Selamat Tidur Pagi
2. BAB 1 : Santi

TEKS : BAB 1 SANTI

 

FADE IN:

 

8. INT - RUANG REDAKSI - SORE

 

Janus membereskan file-file ke dalam tas ranselnya. Ia keluar dari bilik kerjanya. Pamit kepada beberapa redaktur senior.

Sebelum keluar dari ruang redaksi, ia bercermin pada kaca jendela ruang pemrednya; merapikan kemeja, merapikan rambutnya.

Sebentar raut atasannya muncul dari ruangannya. Zaenal keluar dari ruangan miliknya: bersender di pintu.

 

ZAENAL
Percuma kau rapikan rambut. Rambutmu akan lepek karena ketutupan helm. Lebih baik, motormu tinggalkan saja di sini, naiklah taksi online atau kendaraan umum lain.
 
JANUS
Macet, Bos. Gue sedikit tahu kepribadian orang macam dia... Gue cuma gak mau melihat wajahnya kusam ketika gue datang. Lebih baik datang tepat waktu tapi kemeja kusut, daripada telat tapi kemeja licinnya minta ampun.

ZAENAL
Percayalah, dia bukan perempuan seperti itu. Santailah. Ingat, jangan sampai kau terperangah dengan kecantikannya, ya...
 
JANUS
Gini-gini, gue suami yang setia sama istri. Gue gak akan takluk semudah itu. Lu tahu, istri gue lagi hamil, Om.
 
ZAENAL
Alah, nafsu kadang melupakan segalanya. Kau setuju kan, kalau sesuatu yang ada di balik celanamu itu adalah otak kedua manusia? (terkekeh-kekeh)
 
JANUS
Tenang, saja. Gue bisa mengendalikannya... Ngomong-ngomong, memang suaminya nikahin anak kuliahan sampai Om Bos mewanti-wanti dengan kecantikannya? (pelan)
 
ZAENAL
(tertawa) Kau kurang pengalaman. Atau kau memang bodoh. Hey, Janus mereka itu orang kaya. Mau umur sampai 60-an kek, kalau perawatannya gila-gilaan, pasti hasilnya pun kadang di luar logika. Kecantikan itu sesuatu yang bisa dibeli... Sementara kaum seperti kita menganggap cantik itu adalah sesuatu yang berhubungan dengan waktu... Beda level, Nus! (terkekeh-kekeh)
 
JANUS
(mengangguk-angguk)Oke. Gue percaya. Kali ini gue setuju sama lu Om... Kalau gitu, gue berangkat.
 
ZAENAL
Ya, hati-hatilah...

 

Janus meninggalkan ruang redaksi. Dari dalam, Zaenal melihatnya berjalan melalui lorong.

 

CUT TO:

 

9. EXT - TEMPAT PARKIR - SELANJUTNYA

 

Janus telah ada di atas motor Honda CB-100. Ia mengenakan jaket dan helmnya. Lalu, menyalakan mesin motornya.

Motornya lantas melaju cepat meninggalkan tempat parkir.

 

9A. EXT - JALAN - SELANJUTNYA

 

Motor Janus berpacu melawan kemacetan.

Klakson bertaburan di jalanan.

Ia terus mengambil jalur pinggir, melewati motor-motor lain, melewati truk, bus, dan mobil-mobil pribadi.

Tak lama, motornya berhenti di pertigaan. Lampu merah membuat perjalanannya menjeda.

Ia mengecek arlojinya.

Pukul setengah tiga. Peluh Janus tampak berceceran.

Ketika lampu hijau menyala, Janus lantas melaju lebih cepat.

FADE OUT

FADE IN:

 

10. INT - RESTORAN HOTEL - SELANJUTNYA

 

Santi mengecek waktu pada gawainya.

Tak lama, sebuah pesan dari Zaenal terkirim ke ponselnya. Isi pesan itu adalah foto dan nomor telepon Janus: seorang wartawan lepas alias detektif partikelir yang disewanya.

Santi menyimpan foto Janus.

Kemudian perempuan itu memasukkan gawainnya ke dalam tas bahunya yang diletakkan di atas kursi, di sampingnya.

Santi celingukan melihat-lihat tamu restoran. Ia masih yakin suaminya ada di hotel itu, sembari memeriksa kehadiran Janus.

Santi kemudian memanggil waiters.

 
WAITERS (NATASHA)
Ada yang mau dipesan lagi, Bu?
 
SANTI
Siapkan dua cangkir kopi americano, sebentar lagi tamu saya akan tiba.
 
WAITERS (NATASHA)
Baik, Bu. Mohon ditunggu pesanannya.
 
SANTI
(mengangguk)

 

Perempuan itu melihat-lihat pergelangan tangannya yang sedikit lebam. Sesaat, ia mengambil bedak di tas bahunya.

Santi merias wajahnya sedikit agar terlihat lebih segar. Dari cermin pada bedak itu, ia bisa melihat garis luka memanjang di lehernya.

Santi menyentuh luka itu. Namun, saat ia menyadari salah seorang tamu restoran pria meliriknya di kursi lain, ia segera menghentikan aktivitasnya.

Santi memasukkan kembali bedak tersebut ke tas bahunya. Ia mengambil gawainya.

 

10A. INT - RESTORAN HOTEL - SELANJUTNYA

 

Pesanannya, dua cangkir kopi americano telah tiba di mejanya.

 

SANTI
Terima kasih.
 
WAITERS (NATASHA)
Sama-sama. Silakan, Bu.
 
SANTI
Ya.

 

WAITERS (NATASHA)
Ada yang mau dipesan lagi?
 
SANTI
Nggak, Mbak. Terima kasih.

 

Santi kembali melihat gawainya. Ia membuka foto Janus yang dikirim oleh Zaenal. Kemudian, ada sebaris senyum di bibirnya.

Sebentar, ia dapat melihat langsung wajah seorang lelaki kuyu, sedikit kucel, kemejanya berantakan, sedang celingukan di depan pintu restoran hotel.

Ia tersenyum sesaat. Apalagi ketika melihat Janus tampak meladeni pertanyaan salah seorang waiters pria. Santi juga detail, saat melihat dua orang satpam mulai berwajah curiga akan kehadiran Janus.

Janus terlihat kikuk. Santi mengerti dan lantas beringsut dari duduknya. Ia mengambil tas bahunya lalu berjalan menghampiri Janus ke dekat pintu restoran hotel.

 

SANTI
Mas, dia tamu saya. Biarkan dia masuk. Langsung masuk saja (kepada Janus).
 
WAITERS LELAKI
Oh, baik, Bu...

 

Waiters lelaki itu pergi.

 

SANTI
Kamu, Janus? Kalau kamu diam di depan pintu situ, kamu malah dicurigai.
 
JANUS
Iya, Bu.

Janus tak sengaja melihat luka di leher perempuan itu.

 
SANTI
Enggak apa. Saya Santi. (menyodorkan tangannya)
 
JANUS
Janus Haryanto. Tapi, tangan saya basah, kena keringat.
 
SANTI
Enggak masalah.

 

Mereka saling berjabat tangan.

 

SANTI
Mari, ke meja saya ...

 

Santi berjalan membelakangi Janus, kembali ke mejanya. Sembari berjalan ia melap tangannya dengan tisu basah dari tas bahunya.

Seperti yang dikatakan oleh Zaenal, Janus tampak terpana melihat karisma perempuan yang berhasil memesonakannya itu.

Janus membuang pandangnya, saat ia mulai terlena melihat langsing tubuh Santi di balik baju ketatnya.

 

SANTI
Silakan ... Saya tadi siapkan kopi untukmu. Kalau kopinya kedinginan, nanti saya pesankan lagi.
 
JANUS
Oh, enggak masalah, Bu... Terima kasih.
 
SANTI
Panggil saya, Mbak saja.
 
JANUS
Ba-baik. Mbak Santi.

 

Mereka saling menuangkan gula ke dalam cangkir kopi.

Santi sebentar-bentar tersenyum ke arahnya. Janus membalasnya dengan canggung. Wartawan muda itu tampak kikuk ada di hadapan seorang istri pembesar macam Santi.

 

JANUS
Saya minum, Mbak ...
 
SANTI
Silakan. Memang saya pesan untuk diminum. Kalau enggak, saya bisa tersinggung.
 
JANUS
(TERTAWA)

 

SANTI
Jadi, Mas Janus, bisa kita mulai langsung ke topik pembahasan? Saya yakin, Pak Zaenal sudah menjelaskan soal saya dan suami saya sekilas. Asal Mas tahu saja, saya ini orangnya tidak sabaran, dan enggak terlalu suka bertele-tele. (mengambil sesuatu dari tas bahunya) Ini saya berikan untuk Mas Janus cek sebesar 50 juta sebagai uang muka. Bagaimana?
 
JANUS
(terkejut)Apa ini nggak masalah, Mbak?
 
SANTI
Apa Pak Zaenal tidak bilang kalau Mas Janus akan dapat uang muka?
 
JANUS
Bilang. Dia bilang.

 

SANTI
Apa terlalu kecil?
 
JANUS
Tidak. Cukup. Ini malah uang muka yang paling besar, yang saya dapatkan selama karir saya.
 
SANTI
(tertawa) Masak?

 

JANUS
Ya.

 

Janus menerima lembar cek itu. Ia masukkan selembar kertas penting tersebut ke saku celana kain belelnya. Santi tak berhenti tersenyum melihatnya.

 

SANTI
Bagaimana? Mau kita mulai?
 
JANUS
Ya. Sebenarnya, saya belum memahami lebih jelasnya pekerjaan saya kali ini, karena kata Pak Zaenal, Bu Santi--eh, Mbak Santi--akan menjelaskannya.
 
SANTI
Ah, dasar, Pak Zaenal. Baiklah, tidak masalah... Sebelum itu, bagaimana kalau kita saling tukar nomor, supaya lebih mudah berkirim pesan?

 

JANUS
O-oke...
 
SANTI
Coba dicek. Sudah?
 
JANUS
Ya.
 
SANTI
Itu nomor saya. Dan itu foto suami saya. Namanya Ali Handojo... Saya yakin kamu sudah dengar dari Pak Zaenal. Terlebih, karena kamu seorang wartawan, pasti nama itu enggak asing, kan? Wajah itu juga enggak asing, kan?
 
JANUS
Ya, saya kenal. Jadi, itu suami Mbak?
 
SANTI
Ya. Si tua itu suami saya. Saya ini sebenarnya istri keduanya. Istri pertamanya sudah cerai. Dan sekarang istri pertamanya cerai lagi dengan lelaki lain. Mungkin karena itu, anaknya yang sebenarnya saya anggap adik itu, lebih memilih ikut suami saya, entahlah ... Suami saya itu, jadi anggota dewan pusat selama lima tahun. Saya yakin kamu sudah pernah mendengar beritanya. Sebelumnya, dia jadi anggota dewan di daerah. Dan tahun depan rencananya akan mencalonkan lagi. Ah, biar kuberitahu, dia juga seorang pebisnis. Beberapa perusahaan swasta ia miliki. Mulai retail, bioskop, mal, sampai hotel.
 
JANUS
Oke, luar biasa. Jadi, sekarang saya berhadapan dengan bos besar kembali.
 
SANTI
Kenapa? Apa kamu tidak sanggup. Pak Zaenal bilang kamu yang paling berbakat dalam bisnis ini?
 
JANUS
Entah. Saya tidak mau menilai diri sendiri.
 
SANTI
Tapi, Mas Janus sanggup, kan?
 
JANUS
Mbak belum menjelaskan secara rinci apa yang harus saya lakukan, saya belum bisa bilang sanggup atau tidak.
 
SANTI
(Tertawa) Ah, oke. Sebelum ini kasus apa yang kamu selidiki, Mas Detektif? Boleh dong saya tahu, anggaplah sebagai cv kamu menjadi detektif pribadi saya.

 

Janus meminum kembali kopinya yang mulai mendingin. Ia tersenyum kepada perempuan di hadapannya. Kekikukan yang melanda dirinya di awal perjumpaan mulai mencair.

 

JANUS
... Kira-kira, itu sekitar akhir tahun lalu. Pertengahan Desember. Saya menyelidiki salah seorang pembesar juga... Dia salah satu keluarga mafia beras negara ini. Mungkin kalau Mbak tanya ke suami, pasti tahu siapa orang-orang ini...

 

DISSOLVE TO:

 

10B. EXT - JALAN - MALAM

 

KILAS BALIK . MONTAGE-TEMPAT BERBEDA

 

-Bersama kawannya, Janus menyelidiki rumah seorang pemimpin keluarga mafia beras.

Mereka berpura-pura menjadi orang kampung yang menongkrong di dekat rumah itu. Merokok, mengopi, sambil terus memerhatikan kediaman lawan bisnis penyewanya.

Dua orang berpakaian hitam, yang berasal dari rumah itu mencurigainya, karena selalu menongkrong di tempat itu dalam beberapa hari. Ketika orang-orang mafia itu hendak menyergap mereka, Janus dan Sodik lantas lari--terutama ketika salah satu dari mereka hendak membidik kepala Janus dengan pistol.

Mereka saling kejar.

-Janus dan Sodik berlarian ke pelosok rumah-rumah warga. Ia mendengar suara pistol menggelegar di tengah malam. Mereka terus mencari tempat sembunyi dengan keluar-masuk gang kecil.

-Hari berikutnya, Janus yang sedang berjalan sendirian di trotoar saat mencari berita kembali bertemu salah seorang anggota keluarga mafia itu. Salah seorang anggota keluarga mafia itu, bersama orang-orang lainnya turun dari tiga taksi, lalu mengejar Janus. (jumlahnya sekitar delapan orang)

Janus berlarian tunggang-langgang ke tempat motornya terparkir. Namun, belum ia menyalakan motor, orang-orang itu lantas mengeroyok Janus. Sampai seorang laki-laki memakai kaos hijau loreng meneriaki orang-orang itu dari seberang jalan. Janus bisa selamat. Namun, Janus babak belur. Laki-laki berbaju loreng itu memanggil beberapa orang di dekatnya untuk membantu Janus.

 

DISSOLVE TO:

 

10C. INT - RESTORAN HOTEL - SORE

 

SANTI
penyelidikan apa yang sebenarnya kamu lakukan?
 
JANUS
Saya disewa lawan bisnis keluarga mafia itu untuk memata-matai mereka. Tugas utama saya pokoknya mengawasi jalur pendistribusian beras yang dimonopoli mereka. Orang-orang yang menyewa saya itu ingin membuktikan kepada media, melalui saya--bahwa ada mafia beras yang mencampurkan beras raskin dan beras impor--untuk dijual menjadi beras lokal, yang katanya berkualitas baik. Beras itu nantinya dijual ke masyarakat. Disalurkan ke pasar-pasar. Mereka pun berperan dalam memainkan harga... Dan, masih banyak hal lain yang mereka lakukan untuk menguasai harga bahan-bahan makanan lainnya... Karena tahu sedang dimata-matai, saya tahu mereka ketakutan, dan menduga saya adalah orang suruhan polisi, atau penyidik khusus. Bodohnya, mereka tidak curiga, kalau salah satu dari para pebisnis yang masih berkerabat dengan mereka adalah orang yang menyewa saya. Atau, kemungkinan lainnya, mereka tahu, dan saya akan dijadikan kambing hitam rencana bisnis mereka.
 
SANTI
Jadi, orang yang menyewamu juga melakukan hal yang sama?
 
JANUS
Iya. Anggaplah begitu. Saya hanya memainkan peran, dan tidak bisa cerita panjang lebar. Setelah kasus itu, saya sebenarnya sudah malas dan tidak ingin terlibat dengan orang-orang seperti mereka. Beberapa minggu itu, rasanya seperti bermain dalam film-film mafia saja...
 
SANTI
(tekekeh)Saya mengerti... Seandainya, kasus yang kuajukan kali ini berhubungan dengan hal yang sama, Mas Janus enggak akan terima? (tersenyum)
 
JANUS
Mungkin. Dan saya akan mengembalikan cek yang Mbak beri.
 
SANTI
Mungkin?

 

JANUS
Ya. Mbak harus memberikan alasan yang jelas, mengapa saya harus terima...
 
SANTI
Kamu sombong juga... Kamu tahu Mas Janus, Mas bukanlah satu-satunya orang yang bekerja dalam bisnis ini. Sebelumnya, ada orang yang memainkan peran ini, dan saat ini pun ada orang lain yang menjalankan peran seperti Mas.
 
JANUS
Maaf.

 

SANTI
Enggak papa. Jangan mudah meminta maaf juga. Tapi, jujur saya suka dengan karakter, Mas... Oke! Sekarang, saya sudah tahu riwayat penyelidikan Mas yang cukup seru. Dan bisa saya bilang, lebih seru ketimbang orang lain yang saya sewa selama ini.
 
JANUS
Terima kasih.(meminum kopi)

 

SANTI
Kalau Mas Janus menginginkan alasan yang jelas, baiklah... Jadi, suami saya. Pak Ali Handojo... Sudah beberapa minggu. Ah tidak, mungkin sudah satu bulan lebih, sering keluar malam. Bahkan dari kantornya tak pernah pulang. Tak pernah mengabari saya ada di mana dan dengan siapa... Kalau pulang, dia bisa pulang larut malam. Bahkan sampai pagi buta ... Dan setelah pulang biasanya, langsung memanfaatkan tubuh saya untuk memuaskan nafsu yang mungkin belum tuntas ... Maaf. Kecuali dia sudah capek sekali. Dia pasti setelah mandi akan langsung tidur...

 

Janus kembali melihat luka kecil yang memanjang di lehernya.

 

JANUS
Ya. Tidak apa-apa... Apa ada hal yang aneh selain itu? Karena kalau alasannya hanya itu, itu cukup normal untuk kalian yang terkenal sangat sibuk... Apa Pak Ali sering pulang dengan aroma parfum perempuan, atau Mbak pernah mengecek ponselnya?

 

Janus berusaha memancing Santi agar mau membeberkan kepribadian suaminya dengan cepat

 

SANTI
(tersenyum) Ya ...(terkekeh kecut)

 

Janus meminum kopinya yang mulai menyurut sambil menunggu penjelasan perempuan di depannya. Santi tampak memegang cangkir kopinya. Mengusap-usap sisi cangkirnya.

 

SANTI
Saya sering mendapat laporan dari anak buahnya kalau Pak Ali mulai sering datang ke rumah mantan istrinya. Bahkan, pernah ada karyawan hotel ini memergoki Pak Ali memesan kamar dengan mantan istrinya, dan dengan perempuan lain.
 
JANUS
Hotel ini? Apa sekarang Mbak pun sedang menyelidikinya?

 

SANTI
Setengah iya, setengah tidak... (meminum kopinya)Saya sudah cerita, kan, soal mantan istri pertamanya yang bercerai lagi dengan suaminya. Nah, karena itu suami saya terus mendatangi rumahnya. Saya yakin suami saya masih ada rasa dengannya. Atau, yang lebih logis, dia hanya mendekati hartanya, untuk membantunya mencalonkan diri lagi tahun depan... Mungkin itu juga yang dia lakukan saat menceraikan istri pertamanya itu, lalu mendapatkan saya bertahun-tahun lalu. Kalau kenyataannya begitu saya sungguh buta... Ah, kalau dia sudah enggak mencintai saya, lebih baik dia memberikan talak, daripada saya terus dikhianti... (mengembuskan napas)

 

Sebentar, Santi mengambil sesuatu dari tas bahunya. Sebuah buku catatan kecil. Tangannya membuka lembar demi lembar buku catatan tersebut, hingga pada pertengahan halaman tangannya mengambil empat foto yang memperlihatkan kemesraan Ali Handojo bersama mantan istri pertamanya, juga bersama perempuan-perempuan lain.

Santi membeberkan empat fotonya.

 
JANUS
Kapan ini diambil?
 
SANTI
Minggu lalu. Orang yang mengambilnya sudah berhenti karena ketakutan.
 
JANUS
Kenapa?
 
SANTI
Suami saya mengetahuinya... Pokoknya kami ribut di rumah setelah dia menemukan foto-foto itu... Dalihnya, foto kebersamaannya dengan tiga perempuan itu karena urusan pekerjaan. Tentu saja, saya tidak percaya! Katanya, dia bertemu mantan istrinya karena ingin membantunya yang sedang kesusahan. Nonsens! 

 

Janus melihat tiga foto Ali bersama tiga perempuan berbeda. Semuanya berpenampilan necis, salah satu cukup seksi dengan pakaian serba minim.

 
JANUS
Saya kenal perempuan seksi ini. Wajahnya tak asing.
 
SANTI
Ya... Sering muncul di iklan. Dia model. Artis sinetron juga... Bukan peran utama. Saya lihat aktingnya juga jelek. Maaf, bukannya menghina, tapi...
 
JANUS
Ya, saya bisa paham.

 

SANTI
Sementara dua perempuan itu, mereka adalah sekretaris salah satu anggota dewan, dan yang satunya pejabat daerah.

 

Santi kembali mengambil sesuatu dalam tas bahunya.

Sesaat, dengan beraninya ia membeberkan dua kondom dan satu obat kuat pria. Janus langsung merasa diperhatikan oleh tamu restoran lain. Ia merasa jengah.

 
SANTI
Saya ingin kamu berhipotesis tentang barang temuan saya?
 
JANUS
Ini, milik Pak Ali? Maaf, untuk para perempuan ini?
 
SANTI
(mengangguk) Saya menemukannya di salah satu tas saat saya iseng pergi ke kantornya... Dan obat ini, bukan hanya satu. Saya yakin suami saya masih sering pergi ke tempat menjijikkan itu bersama perempuan lain.
 
JANUS
Apa Mbak Santi meminta saya untuk mengambil foto Pak Ali dengan perempuan lainnya?
 
SANTI
Tidak. Saya rasa itu sudah tidak penting... Saya sudah tahu bagaimana dia sebenarnya. Lagi pula, kalau saya menyewa fotografer ilegal lagi, sepertinya sekarang akan mudah ketahuan... Saya yakin, dia juga sudah menyewa jasa penjaga untuk mengantisipasi hal tersebut.
 
JANUS
Bodyguard? (meminum kopi)
 
SANTI
Ya. Itu bahasa Inggrisnya. (tertawa kecil)
 
JANUS
(tersipu malu) Lalu, siapa yang harus saya selidiki?
 
SANTI
Saya ingin kamu menyelidiki keseharian suamiku saja. Ke mana dia pergi, bertemu dengan siapa. Kalau ada kaitannya dengan mantan istri pertamanya langsung laporkan ke saya.
 
JANUS
(mengangguk) Tadi, kata Mbak, pekerjaan ini bukan hanya dilakukan oleh saya. Boleh saya tahu keberadaan mereka?
 
SANTI
Boleh. Mereka ada di setiap kantor Pak Ali bekerja. Termasuk hotel ini.
 
JANUS
Ini, hotelnya juga?
 
SANTI
Ya, setengah saham tempat ini dimiliki oleh Pak Ali. Setengah lagi, sebenarnya milik saya.
 
JANUS
Apa saya bisa menghubungi orang-orang itu?
 
SANTI
Tidak.
 
JANUS
Kenapa?
 
SANTI
Sepertinya akhir-akhir ini mereka mulai menyerah... Mereka diselidiki juga oleh orang suamiku. Karena itu kehidupan pribadi mereka terganggu. Saya paham. Atau mungkin juga, suamiku menyogok mereka dengan jumlah yang lebih besar daripada jumlah rupiah yang saya kasih.
 
JANUS
Aaaa, karena itu, Mbak menginginkan orang baru yang enggak berafiliasi dengan pihak mana pun?
 
SANTI
(tersenyum)
Santi menghabiskan kopi americano-nya.
 
JANUS
Saat Mbak Santi ke sini, sudah dipastikan tidak ada yang mengikuti?
 
SANTI
Tenang. Kalau saya sudah bilang pergi ke hotel ini, dia tidak akan curiga. Dia takut saya akan membongkar kedoknya lebih jauh soal kelakuannya di tempat ini. Kalau sampai terbongkar citranya sudah pasti akan rusak.
 
JANUS
Tapi, kalau citra Pak Ali rusak, bukannya Mbak Santi juga akan terseret?
 
SANTI
Tidak, Mas Janus. Saya punya banyak cara untuk memutarbalikkan fakta dan sudut pandang publik. Dia pikir aku tidak berani membongkarnya... Saya cuma menunggu waktu.
 
JANUS
Maaf, kalau pertanyaan saya kali ini membuat Mbak tidak nyaman... Apa Mbak masih mencintainya?
 
SANTI
Ah ... Entahlah, Mas. Rasanya itu sudah lama sekali. Saya tidak tahu apa itu cinta. Semuanya serba pencitraan sekarang. Saya mulai merasa cinta itu tidak ada lagi di antara kami. Yang tersisa dari kami cuma nafsu. Lebih tepatnya suamiku, sih... Apa terlambat kalau saya mencari cinta yang baru?

 

JANUS
(berdeham)Mbak. Mbak mungkin tahu, cinta itu datang dengan tiba-tiba. Tidak ada yang bisa memprediksi. Jadi, kemungkinan Mbak akan jatuh cinta lagi itu besar. Kecuali Mbak memilih menutup diri. Tapi biarpun begitu, kesempatan itu tetap ada.
 
SANTI
Begitu?... (memainkan gagang cangkir)
 
JANUS
Ya, saya rasa Mbak harus percaya diri.
 
SANTI
Terima kasih.
 
JANUS
Ngomong-ngomong, kapan saya mulai bisa bekerja?
 
SANTI
(tersenyum) Mulai malam ini. Saya ingin melihat laporan pertamamu malam ini. Kalau kerja Mas Janus bagus, saya akan berikan bonus. Tapi tidak usah dilaporkan ke Pak Zaenal, ya. Cukup kamu dan saya saja yang tahu.
 
JANUS
Ah, baik, Mbak.

 

Kecanggungan pelahan menguasai mereka kembali.

 
SANTI
Apa Mas Janus sudah menikah?
 
JANUS
Sudah. Istri saya sedang hamil.
 
SANTI
Wah, wah, selamat. Anak ke berapa?
 
JANUS
Pertama.
 
SANTI
Wah, sebentar lagi kamu jadi ayah... Jadilah ayah yang selalu dekat dengan anaknya, ya.
 
JANUS
Ya, terima kasih. (terkekeh-kekeh)
 
SANTI
Tunggu. Berarti kamu harus berhenti dari pekerjaanmu dong kalau begitu. Wah, saya salah memberikan pendapat.
 
JANUS
Enggak apa, Mbak. Saya akan berusaha memainkan kedua peran itu.
 
SANTI
Pekerjaanmu berat, lho...
 
JANUS
Ya, saya tahu. Tapi, saya belum mencobanya, jadi saya belum bisa bilang itu berat atau tidak.
 
SANTI
Dasar. Masih muda. Masih idealis. Tapi, itu bagus untukmu. Kalau bisa rawat itu terus ...

 

JANUS
Terima kasih, Mbak...
 
SANTI
Ya, kalau begitu, baiklah. Saya rasa sudah jelas sekarang. Mas Janus, menerima pekerjaan ini, dan Saya sangat senang sekali. Saya rasa pertemuan hari ini kita selesaikan saja. Saya tunggu informasinya.

 

Sebentar, Santi bangkit dari duduknya. Begitupun dengan Janus.

Mereka saling berjabat tangan. Kemudian Janus pamit. Santi terus memerhatikan kepergian Janus hingga ke luar restoran hotel.

 

SLOW FADE TO BLACK

 

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar