Ditulis 25 Oktober - 12 November 2025
Mengandung konten dewasa. Boleh dibaca bagi yang sudah teredukasi terkait seks dengan baik.
"Kamu kenapa?"
Aku seorang ibu rumah tangga dengan dua balita yang sedang aktif- aktifnya. Punya pekerjaan paruh waktu yang cukup untuk memenuhi kebetuhan rumah tangga. Sekadar makan, minum, mencuci serta kebutuhan sandang. Untuk kebutuhan lain seperti rokok, SPP anak, amplop untuk ke hajatan dan lain sebagainya di-handle oleh keuangan suami yang bekerja dari pagi jam 8 sampai jam 4 sore di kantor perusahaan swasta. Sisanya ditabung untuk dana masa depan. Sebuah kesepakatan yang sudah dijalani 5 tahun ini. Aku sibuk di rumah, mengurus dua balita tak bisa dibilang mudah. Makan, mandi, main adalah hal mudah dan simpel bagi orang-orang dewasa. Tapi untuk anak-anak? semua yang mereka lakukan serba drama. Drama menguras air di bak sampai habis. Drama membuang-buang makanan, drama lari-lari sampai jalanan, hingga drama-drama lain yang tak terelakkan. Segala drama yang membuatku tak punya cukup waktu untuk diriku sendiri, apalagi untuk bermain ke rumah teman seperti para bapak yang masih bisa pergi kesana kemari dengan alasan nongkrong, ngopi, mancing. Aduhai! Namun, aku betuntung. Ada satu sosok spesial yang rela ke rumah dan menemani masa-masa payahku menjadi ibu. Bagiku, dia lebih dari sekadar teman.
"Aku gak tahu. Satu minggu ini suamiku berubah." Aku mendengus lalu memerhatikan si adik yang kini sedang tenang menyusun mainan balok. Aku berharap ketenangan itu akan berlangsung lama meskipun sepertinya itu mustahil. Aku tahu betul bagaimana tipe anakku. Dia mudah bosan.
Tunggu saja, sebentar lagi dia akan menciptakan sebuah drama dimana memaksaku menjadi salah satu lakon dari ciptaannya.
"Berubahnya gimana?" Temanku mengambil mainan balok, menyusunnya sampai tinggi. Membuat anakku meliriknya dengan merengut.
Itu mainanku, jangan direbut!
"Aku rindu sentuhannya." Ada banyak yang ingin kujawab. Tapi menjelaskan terlalu banyak adegan vulgar, tentu saja tak etis. Apalagi di depan anakku.
"Dia gak seintim dulu?" Jelasnya dengan alis terangkat.
Aku mengangguk, mengiyakan.
Anakku mulai bangkit dari duduk. Merengek, menunjuk mainannya yang sudah diambil tanpa permisi.
"Kembalikan mainan anakku. Dia belum mau berbagi. Dia sedang di fase mempertahankan miliknya."
Kuambil paksa mainan yang di depan temanku. Kuberikan pada anakku dengan wajah bak pahlawan.
Temanku tersenyum meledek. Lalu bertanya, "Terus? udah kamu komunikasikan? kan itu tuh yang sering kamu bilang. Komunikasi komunikasi komunikasi. 90 persen suami istri itu komunikasi. 10 persennya seks.!" Kekehnya.
Aku mendelik padanya. Kata terakhir yang dia ucapkan tak boleh asal sembarang dikeluarkan. Ini area anak-anak.
Dia merapatkan mulutnya cepat-cepat.
"Belum. Lebih tepatnya, dia sering tiba-tiba menangis saat tidur. Memeluk guling erat-erat- memunggungiku. Dan selalu pura-pura sibuk, tergesa-gesa ke kantor tanpa bisa ku...