terjadi pada semua orang, karena itu kau merasa kau ingin menyakiti dirimu sendiri. Lebih baik aku memelukmu dari pada kau bertahan sendirian."

Kala memedar. Tangannya mengusap air matanya yang mulai turun tanpa seizinnya.

"Jangan khawatir, aku akan berusaha membuat mereka tidak tau kalau kau menangis."

Kala menutup mulutnya. Menekan suara tangisnya ditengah hujan yang mulai semakin deras. Menutupi isakannya.

"Kenapa kau yang bisu, bisa membisukan suara tangisku?."

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Bagus diksinya pas, mudah dicerna.
Makasih banget kak komentarnya... Membangun sekali. Sukses selalu kakak.
Bermula dari suka puisi kah ?.
Sederhana nya ingin mempuisikan sebuah cerita. Yuk coba belajar sastra, mungkin akan semakin membantu imajinasi pola bahasanya.
Koment saya bagus, ada karakter didalamnya. Kritik tidak ada, saran, saya sendiri sebenarnya butuh banyak masukan, jadi marilah bersaran bersama dan belajar bersama. Semangat
Boleh yuk, kalo pilek tanggung sendiri ya. Hehe
Hai Monita, yuk main hujan-hujanan
Saya suka bahasanya
Rekomendasi dari Drama
Rekomendasi