Derai Lara
9. Buket Bunga Aster

57.INT. DEPAN KAMAR RAWAT ALIN - DAY

Dipta melangkah menuju kamar rawat Alin dengan wajah muram. Ia menggenggam buket bunga Aster. Ia mengetuk pintu. Gio membukakannya.

GIO

Bang Dipta...

DIPTA

(melongok ke dalam ruangan) Alin?

GIO

(menggeleng, gestur menahan) Bicara di luar, yuk?

58.EXT. TAMAN RUMAH SAKIT

Dipta dan Gio duduk di bangku taman. Terlihat beberapa pesakit berlalu lalang.

GIO

Kak Alin sudah sadarkan diri, Bang.

Dipta membulatkan matanya, senyumnya mengembang. Ia menatap Gio penuh harap.

GIO (CONT'D)

Tapi... Kak Alin... (beat) butuh waktu untuk pulih, Bang. Kak Alin belum siap untuk ketemu sama siapa-siapa...

DIPTA

Ta...tapi...

Dipta tidak melanjutkan perkataannya. Ia menatap buket bunga Aster digenggamannya dengan tatapan kecewa.

59.INT. KAMAR RAWAT ALIN - MOMENTS LATER

Gio masuk kamar rawat. Alin terbaring lemah, matanya menatap kosong keluar jendela. Gio berusaha tersenyum ceria.

GIO

Kak Alin! Ngeliatin apa sih? Oh iya, tadi Bang Dipta dateng...

Alin tidak menoleh, namun tangannya bergerak meremas sprei.

GIO (CONT'D)

Terus bawa bunga ini nih, buat Kakak! Aku taro di vas ya?

Alin menoleh sekilas, lalu kembali larut dalam lamunan. Gio menelan ludah. Ia meletakkan buket bunga Aster di vas yang ada.

60.EXT. TAMAN KAMPUS - DAY

Dipta duduk sendirian di gazebo. Matanya menerawang. Tak lama, Galih datang. Ia duduk dan merangkul Dipta. Mereka terdiam beberapa saat.

DIPTA

Lo tau gak? Gue merasa jadi orang paling egois di dunia ini.

Galih tidak menjawab. Ia menatap Dipta dengan tatapan khawatir.

DIPTA

Gue terlalu tenggelam dalam masalah gue sendiri, sampai-sampai gue gak tau Alin kenapa, apakah dia ada masalah atau engga.

Air mata Dipta mulai mengalir.

DIPTA

Gue selalu curhat sama dia dan dia selalu dengerin masalah gue, tapi gue gak pernah sekali pun tau apa yang Alin hadapi. (beat) Dia terlalu pandai untuk menutupi lukanya. Dia selalu ceria. Selalu senyum. Selalu ramah. Dan gue dengan egois menceritakan luka gue tanpa menyadari kalau dia terluka juga.

Galih menepuk pundak Dipta mencoba menenangkan.

DIPTA

Gue gagal jadi orang yang bisa dia andalkan. Gue gagal jadi orang yang bisa melindungi dia. Gue...

Dipta tidak melanjutkan kalimatnya. Ia menelungkupkan kepala ke kedua lututnya. Badannya bergetar.

FADE OUT.

61.INT. KAMAR RAWAT ALIN - DAY

Mona mengaduk bubur, lalu menyendoknya dan menyodorkannya pada Alin. Alin membuang muka. Wajah Mona berubah kecewa.

MONA

Sayang... kamu harus mau makan...

ALIN

Aku engga laper, Ma...

Mona menggenggam tangan Alin erat.

MONA

Mama akan mencoba sedaya upaya untuk membuat kamu merasa lebih baik, Lin...

Alin menatap Mona sekilas, lalu menunduk. Ia menatap lengannya yang diperban.

Tiba-tiba, suara KETUKAN terdengar. Mona mengangguk pada Mbak Ningsih. Mbak Ningsih langsung membukakan pintu.

Dipta berdiri di situ. Ia tersenyum canggung pada Mona.

MONA

Eh, Dipta. Masuk.

Alin menoleh. Ia menatap Dipta. Wajahnya datar.

MONA

Sini duduk sini, Nak Dipta. Tante mau keluar dulu ya, mau beli sesuatu. Kamu temenin Alin dulu ya?

DIPTA

Iya, Tante...

Mbak Ningsih langsung mendorong kursi roda Mona keluar ruangan dan menutup pintu.

Dipta menatap perban di lengan Alin. Alin menutupi tangannya dengan selimut.

DIPTA

Hai...

ALIN

Hey...

Mereka terlihat canggung. Dipta kemudian menyerahkan buket bunga Aster kepada Alin.

ALIN

Gio bilang, kamu yang...

Dipta diam, menatap Alin. Alin hanya menunduk menatap buket bunga yang di pegangnya.

ALIN

Maaf...

Dipta meraih tangan Alin dan menggenggamnya.

DIPTA

Kamu gak perlu minta maaf. Kamu enggak salah. Ini semua bukan salah kamu.

Air mata Alin mengalir.

DIPTA

Aku yang minta maaf ya? Aku gagal menyadari kalau kamu engga baik-baik aja.

Alin semakin terisak. Dipta mengusap puncak kepala Alin. Tangis Alin semakin kencang.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar