Selamat Tidur Pagi
4. BAB 3 : Siti

TEKS : BAB 3 SITI

 

FADE IN:

20. INT - RUMAH JANUS - SELANJUTNYA

 

Siti tampak kebingungan harus melakukan apa di ruang tamu rumah Janus. Suara istri Janus di kamarnya terdengar merintih-rintih.

Sebentar, beberapa tetangga perempuan memasuki rumahnya untuk menjenguk dan menemani Sarah, istri Janus.

Siti mendengar, Sarah memanggil-manggil nama suaminya, dari kamar.

 

SARAH

Mas Janus! Mas Janus! Sakit!

 

TETANGGA

Neng Siti, Mas Janus-nya sudah

dihubungi?

 

SITI

Sudah. Dia katanya mau pulang.

 

TETANGGA

Atau kita bawa aja langsung Neng

Sarahnya ke rumah sakit.

 

SITI

Tapi, saya sudah kadung bilang sama

Mas Janus.

 

TETANGGA

Berapa lama dia sampai ke sini?

 

SITI

Enggak tahu, Bu. Katanya masih di

jalan!

 

Siti sedikit senewen; antara melihat ponselnya dan melihat keadaan kakaknya. Ia akhirnya duduk di kursi ruang tamu. Mendengar suara kakaknya yang sedang kesakitan: masih menyebut nama suaminya.

Sebentar, ia keluar dari rumah. Celinguk-celinguk di serambi. Beberapa tetangga rumah susun menanyai keadaan kakaknya.

Malam di lantai tiga rusun tersebut mendadak meramai.

CUT TO:

 

21. INT - RUMAH SUSUN - SELANJUTNYA

 

Motor Janus tiba di depan rumah susun. Dengan terburu-buru, dia lantas memarkirkan motornya di depan serambi rumah tetangganya, yang berada di lantai satu rumah susun.

 

JANUS

Maaf! Numpang parkir, istri saya

mau melahirkan!

 

TETANGGA

Cepat, kalau begitu!

 

Janus segera melepas helm. Menurunkan resletingnya. Ia lantas lari terburu-buru. Naik ke anak tangga dengan cepat, hingga dirinya berada di lantai tiga rumah susun.

Janus berjalan cepat menelusuri lorong rumah susun. Ia lantas melihat depan rumahnya tampak ramai oleh suara. 

SITI

Mas Janus!

Adik iparnya keluar dari rumah. Janus berlari ke arahnya. Ia melihat ke dalam rumahnya dipenuhi oleh ibu-ibu, dan satu dua seorang tetangga lelaki, kerabat dari ibu-ibu itu.

 

JANUS

Dari kapan Sarah mules? (memasuki rumah)

 

Napas Janus tampak terengah-engah.

 

SITI

Tadi sore juga sudah mulai sering mengeluh. Katanya, bayinya seperti mau keluar.

 

TETANGGA

Mas Janus, ini istrinya mau melahirkan. Cepat dibawa ke rumah sakit, daripada brojol di sini!

 

JANUS

Iya Bu. (kebingungan)

 

SARAH

Mas Janus! Mas Janus! Sakit!

 

Janus segera melewati tiga tetangganya. Ia lantas memasuki kamar dan menghambur ke istrinya.

 

JANUS

Sayang. Tahan sebentar, Sayang.

 

Janus langsung membelai kepalanya, memngusap-usap lengannya.

 

SARAH

Sakit, Mas. Anak kita ... Anak kita mau keluar!

 

JANUS

Kita ke rumah sakit, ya. Sarah.

Sayang?

 

Janus melihat peluh di kening istrinya. Ia menyekanya, meniup-niup wajahnya.

 

JANUS

Tarik napas yang dalam.

 

SARAH

Uuuuh, uuhh, Mas. Anak kita...

 

JANUS

Kita ke rumah sakit?

 

SARAH

Tapi? Aduh...

 

Janus sebentar ke luar kamar. Ia tampak senewen. Tiga tetangganya terus memaksanya agar Janus cepat membawa Sarah ke rumah sakit.

Sesaat, Siti menghampiri kakak iparnya. Wajahnya pun tak kalah senewennya.

 

SITI

Kenapa? Kita bawa Mbak ke rumah

sakit? Ayo!

 

JANUS

Tapi, aku harus cairkan duit dulu.

Aku enggak ada duit buat ...

 

SITI

Mas... Masalah duit gampang. Aku

ada. Jangan dipikirkan. Aku ada

banyak.

Janus terdiam sesaat, menatap Siti serius.

 

JANUS

Maksudnya?

 

SITI

Nanti aku ceritakan di rumah sakit. Sekarang, bawa Mbak Sarah ke rumah sakit, takutnya terjadi apa-apa.

Janus melamun sesaat, sembari terus mendengar rintihan istrinya juga paksaan para tetangganya.

 

TETANGGA

Kamu ini gimana sih jadi laki...

Cepat, bawa istrimu!

 

JANUS

Iya, Bu! Baik, baik... Tolong, Mas, Bu, bisa panggilkan angkot atau apa gitu! Saya tidak bisa bawa Sarah pakai motor.

 

TETANGGA

Baiklah. Nanti kita pakai mobil

baknya Om Sugeng saja.

 

JANUS

Boleh.

 

TETANGGA

Kau bisa menyopir?

 

JANUS

Bisa.

 

SITI

Tapi, lebih baik Om Sugeng yang nyopirin. Dalam keadaan gini, Mas Janus bisa tidak konsentrasi. Bahaya.

 

TETANGGA

Ya sudah... Hey, panggilkan Om Sugeng supaya menyiapkan mobil baknya di bawah. Bilang, istrinya Mas Janus mau melahirkan, Cepat! Sebelum brojol!

 

TETANGGA LELAKI

B-baik, Bu.

 

Dua tetangga lelaki Janus segera berlari ke luar rumah. Janus kembali ke kamar menuju istrinya. Menenangkan istrinya.

 

JANUS

Siti, siapkan baju-baju kakakmu.

Enggak usah bawa banyak-banyak.

 

SITI

Ya, ya.

 

Siti segera masuk ke kamar Sarah. Ia membuka lemari, mengambil tas, lalu mengambil baju-baju kakaknya untuk dimasukkan ke dalam tas besar itu.

 

JANUS

Yang penting pakaian dalam, jangan lupa dibawa.

 

SITI

Iya.

 

Sebentar, Janus melirik ruang tengah rumahnya. Ibu-ibu tetangga itu telah keluar rumah. Lalu pandangannya lantas terarah ke Siti yang tampak berpeluh memberesi baju-baju kakaknya. Janus tampak serius melihat celana dalam istrinya yang robek-robek, serta karetnya sudah keleweran, sedang dilipat oleh Siti.

 

JANUS

Siti... Jangan bilang kamu mencuri lagi.

 

SARAH

Apa! Uuuuh! Apa Mas?!

 

JANUS

Kamu tenanglah. Kita sebentar lagi ke rumah sakit.

 

Siti tak menanggapi tuduhan kakak iparnya. Ia terus merapikan baju di lemari. Lalu menutup lemarinya dengan cukup kencang. Menutup resleting tasnya, pun dengan sangat cepat. Ia lalu berjongkok di depan tas itu, menatap kakak iparnya sambil menyeka peluh di keningnya.

 

SITI

Terserah, Mas Janus mau berkata

apa. Ini semua untuk ...

 

JANUS

Jadi benar?

 

SITI

Aku tidak bilang itu benar.

 

JANUS

Lalu maksudnya punya banyak duit itu apa? Kamu baru saja dipecat dari restoran. Sekarang, tiba-tiba bilang punya banyak duit.

 

SITI

(menatap Janus) Enggak usah dipikirkan... Sudah kubilang nanti aku akan cerita begitu Mbak Sarah sudah ditangani dokter.

 

Siti terus mengelak. Ia beranjak dari jongkoknya, berjalan ke ambang pintu.

Janus melihat istrinya merintih-rintih. Menarik-narik kemejanya.

 

JANUS

Sabar, Sayang... Sebentar lagi kita ke rumah sakit.

 

SARAH

Aduh! Sayang! Bayinya, terus

mendesak-desak. Ah! Sakit!

 

Siti melihat kakaknya dari ambang pintu kamar.

Tak lama, mereka mendengar tetangganya menyuruh mereka bertiga agar cepat turun ke bawah. Mobil baknya sudah disiapkan.

Siti dan Janus tampak mulai bergegas. Janus dengan hati-hati memapah istrinya yang masih bertarung dengan rasa mulasnya. Tangan lelaki itu menggapai-gapai seorang tetangga, agar dia bersedia membantu.

 

JANUS

Kunci pintu, Ti.

 

Siti menuruti perintah kakak iparnya. Kemudian kunci rumah itu diberikan kembali kepada Janus. Dalam kerepotan, Janus memasukan kunci itu ke dalam saku celana panjangnya.

 

SARAH

Sakit! Uuuh... Uuuuh! Ketubanku

pecah kayaknya!

 

JANUS

Sabar, Sayang. Sabar. Jangan beranak di sini dulu. Ya Tuhan...

 

Mereka susah payah memapah istri Janus melalui anak tangga, dari lantai tiga hingga ke lantai satu. Tetangga yang memapahnya tampak kelelahan. Siti dengan cepat lantas menggantikan tugas itu, sembari di tangan lainnya sibuk menenteng tas besar.

Beberapa tetangga terbangun melihat kehebohan tersebut. Mereka saling mendoakan agar persalinan istri Janus berjalan lancar.

Om Sugeng, pemilik mobil itu lantas berlari kecil menyambut mereka dari gerbang rumah susun. Lelaki penjual kambing dan sayur itu lantas membantu Janus dan Siti untuk menaikkan Sarah ke mobilnya.

 

SUGENG

Biar Mas Janus dan istrinya di depan. Mbak Siti bisa di belakang, di bak mobil. Nggak apa-apa, kan?

 

SITI

Ya. Cepatlah berangkat.

 

SUGENG

Apa tetangga-tetangga yang lain ini mau pada ikut?

 

Para tetangga menggeleng.

Janus segera memapah Sarah ke jok depan mobil bak tersebut. Sugeng membantunya dengan sangat hati-hati. Sementara Siti lantas naik ke bak mobil. Beberapa tetangga membantunya membawakan tas. Siti segera meraihnya.

 

SUGENG

Sudah, Mbak Siti?!

 

SITI

Sudah, Pak!

 

Janus tampak ketakutan ketika melihat istrinya mulai melemas karena kelelahan. Ia menyeka peluh-peluh di kening istrinya. Membelai-belai rambutnya.

 

JANUS

Yang kuat, Sayang...

 

Sementara itu, Siti duduk bercangkung di bak mobil. Ia pamit dan mengucapkan terima kasih kepada para tetangga itu.

Mesin mobil pun menyala.

Siti tampak berwajah cemas di belakang bak mobil

Sebentar-bentar wajahnya menatap ke tempat Janus dan Sarah.

Sebentar pula, mobil melaju meninggalkan rumah susun. Para tetangga melambaikan tangan sembari mendoakan keselamatan Sarah dan anaknya.

Perlahan-lahan, Siti dan mobilnya mengecil di tengah malam yang temaram.

Di kejauhan, wajah Siti tampak muram.

 

FADE OUT

FADE IN:

 

22. INT - KORIDOR RUMAH SAKIT - SELANJUTNYA

 

Siti duduk di ruang tunggu. Di pangkuannya ada tas bahu kucelnya. Di bawah bangku ada tas besar berisi pakaian kakaknya.

Ia duduk melamun. Kadang melihat beberapa perawat hilir mudik.

Sebentar, perempuan itu melihat Janus baru saja mengobrol dengan seorang dokter dan perawat di ujung koridor; tepatnya di depan ruang bersalin.

Masih terdengar pula suara Sarah menjerit kesakitan.

Tak lama, Janus berjalan menghampirinya. Siti segera memalingkan pandang ke ujung koridor yang lain.

Janus datang dengan lunglai. Ia menatap Siti serius sambil berkacak pinggang, lalu duduk di sampingnya. Siti kembali memalingkan pandangnya. Kali ini ia menatap lantai koridor.

Mereka berdua melamun sembari mendengar segala hiruk-pikuk rumah sakit...

 

SITI

Kira-kira anaknya nanti laki atau

cewek. Mas belum periksa USG?

 

JANUS

Mana ada duit aku, Ti.

 

Mereka kembali diam. Janus tampak mengembuskan napasnya.

Siti melihat kakak iparnya terlihat kucel.

 

SITI

Jadi ...

 

JANUS

Apa?

 

SITI

Ya... Aku dapat dompet.

 

JANUS

(mendengus)Terus?

 

SITI

Ya, aku dapat duit dari dompet itu.

 

JANUS

Kamu mencopet di mana?

 

SITI

Di restoran hotel. Tempat bekerjaku dulu.

 

Janus menatap adik iparnya itu serius, lalu beranjak dari duduknya. Ia berdiri di depan dinding--tepat di hadapan adik iparnya. Sesaat, Janus bersender pada dinding tersebut.

 

SITI

Aku pun enggak mau tadinya. Tapi kawanku, yang tahu aku suka-- Maksudku pernah punya riwayat mencuri, menawariku pekerjaan itu.

 

JANUS

Pertanyaannya, kok bisa?! Kenapa

kamu nggak berpikir jauh dulu

sebelum memutuskan iya atau nggak?!

 

SITI

Entah. Aku niatnya minjem duit, tapi dia malah menawariku pekerjaan... Tapi, kawanku itu katannya kenal Mas Janus. Sangat kenal.

 

JANUS

Sangat kenal? Siapa? Namanya siapa?

 

SITI

Natasha.

 

JANUS

Bagus sekali. Asal kamu tahu, aku belum pernah punya kenalan bernama sebagus itu. Jangan berbohong, Ti.

 

SITI

Aku nggak bohong! Katanya, orang yang dompetnya kucuri itu adalah seorang pebisnis. Dia kliennya...

 

Aku pikir, dia punya pekerjaan yang sama denganmu, Mas. Atau memang dia memang menjual diri... Aku enggak tahu. Pikirannya memang kadang suka konslet begitu... Aku duga dia pun memalsukan namanya.

 

JANUS

(mengembuskan napas)Aku enggak tahu harus ngomong apa lagi. Aku capek, Ti. Belum lagi habis ini aku harus kembali kerja, harus menemui seseorang.

 

Janus menjongkok. Menutup wajahnya. Ia berusaha mengusir rasa cemas.

 

JANUS

Berapa kau ambil duitnya?

 

SITI

Orang yang katanya mengaku kenal denganmu memberitahu aku pasword kartu debitnya. Katanya isinya bisa miliaran.

 

JANUS

Ah, kamu gila! Bagaimana kalau dia mencari kita! Gila kamu! Asli, gila! Uang besar pasti meninggalkan jejak. Bodoh sekali!

 

SITI

Aku tidak ambil sampai segitunya.

Tenang saja...

 

JANUS

Bagaimana dengan kamu? Apa kamu

tenang sekarang?

 

SITI

(menggeleng)

 

Janus berdiri lagi. Kali ini menatap Siti seolah tak percaya adik iparnya itu mau menerima pekerjaan yang memiliki risiko besar.

Janus menatap Siti Serius. Siti kembali memalingkan pandang.

Kakak iparnya kini mondar-mandir di dekatnya. Janus terus bergumam : gila, gila, ini gila, sambil menggelengkan kepala.

 

JANUS

Apa yang membuatmu melakukannya? Kamu tidak bersyukur, Ti. Kamu baru saja kerja di restoran itu setelah keluar dari ...

 

SITI

Cukup. Ya, aku tahu. Aku narapidana. Aku diterima di tempat itu pun atas kebaikan temanku. Kalau tidak ada dia, entah apa yang harus kulakukan!

 

JANUS

Iya, tapi kenapa?

 

SITI

Aku harus melunasi hutang-hutangku, Mas. Aku tidak ada duit. Sama sekali. Duit gajiku habis buat bayar hutang. Paling aku nyisihin kecil buat makan sehari-hari sama bayar kontrakan. Itupun kadang nunggak sampai beberapa bulan...

 

JANUS

Aku sudah bilang waktu itu. Jangan berhubungan dengan rentenir... Ah. Aku capek, Ti, mendengar kamu selalu bikin ulah.

 

SITI

Memangnya aku juga tidak capek,

Mas. Aku juga capek dengan hidupku.

 

JANUS

Kasihan, kakakmu, Ti... Kamu tidak kasihan?

 

SITI

Tentu saja aku kasihan!

 

JANUS

Lalu kenapa?!

 

SITI

Semua sudah terlanjur, Mas. Aku harus melakukan sesuatu pokoknya, daripada aku tidak melakukan apapun... Kamu tahu, hidup di kota bukan hal yang mudah untuk orang macam kita. Sementara pulang ke kampung cuma akan menjadi beban orangtua dan jadi omongan tetangga... Aku cuma melakukan berbagai cara agar aku bisa hidup di sini. Tidak menyusahkan kalian berdua... Dan lagi, aku bekas napi. Bukan napi saja susah dapat kerja, apalagi aku!

 

JANUS

Tapi, bukan berarti kamu bisa

halalin segala cara.

 

SITI

Terserah, Mas mau bilang apa. Toh, aku nggak membunuh siapapun.

 

Janus berjalan pelan, menghampiri Siti. Meletakkan tangannya di kepala adik iparnya. Mengacak-acak rambutnya. Lalu duduk kembali di sampingnya.

Siti hanya bisa meneteskan air matanya.

 

JANUS

Bego... Bego... (mengembuskan

napas)

 

SITI

Maafkan aku, Mas.

 

JANUS

Kamu minta maaf sama kakakmu.

 

SITI

Mas.

 

JANUS

Apa?

 

SITI

Maaf.

 

JANUS

Ya. Sudahlah.

Siti masih melawan sedu-sedannya.

 

JANUS

Sudahlah...

 

FADE OUT

FADE IN:

 

23. INT - RESTORAN/AULA HOTEL - PAGI KILAS BALIK

 

Siti telah rapi dan tampak beda dengan gaun terusan selutut yang diberikan oleh Natasha. Perempuan itu lantas masuk ke aula hotel. Duduk di kursi tunggu aula. Matanya celingukan. Ia berusaha tenang.

Sebentar, ia mengambil kaca dari tas bahu, yang juga dapat pinjam dari Natasha. Ia memeriksa riasannya. Memeriksa gincunya, lalu memasukkan kembali kaca itu ke tas bahu.

Siti berusaha tak terlalu sering menatap orang-orang di dalam restoran hotel. Ia selalu menundukkan kepala setiap ada pelayan hotel hilir-mudik di hadapannya.

Tak lama, Siti meraih gawainya yang sudah retak-retak itu.

Ia mengecek pesan dari Natasha.

Siti mulai sedikit cemas. Ia terlihat gugup ketika bertegur sapa dengan seorang calon penginap.

 

23A. INT - RESTORAN HOTEL - SELANJUTNYA

 

Natasha tampak tampil berbeda. Beberapa kali, rekan kerjanya di restoran menggodanya.

Natasha telah menempati meja makan yang sudah dipesan oleh kliennya. Ia menatap gawainya, lalu melihat pesan dari Siti.

Natasha beringsut dari kursi. Berjalan menuju pintu restoran; melewati deret meja makan. Matanya memeriksa setiap sudut aula hotel, sembari membaca pesan yang dikirim Siti.

 

SITI (SUARA)

Aku ada di dekat pilar. Persis di depan meja resepsionis...

 

Natasha berdiam tepat di depan pintu restoran. Ia keluar sebentar, untuk memeriksa keberadaannya di balik pilar tersebut.

Siti lantas melihat sosok Natasha.

Natasha mengangguk, lalu kembali lagi ke dalam restoran. Ia berjalan menuju mejanya.

 

NATASHA (SUARA)

Nanti aku kabari kapan klienku

datang dan kapan klienku keluar

dari restoran.

SITI (SUARA)

Ya. Terima kasih.

 

Natasha telah kembali berada di mejanya.

Siti duduk di kursi tunggu. Ia kembali mengecek gawainya.

 

23B. INT - AULA HOTEL - SELANJUTNYA

 

Siti membaca pesan-pesannya di gawai. Ia lalu bangkit dari duduknya. Saat seorang resepsionis memandangnya, bahkan tersenyum kepadanya, Siti membalasnya dengan senyum kecut lalu membuang pandangan ke pintu restoran hotel.

Siti mengintip-intip ke restoran hotel. Seorang satpam lalu menghampirinya.

 

SATPAM

Cari siapa, ya?

 

SITI

Ah, iya, saya sedang menunggu

kerabat. Belum juga datang.

 

SATPAM

Dari mana kerabatnya?

 

SITI

E... Ah, dia. Anu, mereka masih di jalan.

 

SATPAM

Iya, saya tahu. Tapi kerabat Mbak dari mana?

 

SITI

Pokoknya luar kota. Dari Sukabumi.

 

SATPAM

(mengangguk-angguk)

 

Satpam itu masih memeriksa keadaan Siti. Ia memantaunya dari dekat pintu aula. Sedangkan Siti yang tampak kebingungan, masih mematung melihat gawainya di tengah-tengah aula. Tepat di depan meja resepsionis.

Sebentar, ia melihat seorang anak kecil merengek meminta buang air kecil pada ibunya, namun ibunya tampak asyik bertelepon dengan gawainya.

Pemandangan tersebut seakan menghipnotisnya. Siti lantas berjalan terburu-buru meninggalkan aula mencari toilet. Hal itu membuat sang satpam melihatnya heran--juga seorang resepsionis yang sempat menyapanya.

 

SITI (SUARA)

Aku ke toilet sebentar.

 

NATASHA (SUARA)

Jangan lama. Klienku sudah datang.

 

Siti berhenti di lorong hotel.

Ia memegangi dadanya. Ia rasai jantungnya berdegup kencang. Ia mengambil napas dalam-dalam. Mengembuskannya pelan. Siti, lalu berjalan lagi, hingga bertemu pintu toilet.

Sesaat, ia memasuki ruangan itu.

 

23C. INT - RESTORAN HOTEL - SELANJUTNYA

 

Natasha sudah duduk bersama kliennya. Seorang lelaki kaya.

Ia tampak tersenyum hangat kepada laki-laki itu.

Berbasa-basi sebentar.

Lelaki kaya itu melambaikan tangan kepada seorang waiters. Ia menawari Natasha sarapan. Natasha menggeleng. Lelaki kaya itu minta dipesankan sandwich dan secangkir kopi. Sebentar, waiters itu sudah berlalu membawa memo berisi keinginan lelaki kaya itu.

Natasha kembali tersenyum kepadanya.

Tangan perempuan itu masih memegang gawainya. Ia berusaha Memberitahu tentang apa yang dilakukan lelaki itu kepada Siti.

 

23D. INT - TOILET HOTEL - SELANJUTNYA

 

Siti membasuh wajahnya, sembari bercermin.

Matanya memerah. Ia membasuh lagi. Di tasnya, ia mendengar gawainya terus berbunyi. Rentetan pesan memasuki gawai.

Siti melap wajahnya dengan tisu yang diambil dari dalam tasnya. Ia kembali merias wajahnya.

Siti menatap wajahnya lekat-lekat di cermin. Melihat matanya yang sedikit sembab. Ia segera mengenakan eyeliner.

 

NATASHA (SUARA)

Kami sedang sarapan. Lebih tepatnya klienku... Cepat keluar dari toilet. Sebentar lagi dia selesai makan.

 

Siti menatap layar gawainya sekilas, sebelum kembali memasukkannya ke dalam tas bahu. Siti merapikan gaunnya. Merapikan rambutnya. Ia merasa tampak beda. Ia berhasil mengelabui orang-orang di hotel tersebut.

Beberapa orang mulai memasuki toilet. Siti mulai merasa tak nyaman. Ia kemudian keluar dari toilet. Berdiri menatap aula di ujung lorong.

Napasnya terdengar cepat. Jantungnya masih berdegup kencang.

Tak lama, Siti akhirnya mulai melangkah. Pelan, pelan. Lalu, ketika tiba di aula hotel, langkahnya mencepat.

Ia segera bersembunyi cepat di balik pilar ketika melihat manajer restoran keluar dari pintu restoran. Ia lantas teringat kembali dengan hutang-hutang yang belum lunas.

Siti berpura-pura memainkan gawai. Lalu, mengintip lagi ke arah pintu restoran hotel. Orang itu sudah tak ada; dia telah keluar hotel. Hanya saja, satpam yang tadi menegurnya kini berjalan di depan pintu restoran hotel. Satpam itu kembali memergoki Siti sedang melihat restoran.

Siti, mencari tempat duduk.

Setelah duduk, ia mengembuskan napas pelan. Pandangnya masih mencuri-curi ke arah restoran hotel. Satpam itu sudah tak berdiri di sana. Siti merasakan detak jantungnya melalui tangan.

 

23E. INT - RESTORAN HOTEL - SELANJUTNYA

 

Lelaki kaya itu memberikan sebuah amplop dan sebuah kotak kado. Natasha tersenyum. Perempuan itu menerimanya, mengangguk sembari melihat waktu di gawainya.

Lelaki kaya itu beringsut dari duduknya.

Mereka berjabat tangan.

Setelah melihat lelaki itu pergi meninggalkan meja, Natasha mulai mengetik di gawainya, sembari matanya selalu terarah pada potongan roti isi yang belum habis dimakan lelaki kaya itu. Juga pada secangkir kopi hitam yang masih penuh.

Sebentar, Natasha duduk kembali. Namun, kali ini, ia duduk di tempat bekas lelaki kaya itu.

Ia segera mengambil sisa roti pada piring kliennya, lalu memakannya. Ia pun meminum kopi yang masih hangat tersebut.

Seorang waiters lelaki yang tadi mencatat pesanan kliennya, menggeleng-geleng kepadanya. Natasha mengerlingkan matanya. Ia lalu mengetik sesuatu di gawainya.

 

NATASHA (SUARA)

Lelaki itu sudah keluar. Cepat

bergeraklah. Aku lihat dia menaruh

dompetnya di saku jas luarnya.

Sungguh keuntungan buatmu. Itu akan

lebih mudah, kan?

 

Natasha mengingat saat lelaki kaya itu membayar makan dan minumnya kepada seorang waiters. Dia meletakkan dompetnya di saku jasnya.

 

23F. INT - AULA HOTEL - SELANJUTNYA

 

Siti melihat lelaki itu keluar dari restoran hotel. Lelaki itu berbincang sebentar dengan seorang manajer hotel.

Siti segera keluar dari persembunyiannya di balik pilar. Ia berjalan cepat menuju lelaki kaya itu. Sesaat, ia berpura-pura melihat gawainya.

Ketika lelaki kaya itu akan keluar hotel, Siti setengah berlari sambil pura-pura menelepon seseorang.

Mereka bertabrakan di tengah-tengah pintu hotel.

 

SITI

M-maaf.

 

Siti tak berani melihat wajahnya. Ia terus berlari-lari kecil hingga keluar gerbang hotel. Gawainya tak mau lepas dari tangannya. Ia mengembuskan napasnya. Jantungnya berdegup cepat. Ia terus memegangi dadanya. Napasnya tersenggal-senggal. Dan ketika ia hendak lanjut berjalan, hak sepatu Siti copot. Siti segera melepas sepatu yang pula milik Natasha itu, sembari memegangi pergelangan kakinya yang terkilir.

Siti lalu  bersender di dinding dekat gerbang hotel.

Ia menatap jalan raya. Matanya memerah.

Perempuan itu celingukan. Ia terkejut sesaat, ketika melihat mobil melewat dari dalam hotel, menguarkan klakson nyaring.

Setelah mobil itu jauh. Siti berjalan agak jauh dari hotel, sambil menenteng sepatunya. Ia meraih sebuah dompet dari tas bahunya, lalu memotret benda itu dengan gawainya.

Ia kirim fotonya kepada Natasha.

 

SITI (SUARA)

Dompetnya sudah di tanganku.

 

NATASHA (SUARA)

Aku kirimkan rekeningku. Aku bagi sedikit uangnya. Kamu masih ingatkan, Ti. Pilih kartu yang warna marun...

 

SITI (SUARA)

Aku ingat.

 

NATASHA (SUARA)

Ada satu hal lagi yang harus kamu lakukan... Sampaikan salamku kepada Janus, kakak iparmu. Aku sangat kenal dia.

 

SITI (SUARA)

Benarkah?

 

NATASHA (SUARA)

Ya. Aku sangat kenal sekali.

Sampaikan salamku padanya.

 

SITI (SUARA)

Oke. Kalau aku ingat.

 

Siti membuka-buka dompetnya. Mencari kartu yang dimaksud. Ia cek satu-persatu kartu yang menghuni dompet itu, dan Siti pun menemukan benda marun tersebut.

 

DISSOLVE TO:

 

24. INT - KORIDOR RUMAH SAKIT - MALAM PRESENT

 

Siti masih duduk di kursi tunggu koridor rumah sakit. Ia membuka tas bahunya yang kucel. Siti lantas menemukan dompet lelaki kaya itu. Lama-lama, ia bergetar memegangnya.

Air matanya pun pelan-pelan menetes kembali.

Ia melihat Janus tertidur di sampingnya.

Siti menyeka air matanya, lalu membangunkan kakak iparnya itu.

 

SITI

Mas, Mas...

 

JANUS

(terkejut) Apa?

 

SITI

Tadi katanya Mas mau pergi lagi.

 

JANUS

Ah ... Jam berapa ini.

 

Janus mengecek arlojinya. Pukul sembilan malam lewat lima belas menit.

Sebentar, Janus meregangkan tubuhnya. Ia beringsut dari duduknya.

 

JANUS

Kamu jaga kakakmu dulu. Aku mau

kerja lagi... Kalau ada apa-apa

beritahu aku. Aku akan ke sini

lagi.

 

SITI

(mengangguk)Apa tidak masalah?

 

JANUS

Ya. Kamu nggak perlu memikirkannya.

 

Janus, segera menaikkan resleting jaketnya. Satu tangannya memegang kepala Siti, mengacak-acak rambutnya, lalu pergi meninggalkan adik iparnya yang masih duduk di kursi tunggu itu.

Siti melihat kakak iparnya melangkah melalui lorong, sebelum akhirnya menghilang dari pandangnya saat lelaki itu berbelok ke arah lain.

Siti kemudian mengalihkan pandang pada dinding di hadapannya. Ia membiarkan duduknya rileks. Kakinya diluruskan. Siti mengembuskan napas panjang.

Matanya mulai terpejam.

 

SLOW FADE TO BLACK

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar