Selamat Tidur Pagi
1. Prolog

LAYAR HITAM

 

TEKS : PROLOG

 

FADE IN:

 

1. EXT - JALAN - PAGI

 

JANUS HARYANTO, 29 tahun, seorang wartawan lepas, turun dari sebuah bus kota. Ia menduga ada dua lelaki sedang mengikutinya.

Janus kemudian berjalan di sebuah trotoar sambil merokok. Ia masih yakin dua lelaki yang ia lihat di dalam bus masih mengikutinya, hingga wartawan tersebut tiba di depan rumah susunnyMatanya selalu mengawasi dua orang yang ia yakin masih mengikutinya.

 CUT TO:

 

2. EXT - JALAN - SIANG

 

SITI, 23 tahun, seorang mantan pekerja restoran hotel, sedang berjalan di trotoar.

Ia terus berjalan. Celingukan. Kendati orang-orang yang berhilir-mudik di trotoar tak memerhatikannya sama sekali.

Siti lalu menemukan ATM di sebuah bank swasta. Ia buru-buru masuk.

 

2A. INT - ATM - SELANJUTNYA

 

Siti mengembuskan napas panjang di depan mesin ATM. Kemudian, perempuan itu mengambil sesuatu dalam tas bahu yang sejak tadi selalu ditentengnya, direngkuhnya.

Ia menemukan sebuah dompet hitam. Lalu melihat uang ratusan ribu dalam dompet tersebut, ia mengambilnya, dan terburu-buru memasukkannya ke dalam saku rok panjangnya.

Siti lalu memilih-milih kartu debit dan kredit di dalam dompet tersebut.

 

Peluh di keningnya tampak berjatuhan. Embus napasnya pun tak tenang. Tangannya sedikit bergemetar.

Ia lalu memutuskan pilihan; Siti memasukkan kartu-kartu itu satu-persatu ke tempatnya kembali.Ia menyisakan satu kartu debit berwarna marun. Perempuan itu memasukkan kartu tersebut ke dalam mesin ATM.

Ia lalu mengambil secarik kertas kecil berisi sebuah digit nomor.

 

2B. EXT - BELAKANG HOTEL - SELANJUTNYA

 

KILAS BALIK

Siti mengikuti rekan kerjanya dari dapur ke belakang hotel. Ia melihat perempuan itu tampak kesulitan membuka pintu belakang. Siti membantunya. Mereka saling tertawa saat berhasil membuka pintu tersebut.

Perempuan bernama Natasha (28 tahun)itu berjalan satu meter ke samping pintu belakang hotel, dekat tumpukan sampah. Ia menghunus sebatang rokok dari bungkus, lalu menancapkannya ke bibir bergincu merah, lalu membakarnya. Mengembuskan asap itu hingga terlihat bergumpal-gumpal di udara.

Perempuan itu menatap wajah Siti yang canggung; berdiri tepat di depan pintu belakang hotel yang tertutup.

 NATASHA
Aku sedang tidak banyak duit, Ti. Kamu tahu keadaanku. (sambil mengembuskan asap rokoknya)
SITI
Aku tahu, Mbak. Tapi, aku sungguh tak tahu lagi harus meminjam uang dari siapa. Semua orang di sekelilingku saat ini cekak semua. 
NATASHA
Begini ... Sebenarnya aku enggak bisa mengatakan bisnisku di luar waiters, tapi sepertinya aku bisa membantumu mendapatkan duit...

SITI

Maafkan aku, Mbak. Merepotkanmu.

NATASHA
Aku mau tanya sesuatu.
SITI
Ya, apa itu?
NATASHA
Kalau aku dapat duit dari cara yang tidak halal, kamu masih mau terima?
SITI
.... (tampak kebingungan)
NATASHA
Oke, oke, kamu nggak perlu menjawabnya. Nggak perlu dipikirin juga. Tapi, kamu sangat butuh, kan, untuk bayar hutang-hutangmu?
SITI
Iya.
NATASHA
(mengangguk) Untuk si Yusuf, manajer restoran itu? Aku dengar hutangmu padanya juga belum lunas...
SITI
Iya. (menundukkan kepala)
NATASHA
(mengembuskan asap rokok)sekarang aku punya seorang klien konglomerat... Sebelumnya, aku tahu, kamu sering melakukannya. Meskipun yang ini cukup berisiko... Pokoknya kamu harus membuat keadaan serba kebetulan untuk mengambil dompetnya. Di dalamnya tentu ada uang. Banyak. Ada kartu kredit dan debit. Isi rekeningnya mungkin miliaran. Kamu ambil seperlunya saja. Lunasilah hutang-hutangmu...
SITI
Bagaimana kalau sampai ketahuan?
NATASHA
Jangan berpikiran negatif dulu. Sekali-kali berpositif thinking meskipun akan melakukan hal yang negatif (terkekeh-kekeh). Dan lagi, keadaanmu sekarang menguntungkanmu juga. 
SITI
Aku sudah tidak bekerja di sini mulai besok. Kalau nanti ada orang sini yang memergokiku, bagaimana?
NATASHA
Makannya, kamu harus pintar-pintar. Kamu dandan yang rapi, usahakan terlihat seperti penginap atau siapapun-lah. Enggak perlu mencolok. Kalau kamu berhasil melakukannya, kamu telah menyelamatkan aku dari bahaya. Orang-orang gak akan curiga kita bekerja sama.
SITI
Lalu, bagaimana dengan nomor pin? Buat apa aku susah payah mendapatkan kartu kredit, tapi tidak tahu pinnya?
NATASHA
Pokoknya, Kamu ambil kartu warna merah marun. Aku tiga kali pernah disuruh membeli sesuatu dengan kartu itu. Usahakan ambil yang itu, karena aku hanya hapal kartu yang warna itu.
 SITI
(mengangguk)
NATASHA
121292. Itu nomornya. Kebetulan itu tanggal lahirku. (terkekeh) Catat!

Siti tergesa masuk sebentar ke dapur mencari kertas resep dan pulpen yang menganggur. Ia kemudian keluar kembali sambil mencatat di pintu belakang hotel.


NATASHA
Hapal?

SITI
Ya. Bisa kebetulan begitu?

NATASHA
Bisa saja. Tanggal lahir anaknya dan aku sama. Bukan suatu hal yang mustahil.

 

KEMBALI KE:

 

2C. INT - ATM - SIANG

 

Siti menekan tombol pin. Bibirnya tersenyum ketika melihat tampilan jumlah uang yang bisa ia ambil. Ia mengembalikan kertas lecek itu ke dalam tasnya.

Perempuan itu lalu menekan tombol satu dengan angka nol sebanyak tujuh kali. Ia ambil dua kali.

Uang pun keluar.

Siti buru-buru memasukkan uang itu ke dalam tas bahunya.

 

2C. EXT - LUAR ATM/TROTOAR - SELANJUTNYA

 

Ia keluar dari ATM. Celingukan.

Siti berjalan lagi di trotoar yang sama. Kini, ada sebaris senyum di bibirnya. Sembari tangannya menyeka peluh yang berceceran dari kening dan rambut lepeknya.

Senyumnya belum juga hilang.

 

CUT TO:

 3. INT - RUMAH SUSUN - PAGI

 

Janus menaiki anak tangga ke lantai tiga rumah susun itu. Ia berjalan di lorong beranda. Ia kembali mengambil sebatang rokok dari bungkusnya.

Setelah tiba di depan rumahnya ia segera membuka pintu dan memasuki rumah. Janus buru-buru mengunci pintu, lalu berjalan cepat ke jendela yang masih tertutup gorden.

Janus menyibaknya sedikit. Mengintip ke luar. Lalu berlari kecil lagi ke jendela dekat pintu--yang juga masih tertutup gorden. Ia menyibaknya sedikit. Mengintip keadaan di lorong, melihat beberapa tetangganya hilir mudik di depan rumah.

Janus mondar-mandir di ruang tamunya.

Berdiri di sana menatap jam dinding. Ia tampak sangat cemas.

 

CUT TO:

 

4. INT - MOBIL - SIANG

 

SANTI LUSIANA, 45 tahun, seorang istri konglomerat, pejabat anggota dewan. Ia sedang memainkan gawainya. Sembari itu, matanya melirik jendela mobilnya, melihat lalu lalang kendaraan dan hiruk-pikuk kehidupan kota.

Sopirnya tampak tenang. Ia melirik-lirik majikannya yang tampak tak tenang melalui kaca spionnya.

 

SOPIR

Setelah dari kantor redaksi kita ke mana, Bu?

 

SANTI

Kita ke hotel bapak. Aku menunggu seseorang di restoran hotel itu.

 

SOPIR

Baik, Bu.

 

Sopir kembali fokus ke jalanan.

Santi kembali melihat gawainya.

 

CUT TO:

 

5. INT - KANTOR REDAKSI - SIANG

 

ZAENAL, 48 tahun, seorang pemimpin redaksi di Harian Lentera Kota, sedang merapikan dan memasukkan kemejanya ke celana panjangnya.

Ia keluar dari ruang pemred, lalu meneriaki seseorang yang sedang memberikan kertas fotokopian kepada seorang redaktur. Orang yang dipanggil segera ke arahnya, menyapa hormat.

 

ZAENAL
Bagyo! Hey, kemari. Tolong aku bersihkan cangkir-cangkir itu.
BAGYO
Bos besar cantik sudah pulang, ya Pak? (terkekeh-kekeh) 
ZAENAL
KEPO kau! Hey, setelah kau bawa cangkir-cangkir itu, kau bawakan aku secangkir kopi hitam lagi, juga semangkuk mie ayam di depan. Jangan lupa pakai pangsit, pakai bakso, sambalnya satu setengah sendok teh. Hey, tunggu, sawinya jangan terlalu banyak. Jangan lupa juga, aku mau pakai sumpit. Tapi sendoknya tetap harus ada ... Ingat?
 BAGYO
Pak, jangan meremehkan ingatan saya. Sepuluh tahun saya kerja di sini, semasa Bapak belum menjabat pemred (tertawa)

 

ZAENAL
Asem kau! Mengungkit yang dulu-dulu. Laksanakan pokoknya, seperti perintah para jendral.

 

BAGYO
Siap, laksanakan! Nanti siapkan saja ponsel Bapak. Jangan dimatikan data selulernya. Nanti saya kirim pesan.

 

ZAENAL
Alamak! Katanya kau ingat barusan (bergumam)

 

Zaenal segera meninggalkan Bagyo--yang juga lantas menjalankan perintahnya. Zaenal berjalan melewati bilik-bilik kerja redaktur. Beberapa wartawan menyapanya. Ia terus berjalan, hingga menemukan Janus yang sedang duduk kelelahan di kursi bilik kerjanya.

Janus lalu menyadari kehadirannya. Menyapa hormat atasannya tersebut.

Zaenal mengisyaratkan agar Janus segera mengikutinya.

Mereka berjalan beriringan.

 

5A. INT - LORONG KANTOR - SELANJUTNYA

 

Sebelum memulai pembicaraan, Zaenal berdeham. Ia masih berjalan, dan Janus terus mengikutinya.

Sebentar, Zaenal berhenti berjalan di tempat yang cukup sunyi. Janus pun berhenti. Ia masih heran; menunggu bosnya berkata.

Zaenal terlihat celingukan.

 
ZAENAL
Ada kerjaan buat kau. Aku sengaja memberitahu klien kita kali ini, kalau kau adalah orang yang paling mampu dalam kerjaan ini. Si Roni dan Jaka sedang ke lapangan. Sedangkan si Sodik, kelihatannya dia free. Kau bisa panggil dia untuk membantumu. Seperti biasa.
 
JANUS
Si Roni dan Jaka, dapat klien juga?
 
ZAENAL
Tidak. Mereka kerja betulan. Cari berita... Aku menyuruhnya meliput artis yang lagi-lagi ketangkep gara-gara kasus obat... Nus, kali ini klien kita seorang istri pembesar. Salah satu istri anggota dewan pusat. Aku ingin kau lebih hati-hati. Kali ini yang kau hadapi bukan hanya pebisnis tapi orang yang sangat penting. Pokoknya kaya-lah. Sangat berpengaruh pula di dunia politik.
 
JANUS
Gue harus apa?
 
ZAENAL
Aku tidak bisa menjelaskannya sekarang. Bisa panjang ceritanya. Lagipula sekarang masih jam kerja... Pokoknya nanti sore, sekitar jam dua atau tiga, dia menunggumu di restoran Hotel Mulia. Kau tanya saja dia sepuasmu.
 
JANUS
Gue harap gue gak harus berhubungan dengan masalah politik suaminya.
 
ZAENAL
Berhubungan juga tak masalah. Bisa jadi bahan berita, kan?
 
JANUS
Iya, gue tahu. Tapi,kalau sampai kayak yang dulu-dulu, berurusan dengan kasus bisnis gelap gue udah capeklah. Belum lagi kalau diincar oleh lawan bisnis atau musuh. Bisa-bisa gw mati cepat... Tapi, kalau lu kasi gue kesempatan untuk menjadi wartawan tetap, sih...
ZAENAL
Begini, kalau kau bisa mendapatkan sesuatu yang menarik dari suaminya, akan aku pertimbangkan. Lagipula, dengan kau jadi detektif partikelir berkedok wartawan, uangmu lebih besar. Kenapa harus jadi wartawan tetap?
 
JANUS
Ya, gue cuma sayang aja sama ijazah gue...
 
ZAENAL
(mengangguk-angguk) Ingat, Nus,aku sudah dibayar besar untuk pekerjaan ini. Sebenarnya buatku cukup sepele, sih. Ya, pokoknya kau datang saja ke hotel. Nanti, kau juga dapet uang muka, meski enggak sebesar milikku (terkekeh)
 
JANUS
Okelah.

 

Mereka kembali berjalan beriringan.

 

ZAENAL
Hasilnya kita bagi 70-30, gimana?
 
JANUS
Sial, gue yang capek. 50-50-lah.
 
ZAENAL
Tapi, yang merekomendasikan aku. sadar diri kau. Baiklah, 60-40, hm?
 
JANUS
... Okelah.

 

Mereka saling berjabat tangan, lalu kembali berjalan beriringan.

 

ZAENAL
Ngomong-ngomong sampai kapan kau mengikutiku?

 

JANUS
Oh, udah nih! Lu mau ke mana, memangnya?
 
ZAENAL
Ke WC. Mau ikut kau?
 
JANUS
Sialan.

 

Zaenal tertawa. Tawanya menggema di lorong. Sementara Janus berbalik arah kembali ke ruang redaksi.

 
ZAENAL
Hey, Nus! Jangan lupa pakai baju yang rapi! Mau ketemu orang kaya!
 
JANUS
Berisik!

 

CUT TO:

 

6.INT - MOBIL - SIANG

 

Santi masih melihat gawainya. Matanya sebentar melirik ke jendela mobil. Bangunan hotel suaminya sudah di depan mata. Sang Sopir segera mencari tempat parkir.

Santi mengembuskan napasnya panjang seraya memasukkan gawainya ke dalam tas bahu mahalnya.

 SANTI
Pelan-pelan saja, Pak. Saya nggak lagi buru-buru kok.
 
SOPIR
Siap, Bu.

 

Mobil Santi mulai memasuki tempat parkir. Santi celingukan mencari mobil suaminya. Ia yakin suaminya ada di hotel.

 

CUT TO:

 

7. INT - RUMAH SUSUN - PAGI

 

Janus duduk di kursi makan, menatap tudung saji yang tertutup. Ia membuka tudung saji tersebut; tak ada makanan apapun di sana.

Janus meraih gelas kosong di dapur, lalu meraih cerek air di meja makan; ia meminum air tersebut hingga habis, sebanyak dua kali. Ia menyeka peluh-peluh yang bercucuran di kening hingga lehernya.

Wajahnya masih dikuasai kecemasan.

Tiba-tiba, Janus mendengar sesuatu di depan pintu rumahnya. Dari ruang tengah, ia melihat ada bayang-bayang seseorang di bawah pintu rumah, juga di gorden jendela.

Seseorang itu menggebrak-gebrak pintu. Kadang, mengetuknya lemah. Kadang menggebrak-gebrak lagi.

Janus mencari sesuatu yang bisa digunakan sebagai senjata. Ia keliling ruangan mencari barang tersebut. Kamar, dapur, gudang, sudut ruang tengah, di kolong sofa, kembali ke kamar mencari sesuatu di kolong tempat tidur.

Sementara ia masih mendengar orang asing itu menggedor-gedor pintu rumahnya. Ia menduga dua orang yang mengikutinya saat di bus--atau bahkan lebih dari itu--telah menunggu pintu rumahnya ia buka.

Janus keluar kamar tak mendapatkan apapun, sambil terus merasakan tubuhnya menggigil. Ia kembali ke dapur. Memeriksa lagi di tiap sudutnya. Sesaat, ia kebingungan antara memilih pisau dapur dan botol kecap yang ada di dekat rak sendok. Janus mendengar orang itu terus menggedor pintu. Akhirnya, Janus mengambil botol kecap.

Janus keluar dari dapur sambil siap memukul orang tersebut. Ia ambil ancang-ancang. Posisinya seperti seorang atlet bulu tangkis di tengah lomba.

Janus siap membuka kunci.

Tubuhnya semakin menggigil. Peluh dingin menguasai sekujur tubuhnya.

Sebentar, cahaya dari luar pintu perlahan-lahan menerobos ke ruang tamu Janus. Janus bersembunyi di balik pintu. Sementara pintu kian membuka.

Satu kaki seseorang telah menapak masuk ke rumahnya. Janus menyiapkan diri untuk memukul orang itu.

 

SLOW FADE TO BLACK

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar