Disukai
0
Dilihat
1,043
Our Last Summer
Romantis

“Kenapa kamu ngejauhin aku?”

“Kamu tau kan alasannya kenapa, apa perlu aku jelasin?” tanyaku dengan tegas padamu.

“Kamu gak mau coba dulu Rey?”

“Apa yang mau dicoba? Jangan bodoh deh Nang, kamu ngertikan gimanapun kita mencoba akhirnya tetap gak akan bisa bersama.”

“Tapi kamu juga suka sama aku kan Rey?” aku hanya diam, kemudian berpaling pergi meninggalkanmu yang menunggu jawaban dariku. Iya Nang, aku memang suka sama kamu. Sejak kamu minjemin aku buku Pengantar Antropologi waktu itu, aku udah tertarik sama kamu. Berkali-kali ketemu kamu di acara jurusan rasa itu semakin tumbuh Nang. Namun seketika bunga yang aku rawat dengan baik dan berharap mekar tiba-tiba saja layu ketika aku mendengar bahwa kamu harus ke Gereja pada minggu itu. Kesalahan terbesarku waktu itu adalah tidak mencari tahu terlebih dahulu agamamu apa, aku terlalu yakin bahwa kita seiman hingga aku tidak memberi batas sedikitpun akan perasaanku padamu. Sepanjang jalan ke rumah, aku berusaha untuk tidak menangis. Aku tidak suka manusia lain menganggap aku menyedihkan meskipun itu kenyataan yang sebenarnya.

Setibanya dirumah aku langsung sholat Ashar, tangisku pun pecah ketika berdoa kepada-Nya. Aku bertanya-tanya kenapa Tuhan mempertemukan aku dengan Danang? Kenapa yang berbeda iman bisa semenarik itu Tuhan? Kenapa aku baru taunya belakangan?

Dari saat itu, aku berusaha untuk jaga jarak sama kamu. Aku berusaha untuk dekat sama Fahmi biar kamu pikir aku suka sama dia. Padahal enggak Nang, ini cuma cara aku biar kamu gak deketin dan kemudian lupain aku. Kupikir cara itu cukup berhasil karena beberapa bulan setelah itu kamu tidak lagi mendekatiku dan selalu menghindar, hingga saat kelulusanku kamu juga tidak datang, entah aku harus bahagia atau sedih Nang.

Beberapa tahun kemudian aku mendengar Danang akan menikah, namun sampai hari ini aku tidak mendapatkan undangan dari Danang. Yah, mungkin Danang belum siap melihatku lagi pikirku. Seperti hari-hari lainnya, aku naik kereta untuk pergi ke kantor. Tanpa ku duga semesta mempertemukan aku dan Danang, ia tepat duduk di sebelahku. Ia tersenyum ketika melihat ku yang duduk disampingnya.

“Kamu gak berubah ya Rey,” ucapnya memulai percakapan.

“Gak berubah gimana? Kamu gak liat disini udah ada kerutan?” ucapku seraya menunjuk ke pelipis mataku.

“Bukan, bukan itu maksudku. Kamu tetap bawa tumbler kemanapun kamu pergi,” aku tersenyum. Ah, ternyata dia masih ingat dengan kebiasaanku.

“Wah, ada yang diam-diam mau nikah nih,” ucapku mengalihkan perhatian. Kamu terdiam sebentar mendengar perkataanku barusan.

“Kamu tau dari mana?”

“Yah tau lah, kan kita seangkatan. Kamu beneran gak ada niat untuk ngundang aku?”

“Mmm, sorry. Bukannya aku gak mau ngundang kamu, aku pikir kamu gak mau lagi berhubungan sama aku,” tiba-tiba saja keheningan datang diantara kita. Aku tidak tau harus mengatakan apa lagi karena banyak sekali yang ingin kuceritakan padamu. Sejak kita menjauh duniaku berubah Nang, ada yang kosong dan sampai sekarang masih tetap sama.

“It’s okay kalau kamu berpikir kayak gitu,” ada sedikit sesak di dadaku, entah karena aku ketemu kamu lagi atau entah karena aku tau kalau kita memang benar-benar gak bisa bersatu. Sepertinya aku harus terus terang sama kamu, dimulai dari saat kita berpisah. Karena aku yakin perpisahan harus dengan cara yang baik, agar semuanya jelas dan selesai sampai disini.

“Nang, aku mau ngomong sesuatu,” ucapku dengan serius, tapi aku hanya menatap lurus ke depan karena aku tak berani untuk melihat matamu.

“Anggap aja ketika kereta ini berhenti, semua omongan aku ke kamu gak ada artinya lagi. Intinya cukup di kereta ini kita bahas ya, ketika aku turun kita lanjutin hidup kita masing-masing seperti biasanya,” kamu hanya diam, tetapi aku tau kamu mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulutku.

“Nang, maaf, kenyataannya dulu aku juga suka sama kamu. Tapi aku tau bahwa jika kita lanjutin pun hubungan kita, lama-lama kita hanya nyakitin satu sama lain. Aku gak mungkin memaksa kamu buat seiman denganku, dan begitu juga sebaliknya. Aku gak pernah menyesal sedetikpun untuk kenal kamu dan aku mensyukuri setiap detik yang aku lalui sama kamu. Aku gak pernah pacaran sama Fahmi, itu hanya salah satu cara yang aku lakuin biar kamu lupain aku. Tunggu, aku ngomong kayak gini gak ada niatan buat gagalin pernikahan kamu, kalau aku mau gagalin harusnya ketika aku tau kamu akan nikah aku segera hubungi kamu.”

“Iya, aku tau kamu gak ada niat buat gagalin pernikahan ku.”

“Udah, itu aja Nang. Rasanya lega ya bisa ngungkapin apa yang selama ini dipendam,” ucapku dengan senyum yang tetap tak melihat kearahmu.

“Aku juga mau minta maaf Rey,” aku terheran mendengar ucapan Danang, minta maaf buat apa? Rasanya dia gak ada salah. Namun aku tetap memberikan dia kesempatan untuk menjelaskan.

“Maaf aku gak datang pas wisuda kamu waktu itu, sebenarnya aku datang, udah bawa bunga malahan. Tapi nyali aku langsung ciut Rey pas ngeliat dari jauh kamu dan keluarga kamu, tiba-tiba aja aku gak mau lagi membuat kamu sedih dengan perbedaan yang kita miliki, yang gimanapun caranya gak akan bisa bersatu. Kamu paham maksud aku kan? Aku cuma gak mau kamu jadi susah lupain aku, meski sebenarnya aku butuh waktu lama buat ngelupain kamu Rey.”

Andai kamu tau Nang, kamu adalah orang yang aku tunggu-tunggu memberikan bunga padaku ketika aku wisuda. Ya, keputusanmu sudah tepat Nang.

“Gak papa Nang, toh sekarang semuanya sudah berlalu. Kamu hidup dengan baik ya, siapapun gadis cantik yang bisa memenangkan hati kamu itu, yang akan bersanding dengan kamu, dia gadis yang beruntung Nang. Kamu jaga dia ya,” Danang hanya mengangguk pelan.

“Kamu gimana Rey? Udah ada calonnya?”

“Doain aja Nang, nanti kalo udah ada aku bakal kasih tau kamu kok. Tapi jangan kaget ya, hehe.”

Gimana aku bisa buka hati untuk orang baru, kalo perasaanku saja belum kelar sama kamu Nang. Tapi aku harap dengan pertemuan ini, perasaanku selesai. Berakhir ketika aku keluar dari kereta ini, karena aku sudah menyampaikan yang sebenarnya padamu. Kereta tiba di pemberhentian tempat aku turun, aku pamit kepadamu dan berbisik mengatakan mungkin ini pertemuan terakhir kita Nang. Kamu tampak terkejut, namun tidak menahanku pergi. Karena kita sama-sama tahu bahwa ini jalan yang baik bagi kita. Senang bisa bertemu kembali dan sempat mengenalmu Nang. Sampai saat ini pun kamu juga gak berubah, sama-sama memakai sepatu hitam dan rambutmu tetap dikuncir.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Romantis
Rekomendasi