Orang-orang itu selalu melihatku dengan tatapan menjijikkan. Seakan mereka tahu rasanya menjadi orang sepertiku. Sialan, tahu apa mereka? Orang-orang macam mereka memangnya punya hak melihatku seperti itu. Tidak!
Mereka itu cuma sampah. Biar hidupku sekarang begini, aku itu dulunya orang kaya. Aku adalah orang yang disegani, orang yang berpengaruh.
Sedangkan mereka, mereka hanya orang udik dan kampungan—dengan mata menjijikkan! Ya, aku tak akan pernah puas mengatakan betapa jijiknya aku dengan mata-mata itu. Tidak akan pernah. Untuk itu, mereka pantas mati. Hilang dari sini, hilang dari pandanganku.
Karena beberapa sebab, saat ini aku harus tinggal sendirian di sebuah rumah susun kecil—tiga lantai—yang berada di pinggiran kota. Di satu lantai bagunan ini terdapat enam ruangan yang disewakan.
Ruanganku sendiri berada di lantai tiga—nomor delapan belas, paling ujung dari tangga. Begitu pula dengan lima orang yang kusinggung sebe...