Bismahanta
Daftar Bagian
1. Yang Pergi dan Yang Datang Kembali #1
Sejak peristiwa malam itu, kamu telah menjatuhkan harga diriku. Kau perlakukan aku seperti hadiah gi
2. Cerita dari Balik Jendela #2
Tadi Kau bilang merinding melihat kegarangan Dewabrata? Itu masih belum, kau akan lebih merinding ba
3. Padepokan Silat Macan Putih #3
Menjadi pendekar itu bukan tentang seberapa tinggi ilmunya. Tetapi seberapa bijaksana ia mengamalkan
4. Ketentuan Takdir #4
ku bersumpah akan membalaskan dendamku padamu, bahkan setelah aku mati! Aku akan jadi alasan kematia
5. Aku, Bismahanta #5
Dari kecil aku tidak pernah mengurai rambutku, hari ini saja, dan bukan karena sengaja.
6. Jalan Sunyi #6
Penerbitan ini baru berdiri dua tahun. Itu berarti masih muda. Dan penerbit muda harus punya suatu k
7. Api Amarah itu Mulai Menyala #7
Sejak aku balas dendam untuk kakek, aku mulai menggores luka di tangan ini sebagai pengingatku bahwa
8. Alur Angin #8
Pasti ada waktu yang tepat untuk balas dendam dan Amba akan memberikan petunjuknya lewat mimpi, dia
9. Kekecewaan Dewabrata #9
Mungkin ini bisa jadi jalan balas dendamku pada Dewabrata, dia akan sangat kecewa jika tahu rencana
10. Bias Amba #10
Menjadi bias orang lain itu sama dengan mati secara perlahan.
11. Melawan Keraguan #11
Hanta, kurasa kita punya luka yang sama, dan aku ingin kita menyembuhkan luka itu bersama-sama
12. Menjadi Malaikat Pencabut Nyawa atau Malaikat Pelindung #12
Dewabrata ayo lawan, bertarunglah, kamu itu pendekar, kenapa kamu pasrah begitu, kamu harus selamat
13. Menuju Takdir Tuhan #13
Takdirku sudah ditentukan Tuhan, dan kamu yang akan membawaku menuju takdirku itu
5. Aku, Bismahanta #5

SC. 35 EXT. PINGGIR PANTAI KAMAL MUARA - PUKUL 05.00

CAST : Bismahanta, Abiyasa, Dua orang ibu

ESTHABLISH : Suasana pagi di Pinggir Pantai Kamal Muara yang ramai. Nelayan, pedangan ikan, pembeli ikan berbaur di sana.

Bismahanta duduk seorang diri di atas perahu nelayan yang sedang bersandar sambil melihat orang yang lalu lalang.

BISMAHANTA

Sejuk sekali di sini, meskipun ini Jakarta, tapi seperti kampung halamanku di Kenjeran Surabaya.

BIG CLOSE UP: Bismahanta menutup matanya sambil merasakan semilir angin pantai.

LONG SHOT : Suasana di sekitar pantai.

BISMAHANTA

(membuka matanya kembali) Tidak terasa sudah dua minggu aku tinggal di sini, bagaimana kabar Kakek dan Nenek di sana? Semoga mereka baik-baik saja.

Ada dua orang ibu membawa tas belanja kebetulan lewat di depan Bismahanta lalu menghampirinya.

IBU 1

Masya Allah, Ibu tidak salah lihat kan, ini Nak Amba? (terkejut)

BISMAHANTA

Saya? Bagaimana ibu bisa mengenali saya? (memeriksa dirinya sendiri)

Bismahanta tidak sadar kalau ikat rambutnya jatuh dan rambut panjangnya terurai. Hal itu membuat dirinya terlihat sangat mirip dengan Amba.

IBU 2

Berarti benar kamu, Amba? Bukannya sekitar lima tahun yang lalu kamu sudah meninggal dunia?

Abiyasa datang sambil membawa ember berisi ikan hasil tangkapannya. Ia menyadari rambut Bismahanta terurai. Ia meletakkan embernya. 

ABIYASA

Tepatnya enam tahun yang lalu, Bu (sambil mengikat rambut Bismahanta)

IBU 1

Oh sudah enam tahun ya, kalau begitu perempuan ini, siapa Nak Abhi?

ABIYASA

Dia saudara kembarnya Amba (selesai mengikat rambut Bismahanta)

Abiyasa mengambil kembali embernya.

IBU 2

Jadi, Amba punya saudara kembar, Ibu baru tahu

BISMAHANTA

Sejak kecil saya tinggal di Surabaya

ABIYASA

Kami permisi dulu ya Bu (mengajak Bismahanta pulang)

Abiyasa dan Bismahanta berjalan beriringan.

ABIYASA

Jangan urai rambutmu lagi ketika di luar rumah (dengan tatapan lurus ke depan tanpa menoleh ke Bismahanta)

BISMAHANTA

Dari kecil aku tidak pernah mengurai rambutku, hari ini saja, dan bukan karena sengaja

Bismahanta memperlambat jalannya sehingga ia berjalan di belakang Abiyasa. Sinar matahari mulai hangat menyinari. Abiyasa menoleh ke belakang kemudian memberikan ember berisi ikan itu kepada Bismahanta.

BISMAHANTA

Kejam sekali!!! (menerima ember yang diberikan Abiyasa)

ABIYASA

Siapa? Kakak? Atau ibu-ibu tadi?

BISMAHANTA

Semuanya! Semua yang ada di dunia ini kejam, kecuali Kakek dan Nenek!

(berjalan cepat meninggalkan Abiyasa)

ABIYASA

Dek, tunggu, Bisma! Hanta! Bismahanta! (menyusul Bismahanta sambil setengah berlari)

FADE OUT

SC. 36 EXT. LAPANGAN - MALAM

CAST : Bismahanta, Zulfi, Abiyasa, Bang Gilang, Bang Indra, Bu Lestari, Pak Bagas, Pak Joko, Pak Lukman, Para Pesilat

ESTABLISH: Malam ini sedang berlangsung ujian kenaikan sabuk biru di padepokan silat Macan Putih. Para pendekar dari padepokan itu hadir untuk menguji dan menyeleksi para calon pendekarnya.

CUT TO

SC. 37 INT. TENDA PELATIH - MALAM

CAST : Bismahanta, Bu Lestari

Bismahanta untuk pertama kalinya ikut menyaksikan kegiatan padepokan silat Macan Putih cabang Jakarta Utara. Ia menyaksikan dari tenda para guru dan pelatih.

Bu Lestari duduk di samping Bismahanta sambil membetulkan ikat rambutnya. Dari kecil hingga sekarang, Bismahanta tidak bisa mengikat rambutnya sendiri.

BU LESTARI

Kapan kamu bisa mengikat rambutmu sendiri, Han?

BISMAHANTA

Kakek dan Nenek selalu mengikat rambut Hanta setiap hari dan mereka tidak pernah menanyakan hal itu

BU LESTARI

Bukan begitu maksud ibu, kamu terlalu mudah marah, Hanta. Tidak seperti ...

BISMAHANTA

Amba? (menatap ibunya dalam-dalam)

Bu Lestari tak menjawab

BISMAHANTA

Tenang saja, Bu, sebentar lagi Hanta akan membalaskan dendam Amba, jadi Ibu, Ayah, Kak Abi, dan Amba akan tenang

Bu Lestari tampak menahan air matanya. Beliau memilih pergi dari samping Bismahanta menuju kursi depan di samping Pak Bagas. Bismahanta mengenakan kembali topi hitam yang sebelumnya ia letakkan di kursi sebelah, ia kemudian mengeluarkan HP dan bermain game favoritnya.

CUT TO

SC. 38 EXT. ARENA SABUNG - MALAM

CAST : Bismahanta, Abiyasa, Zulfi, Bang Gilang, Bang Indra, Pak Bagas, Para Pendekar Baru

Para pendekar baru yang sudah lolos ujian kenaikan berjajar di arena sabung dan melakukan jurus penghormatan. Bang Gilang selaku pimpinan padepokan silat yang telah menggantikan Pak Bagas memberikan sabuk biru kepada para pesilat itu.

Ketika hendak memberikan sabuk kepada pendekar yang terakhir. Bismahanta beranjak dari tempat duduknya lalu menghampiri Bang Gilang.

BISMAHANTA

(menarik lengan Bang Gilang)

Permisi, Bang, izinkan aku yang memberikan sabuk pada pendekar ini

Para pesilat lain yang tidak menyadari kehadiran Bismahanta tampak penasaran dengan sosok perempuan pemberani itu.

BANG GILANG

Mengapa harus kamu yang melakukannya? Itu tidak perlu (menarik lengannya kembali dari genggaman Bismahanta)

BISMAHANTA

Ayolah, Bang, anggap saja ini ucapan selamat datang. Apa Bang Gilang tidak mau memberi selamat padaku atas kedatanganku?

Zulfi dan Abiyasa beranjak dari barisan belakang pendekar baru menuju tempat Bang Gilang berdiri. Zulfi masih penasaran siapa perempuan itu, ia bertanya kepada Abiyasa.

ABIYASA

Kamu akan tahu sebentar lagi

Tiba-tiba terdengar teriakan Pak Bagas dari guru dan pesilat.

PAK BAGAS

(berdiri dari tempat duduknya)

Ajak dia sabung Gilang, sebagai ucapan selamat datang untuknya!

Semua orang melihat Pak Bagas dengan berbagai macam tatapan dan ekspresi wajah.

BANG GILANG

Sabung? Apa dia bisa? (menatap heran kepada Bismahanta dan Pak Bagas)

Pak Bagas mengangguk kepada Bang Gilang kemudian duduk kembali.

BANG GILANG

Baiklah, sesuai keinginan Bapak (menunduk hormat)

BISMAHANTA

Dengan senang hati, Ayah (ikut menunduk hormat sambil melepaskan topinya)

Bang Gilang, Zulfi, dan Bang Indra terkejut melihat wajah Bismahanta ketika ia membuka topinya. Mereka sontak mengucap nama Amba lirih dari tempat mereka masing-masing.

Bang Gilang kemudian memberikan sabuk pada pendekar terakhir itu. Semua pendekar yang baru disahkan itu bubar dari barisannya dan menepi ke pinggi arena sabung. Giliran Bang Gilang dan Bismahanta yang memasuki arena sabung tersebut diiringi Pak Wiro sebagai wasit.

BANG GILANG

(ekspresi khawatir dan penasaran) Kamu bukan Amba, Kan? Apa kamu bisa bela diri? Kamu yakin menerima tantangan ini?

BISMAHANTA

Tanpa ada keraguan sedikit pun (tersenyum kepada Bang Gilang)

Pak Wiro memberi aba-aba untuk memulai pertandingan. Bismahanta dan Bang Gilang mulai menunjukkan keahlian mereka. Para pesilat

Bismahanta mengimbangi setiap serangan dari Bang Gilang dengan baik. Meskipun Bang Gilang adalah pendekar senior dan pimpinan padepokan, tetapi keahliannya hampir sama dengan Bismahanta, karena mereka sama-sama sudah menguasai ilmu pernapasan. 

Para pendekar senior yang sudah bergabung di padepokan itu sejak Amba masih ada, dibuat penasaran dengan Bismahanta yang memang terlihat mirip dengan Amba. Mereka masih mengira bahwa yang ada dihadapan mereka adalah Amba yang hidup kembali.

INSERT : Dua pendekar senior berdiskusi tentang Bismahanta

PENDEKAR SENIOR 1

Apakah dia Amba?

PENDEKAR SENIOR 2

Mana mungkin Amba hidup lagi

PENDEKAR SENIOR 1

Wajah mereka mirip

PENDEKAR SENIOR 2

Tapi nggak juga, kalau diperhatikan baik-baik, mereka berbeda

PENDEKAR SENIOR 1

Mereka mirip!

Mendekati akhir sabung, Bang Gilang tanpa sadar menggunakan pernapasannya untuk menyerang Bismahanta, tetapi dengan sigap, Bismahanta bertahan menggunakan pernapasannya juga. Akhirnya mereka berdua sama-sama terpental. Pak Wiro mengangkat tangannya tanda sabung berakhir.

PAK BAGAS

(memasuki arena sabung)

Sudah cukup, Nak, bangkitlah! (mengulurkan tangannya kepada Bismahanta)

Bismahanta menerima uluran tangan Pak Bagas. Bang Indra dan Zulfi membantu Bang Gilang untuk berdiri. Abiyasa dan Bu Lestari menghampiri Bismahanta.Sebelum pergi dari arena sabung, Bang Gilang memanggil Bismahanta.

BANG GILANG

Hei, siapa kamu dan namamu?

BISMAHANTA

(menoleh ke Bang Gilang)

Apa orang-orang di sini belum ada yang memperkenalkan siapa aku dan juga namaku? Kejamnya! (ekspresi kecewa)

ABIYASA

(angkat bicara) Dia Bismahanta, saudara kembar Amba

ZULFI

Jadi, Amba punya saudara kembar?

BANG INDRA

(memperlambat ucapannya)

Berarti, kamu yang akan membalaskan dendam Amba kepada Dewabrata?

BISMAHANTA

Iya iya, aku yang akan membalaskan dendam Amba pada siapa tadi? (mencoba mengingat-ingat nama Dewabrata)

BANG GILANG

Dewabrata (ucapnya lemah) Sudah lama aku tidak mendengar nama itu dan sekarang nama itu disebut lagi

BANG INDRA

(berapi-api)

Kamu harus membunuh dia Bismahan..(berusaha mengingat nama lengkap Bismahanta)

BISMAHANTA

Bismahanta! Panggil saja Hanta! (suaranya meninggi)

ABIYASA

Tapi sampai saat ini, kita tidak tahu kabar apapun tentang Dewabrata (ekspresi kecewa)

ZULFI

Aku, tahu sedikit informasi tentang Dewabrata. Tapi ini belum tentu benar.

ABIYASA

Apa itu, Zul? (penasaran)

Mereka menepi ke tenda guru untuk membicarakan hal ini.

ZULFI

(melanjutkan penjelasannya)

Adik perempuanku suka membaca buku novel. Aku penasaran dengan buku itu dan kebetulan ketika aku membaca nama penerbitnya, nama penerbit buku itu adalah Penerbit Bharata.

BISMAHANTA

Lalu, hubungannya dengan Dewabrata? (mengangkat kedua tangannya, bingung)

ABIYASA

Tunggu-tunggu (tampak mengingat-ingat sesuatu)Penerbit Bharata? Kalian masih ingat siapa nama ayah Dewabrata?

BANG GILANG, BANG INDRA, DAN ZULFI

Pak Bharata (ekpresi terkejut)

ABIYASA

Betul sekali, jangan-jangan Penerbit Bharata ini adalah milik Dewabrata dan keluarganya?

ZULFI

Nah, itulah yang kumaksud tadi. Kita bisa mencari informasi lebih lanjut tentang Dewabrata melalui penerbit ini.

ABIYASA

Pemikiran yang hebat, Zul! (mengacungkan jempolnya)

Mereka semua menyetujui hipotesis Zulfi mengenai Dewabrata

ZOOM OUT: Ekspresi Abiyasa yang tampak memikirkan sesuatu.

FADE OUT

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar