ACT I — SETUP
FADE IN.
01. INT. RUANG RAPAT MEWAH – SIANG
Sebuah ruang rapat super modern: kaca bening, meja kayu mahal, layar 8K memanjang di dinding. Semuanya sempurna — terlalu sempurna.
ARKA MAHESWARA (30-an, tajam, rapi, wibawa CEO yang sudah dilatih sejak lahir) berdiri di depan layar presentasi. Slide di belakangnya menampilkan grafik pertumbuhan perusahaan yang tidak masuk akal bagusnya.
Arka menatap ruang itu lama. Diam. Seolah sedang bicara dengan udara. Tenang, bosan pada hidup, ke dirinya . . . tapi juga kayak ke penonton.
ARKA
(TENANG TAPI JUTEK)
Slide di layar berganti sendiri. Tidak ada yang menyentuh remote.
NARATOR (V.O.)
(SINIS, USIL)
Arka memejamkan mata. Pasrah.
ARKA
(TO NARATOR. KESAL)
NARATOR (V.O.)
Arka menghela napas panjang - napas orang yang tahu hidupnya ditulis oleh orang iseng.
Pintu ruang rapat terbuka. Masuklah DANU PRADIPTA (akhir 20-an), CFO paling deadpan se-Indonesia, membawa tablet dan ekspresi “aku capek hidup”.
DANU
Arka menatap layar tajam.
ARKA
DANU
(DEADPAN)
Arka mau bicara - tapi semua lampu di ruang rapat ngedip dua kali.
NARATOR (V.O.)
(JAHIL)
Arka menatap langit-langit seperti menatap CCTV metafisik.
ARKA
NARATOR (V.O.)
Danu duduk, menekan pelipis.
DANU
Arka menatap grafik di layar lagi - lalu tatapannya memudar sedikit, seperti fokusnya tertarik ke jauh.
ARKA
Danu mendongak pelan. Dia heran karena nada Arka berubah — ini jarang.
DANU
Arka tidak menjawab. Mata CEO yang biasanya setajam laser kini tampak . . . kosong tapi terarah.
Slide di layar tiba-tiba bergeser ke foto desa pesisir plus tulisan BALIKPAPAN lumayan gede. Padahal file itu tidak ada di komputer.
Danu langsung berdiri.
DANU
NARATOR (V.O.)
Arka menatap foto itu lama. Lalu berbisik:
ARKA
Danu menatap layar. Menghela napas.
DANU
Arka menoleh perlahan.
ARKA
DANU
(BEAT)
Lampu ngeblink.
Slide berubah jadi tulisan: CHAPTER 1: SEBELUM CINTA MASUK
Arka memijat-mijat batang hidungnya.
ARKA
NARATOR (V.O.)
(RIANG)
Arka terdiam.
CUT TO:
02. EXT. DESA PESISIR – PAGI
Tenang. Riil. Sunyi yang enak. Rumah panggung. Air memantulkan cahaya pagi.
LIRA WULANDARI (20-an, sederhana tapi auranya “aneh-enak”) sedang menyapu halaman papan dengan gerakan praktis - orang yang hidupnya jauh dari drama.
Tapi dunia di sekitarnya . . . nggak bisa bohong. PAPAN tempatnya berdiri getar sepersekian detik. Air di bawah rumah ngebentuk pusaran kecil tanpa angin.
Lira berhenti. Mata sempit, menyadari lagi-lagi ada “lag” kecil di realitanya.
LIRA
(NGOMONG KE UDARA)
Realita diam. Seolah malu ketahuan.
IBU LIRA (50-an, lembut, tajam, intuisi tinggi) muncul sambil membawa cucian basah yang siap dijemur.
IBU LIRA
LIRA
Ibu Lira hanya menghela napas - bukan kaget. Sudah sering.
Lira lanjut menyapu, tapi sekali lagi papan bergoyang halus, lalu seperti menyesuaikan ritme langkahnya. Lira mencemberut.
LIRA
NARATOR (V.O.)
(MUNCUL TIBA-TIBA, GELI)
Lira melotot ke udara.
LIRA
NARATOR (V.O.)
Ibu Lira menggeleng.
IBU LIRA
Lira menghela napas. Terima. Tapi jelas kesal. Ia mendongak ke langit yang terlalu cerah, terlalu sinematik.
LIRA
(KE DUNIA)
Angin lewat — hangat. Di langit, sekejap awan menulis: “Dia lagi OTW.”
Lira mengerutkan kening.
CUT TO:
03. INT. KANTOR PUSAT – RUANG KERJA ARKA – SIANG
Ruang kerja Arka rapi seperti UI aplikasi premium - simetris, bersih, tidak ada yang keluar tempat.
Arka duduk menatap monitor. Harusnya fokus pada laporan. Tapi matanya berat—bukan ngantuk, tapi seperti ditarik keluar dari sini.
Layar monitor tiba-tiba nge-freeze. Bukan rusak, tapi seperti “mikir”.
DANU (O.S.)
Danu masuk sambil membawa dua gelas kopi, wajah lelah standar CFO yang kerjaannya lebih banyak nyelametin bos sendiri daripada perusahaan.
Arka tidak menjawab. Focusnya ke layar. Di monitor, spreadsheet tiba-tiba nge-glitch . . . cell berubah sendiri jadi tulisan: KE SANA.
Danu langsung mundur satu langkah.
DANU
Arka menyipitkan mata.
ARKA
NARATOR (V.O.)
(LENGKING KECIL, SENGAJA DRAMA)
Danu melempar pandangan ke langit-langit. Capek. Pasrah. Benci tapi harus nerusin hidup.
DANU
(TO NARATOR)
NARATOR (V.O.)
Arka berdiri perlahan. Tatapannya mantap tapi kosong—seperti orang yang sudah memutuskan sesuatu sebelum kepalanya sendiri sempat mikir.
Ia menyentuh layar. Begitu jarinya menyentuh tulisan “KE SANA” - layar langsung normal lagi.
Sunyi.
ARKA
(LOW, SEPERTI NGOMONG KE DIRINYA)
Danu memijat pelipis.
DANU
Arka mengambil jasnya. Sudah diputuskan.
ARKA
Danu berhenti. Mati gaya.
DANU
ARKA
Lampu kantor redup sepersekian detik - seolah dunia mengangguk, berkata: “Betul. Jalan.”
Danu menatap lampu itu tajam.
DANU
(KE LANGIT-LANGIT)
NARATOR (V.O.)
(SANTAI)
Arka sudah menuju pintu.
ARKA
Danu tidak punya pilihan.
DANU
(GAYA KORBAN SINETRON LEVEL PREMIUM)
Arka menoleh sebentar. Tatapannya jelas:
ARKA
Danu terdiam. Menghela napas panjang. Tidak bisa menolak.
DANU
Arka tersenyum tipis.
CUT TO:
04. EXT. DESA PESISIR – BELAKANG RUMAH LIRA – SIANG
Lira mencuci peralatan makan di pinggir teras belakang rumah panggungnya.
Air di bawah rumah bergerak tenang, riak kecil memantul di tiang-tiang rumah.
Semuanya normal . . . sampai mangkuk di tangannya bergeser sendiri sedikit, seperti “diambil angin”.
Lira berhenti. Memandang mangkuk itu dengan tatapan: “serius lo?”
LIRA
(KE MANGKUK, FRUSTRASI HALUS)
Mangkuk diam.
Tapi air di bawah rumah berputar kecil. Seolah mau bilang: “Maaf, reflek.”
Lira menatap ke horizon laut. Mata teduh, tapi seperti mencari sesuatu yang belum kelihatan wujudnya.
LIRA
(BISIK, JUJUR)
Tirai dapur bergerak sedikit. IBU LIRA memperhatikan.
IBU LIRA
Lira menatap air. Angin menggerakkan rambutnya pelan.
LIRA
Ibu Lira tidak kaget. Hanya mengangguk pelan.
IBU LIRA
Lira menoleh. Sedikit tegang.
LIRA
Ibu Lira tersenyum kecil. Senyum orang yang sudah tahu bab berikutnya.
IBU LIRA
Lira mengerut kening.
LIRA
NARATOR (V.O.)
(RIANG, BOCOR)
Lira memutar bola mata. Kesal ke narator yang sok tahu.
CUT TO: