CINTA SINTA KEPADA RAMA TAK TERGANTIKAN
8. 8

37. CONTINUED

Ray dan Acin duduk. Di meja sudah ada dua kopi.

Pekerjaan memberesi warung sudah selesai. Kedua pegawainya mendekati Acin pamitan sambil memberikan kunci.

PEGAWAI

Mas, ini kuncinya. Kita pamit pulang dulu.

ACIN

Oke. Makasih, ya. Besok biasa nggak boleh telat.

PEGAWAI

Sip!

38. CONTINUED

Malam dini hari langit semakin cerah. Di langit yang bersih bulan nampak bulat utuh.

Acin berdua Ray mengisap vape. Keduanya duduk menyandar sambil menyelonjorkan kaki.

Pandangan Ray menyapu langit.

ACIN

Gue heran sama lu. Lu kayak nggak ada keganggunya sama orang-orang di Whatsapp.

Ray tertawa kecil.

RAY

Sama. Gue juga heran lu sempet-sempetnya ngikut gosipan kompleks.

ACIN

Gue sih nggak tertarik. Bini gue tuh, tiap pagi beli sayur di abang-abang tukang sayur, baliknya enggak cuman belanjaan doang yang dia dapat. Tapi gosipan soal elu sama Sinta.

Ray hampir tersedak karena tertawa. Asap vape menyembur di udara.

RAY

Anjir, jadi salah satu fungsi nikah bikin afdol ngegosip ternyata.

Acin tertawa kecil. Asap vape kedua kali menyebar di udara.

ACIN

Kampret lu!

Beat.

Acin membetulkan posisi duduk. Dia lalu menghirup kopi. Menendang kaki Ray menyuruhnya minum kopi juga.

Ray mengiya. Dia lalu melakukan hal serupa dilakukan Acin.

39. CONTINUED

Acin menoleh Ray. Dia merasa Ray telah lebih serius dari beberapa saat sebelumnya.

Ray menghirup kopinya perlahan-lahan hingga tinggal setengah. Vapenya ditaruh di meja.

Acin menaruh vape di meja. Dia menoleh Ray. Menatap sahabatnya serius.

RAY

Gue sih sebetulnya nggak keganggu juga enggak. Cuman ya nggak waras saja kalau gue ikut-ikutan rame.

Acin mengangguk pelan.

Ray menghirup kopinya lagi.

Ray meletakkan cangkir. Lalu menyandar.

RAY (CONT’D)

Gue ya, ada nggak enaknya juga sama Sinta. Cuma jalan bareng doang jadi rame gini.

ACIN

Kenapa bisa nggak enak?

(beat)

Oi, jangan bilang lu ngerasa insecure. Gara-gara tua aja terus lu ngerasa nggak sebanding sama Sinta?

Ray tertawa.

RAY

Anjir! Ya nggak parah banget gitu juga. Gue beneran nggak enak takut dia mikir yang nggak-nggak.

Acin menoleh Ray. Lewat pandangannya dia minta diberi penjelasan.

RAY (CONT’D)

Ya ... gue ngeri saja kalau dia sampe kepikiran gue yang orang sini nggak bisa bikin kondisinya bener. Gue ngerinya, mereka kan pendatang. Jadi, harusnya gue bisa ... ya paling nggak ... ngomonglah sama siapa biar orang-orang udahan ngaconya.

ACIN

Terus, kenapa lu diem-diem bae? Lagian emang bisa?

Ray memungut vape dan mengisapnya lagi.

ACIN (CONT’D)

Lagian, mana mungkin juga Sinta sampai mikir yang nggak-nggak gitu. Lu aja yang kebanyakan mikir.

Beat. Udara kembali dipenuhi asap.

ACIN (CONT’D)

Eh, tapi nih ya. Semisal nih cewek di dunia tinggal si Sinta. Lu mau nggak sama dia?

Ray tertawa tak percaya. Dia teringat dengan kata-kata ibunya beberapa hari yang lalu.

RAY

Permisalan lu ngaco. Ganti.

ACIN

Nggak. Gue suka sama permisalan yang gue bikin ini.

RAY

Kampret lu!

Acin tertawa.

RAY

Nggak logis.

ACIN

Logis-logis aja sih. Karena orang bikin perumpamaan sebabnya dia punya harapan.

Beat.

Ray geleng kepala. Dia menoleh langit. Malam semakin cerah. Langit bersih total.

ACIN (CONT’D)

Dan harapan gue lu cepet kawin.

RAY

Asem!

ACIN

Aamiin, om bukan asem!

40. EXT. WARUNG TETANGGA – MORNING

Bu Meri berdiri di antara para Pembeli mengantre nasi uduk. Dia membawa piring sendiri dari rumah. Di sana ada sedikitnya enam orang ibu-ibu termasuk Bu Meri dan juga Penjual Nasi Uduk, 45 tahun.

Satu orang selesai dilayani dan pergi. Yang lain berkata minta dilayani duluan.

PENJUAL NASI UDUK

(ke ibu-ibu pembeli)

Bu Meri duluan ya yang datang duluan.

(ke Bu Meri)

Biasa ya, Bu.

Bu Meri mengangguk. Lalu menyerahkan piring pada Penjual Nasi Uduk.

IBU-IBU PEMBELI #1

Eh, Bu Meri. Tumben? Biasanya Mbak Sinta yang pagi-pagi ngantri di mari?

BU MERI

Iya, ndak pa-pa. Gantian saja. Biasa juga, kok.

IBU-IBU PEMBELI #2

Emangnya Mbak Sinta ke mana, Bu. Lagi dipingit, ya?

BU MERI

Ndak ke mana-mana. Lagi siap-siap saja mau berangkat kerja.

IBU-IBU PEMBELI #3

Tapi bener ya, Bu, Mbak Sinta mau nikah sama Mas Rama?

BU MERI

Waduh berita dari mana, tuh?

IBU-IBU PEMBELI #1

Loh, kok berita dari mana. Kan sudah rame, Bu.

BU MERI

Endak. Itu ndak bener.

IBU-IBU PEMBELI #2

Wah, masak nggak bener sih, Bu. Kan sudah rame itu beritanya di wasap.

Penjual Nasi Uduk selesai melayani Bu Meri. Dia menghitung semua ongkos.

Bu Meri memberikan uang pas pada Penjual Nasi Uduk. Lalu mengambil piring nasinya.

BU MERI

Ndak. Itu ndak bener. Sudah, saya duluan, ya. Permisi.

41. INT. KANTOR KERJA RAY – KUBIKEL RAY - LATER

Ray berhenti sebentar melihat layar komputer. Dia lalu menelepon Mirwan melalui telepon ekstensi.

MIRWAN (O.S.)

Ya, Mas.

RAY

Wan, proposal buat calon vendor udah beres? Deadline masih besok. Tapi jangan kesantean.

MIRWAN (O.S.)

Udah kok, Mas, udah dikirim malah.

RAY

Oke. Berarti tinggal pitching, kan?

MIRWAN (O.S.)

Beres, Mas. Aman buat itu, mah.

RAY

Oke. Good. Thank’s. Oh ya, satu lagi, gimana si anak baru pas kamu brief?

MIRWAN

Biasa sih, Mas. Gelas kosong. Orangnya nyambungan juga.

RAY

Oke.

Ray meletakkan telepon. Lalu kembali menatap komputer.

Tak lama ponselnya berbunyi notifikasi.

Ray membuka ponsel. Melihat pesan yang masuk.

Mirwan: hari ini kayaknya bisa balik jam lima lagi deh, Mas.

Ray hanya tersenyum tipis. Dia menoleh ke kubikel Mirwan. Terlihat hanya kepala Mirwan memyembul sedikit.

Ray tak membalas. Dia tahu maksud Mirwan adalah Sinta.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar