CINTA SINTA KEPADA RAMA TAK TERGANTIKAN
10. 10

49. CONTINUED

Sinta mengangguk pada Pegawai yang berpapasan di depan. Tampak Pegawai tersebut membawa nakas bekas membawa pesanan.

Di halaman, Ray duduk berdua Acin.

Sinta mendekat. Di meja sudah ada dua mangkuk mi rebus komplet. Teh dan kopi di pinggir masing-masing mangkuk mi.

ACIN

Duduk dulu, Ta. Cicipin mi rebus ala-ala. Ora ilok kan kalau jam segini jalan di luaran.

Sinta tersenyum.

SINTA

Lah, malah jadi ngerepotin, Koh.

ACIN

Ya wajar to, orang tempatnya sibuk-sibuk juga.

Acin bangkit.

ACIN (CONT’D)

Monggo, Ta.

SINTA

Koh Acin nggak gabung sama kita?

ACIN

Tugas saya nemenin Si Rama ini kelar di sini. Sekarang giliran kamu.

Sinta dan Acin tertawa. Sementara Ray geleng kepala.

ACIN (CONT’D)

Enjoy, ya, Ta.

Acin pergi. Sinta lalu duduk.

RAY

Makan, Ta. Saya nggak tahu kamu sukanya apa. Di sini nggak ada soto. Yang paling mendekati ya mi rebus ini. Lagian sudah waktunya makan yang berat-berat, kan, ya. Jadi, mi lumayanlah.

SINTA

Kalau nggak tahu, kok nggak tanya aja, Mas?

Ray menatap Sinta. Gerakan tangannya hendak mengambil sendok berhenti.

RAY

Sori, kamu nggak suka mi, ya?

Sinta tertawa kecil.

SINTA

Nggak, Mas. Saya becanda saja. Saya nggak ada pantangan makan apa. Semuanya suka. Termasuk mi. Mi malah saya doyan banget.

Ray tersipu. Sementara Sinta mulai makan.

50. CONTINUED

Ray dan Sinta keluar dari Double Mug’s. Keduanya berjalan beriringan.

RAY

Serius nggak naik ojek saja?

Sinta tersenyum.

SINTA

Mas, ini sampai ke rumah kita deket banget, loh. Atau, Mas Rama sebetulnya capek banget? Saya pesenin ojol kalau gitu.

RAY

Enggak, kok. Justru malah saya yang khawatir kamu sudah capek bener.

SINTA

Kalau capek sih iya, Mas. Cuma kalau dipakai jalan ke rumah masih sanggup kok, Mas.

Sinta lalu berjalan. Ray mengikuti.

Agak lama keduanya saling diam hingga tiba di mulut gang.

Ray waswas apabila ada orang iseng lagi. Dia ragu melangkah masuk gang. Sementara Sinta tampak sebaliknya.

51. CONTINUED

Gang sempit itu terlihat sepi. Di beberapa sudut tampak remang. Kita akan melihat seorang ibu-ibu keluar dari salah satu rumah. Dia menoleh Ray dan Sinta. Tetapi, ibu-ibu itu tak peduli. Dia jalan membelakangi Ray dan Sinta menuju sebuah warung.

Ray memperhatikan ibu-ibu itu. Wajahnya panik.

Sinta menolehnya. Dia memahami ekspresi wajah Ray serta sikapnya yang terasa kaku.

SINTA

Mas Rama kalau mau jalan duluan nggak pa-pa, Mas. Monggo.

Ray berhenti. Dia menoleh Sinta. Sinta ikut berhenti dan tersenyum.

Di depan ibu-ibu sudah jalan kembali ke rumah.

Ibu-ibu itu melihati Ray dan Sinta sampai dia masuk naik ke teras rumahnya.

Ray menelan ludah. Dia geleng kepala.

SINTA (CONT’D)

Beneran kok, Mas.

Ray tersenyum kaku.

Sinta lanjut jalan. Ray mengikuti.

RAY

Kamu nggak takut orang-orang bakal iseng lagi?

SINTA

(nyaris tak terdengar)

Bukan nggak takut, Mas.

Beat.

Sinta dan Ray berjalan pelan.

Di sekitar mulai muncul beberapa tetangga. Ada pengendara motor yang lewat. Beberapa anak kecil berlarian sehabis pulang dari mushola.

RAY

Tapi?

Sinta memaksa senyum.

SINTA

Saya cuman enggak mau ribet sama urusan orang saja, Mas.

Ray menarik napas. Dia memilih kata. Tapi dadanya mendadak terasa berat.

Dari depan tampak sebuah motor mendekat. Dia adalah Pak Yon yang kemudian berhenti tepat di depan Ray berdua Sinta.

Sinta tersenyum pada bapaknya. Pak Yon membalas senyum. Lalu menoleh Ray dan mengangguk padanya.

PAK YON

(ke Sinta)

Kirain ndak sama Mas Rama ta nduk.

Sinta hanya tersenyum. Pak Yon membelokkan motor.

SINTA

(ke Ray)

Mas, maaf saya duluan.

Ray mengangguk. Sinta naik ke motor. Pak Yon menoleh ke Ray.

PAK YON

Duluan ya, Mas, ya.

RAY

(medok)

Enggih, Pak. Hati-hati.

Ray lanjut jalan. Seorang ibu-ibu muncul tiba-tiba.

IBU-IBU

Hmm, Sinta-nya dibawa kabur Rahwana kok diam saja.

Terdengar suara tawa. Ray geleng kepala.

52. INT. RUMAH RAY – RUANG KELUARGA – NIGHT

Ibu bertiga Toni dan Lana sedang menonton televisi. Tante Sopha masuk. Dia tergopoh membawa ponsel yang menyala dan duduk di sebelah Ibu. Dia lalu menunjukkan layar ponsel ke Ibu. Toni dan Lana bergegas ikut melihat.

TANTE SOPHA

Nih, Kak, rame lagi.

LANA

Tuh, kan, kayaknya mereka beneran pacaran deh, Bu.

Ibu memperhatikan layar ponsel Tante Sopha. Ada sebuah video di grup chat kompleks yang memperlihatkan Ray jalan berdua Sinta.

Ibu menelan ludah. Dia menoleh ke Tante Sopha, ke Lana, kemudian terakhir Toni.

CUT TO:

Ray mengetik di laptop. Dia mendengar suara-suara ribut dari luar kamarnya. Dia lalu berhenti mengetik sebentar. Memperhatikan suara itu yang membicarakannya.

CUT BACK TO:

IBU

Memangnya apa sih yang harus diributin. Cuma jalan doang.

Lana bertiga Tante Sopha dan Toni saling toleh.

IBU (CONT’D)

Apa coba. Nggak ada, kan.

Beat.

Ibu menggerak-gerakkan tubuhnya memberi tanda ke Lana dan Tante Sopha yang mengimpitnya supaya menjauh sedikit.

Lana dan Tante Sopha kompak menggeser tubuh mereka dari dekat Ibu.

IBU (CONT’D)

Capek kalau harus ngikutin orang. Sudah, ibu mau lanjut nonton tipi.

TANTE SOPHA

Ya, maksudku sih, Kak. Apa Kakak nggak mau bicara gitu sama Ray. Tanya apa jelasnya mereka gitu.

IBU

Nggak ah. Males. Ntar kalau bener ya Rama-nya sendiri bakal ngomong ke ibu.

LANA

Tapi bukannya ibu sendiri suka nanya ke Mas Ray kapan nikah? Ini loh, Bu, giliran ada petunjuk malah ibu mandek. Ck. Ck. Ck.

IBU

Ya terserah ibu, dong. Ibu bakal tanya kalau ibu pengen. Sama kayak mas mu itu. Nggak usah disuruh-suruh kalau memang harus ngomong ya pasti bakal ngomong sendiri.

LANA

Ih, ibu aneh.

IBU

Biarin ah.

53. INT. RUMAH RAY – KAMAR RAY – LATER THAT MOMENTS

Ray menutup laptop. Dia bangkit. Lalu berjalan menuju pintu dan menguncinya.

Dia lalu kembali ke meja. Berdiri di sisi sebelah kanan meja dan sesaat lupa mau melakukan apa.

Ray berdiri agak lama di situ dan bingung. Kemudian dia berkacak pinggang. Menggembungkan pipi lalu mengembus napas sendiri ke muka.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar