ARUNIKA HOSPICE
12. Scene 108 - 117
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

108. EXT. TAMAN BELAKANG HOSPICE – SIANG

Hasbi sedang duduk termenung. Wajahnya tampak muram dan sedih. Sesekali ia menghela napas panjang.

Lalu, Emir datang dan duduk di samping Hasbi.

EMIR

Kak Hasbi kenapa? Lagi sedih, ya?

HASBI

(mengangguk)

Kakak harus gimana, supaya sedihnya hilang?

EMIR

Eehh ... kalau Emir peluk mama biar nggak sedih lagi.

HASBI

Tapi, mamanya kakak kan nggak di sini.

EMIR

Kalau gitu, biar Emir yang peluk Kakak.

Emir memeluk Hasbi dan Hasbi menangis. Emir lalu melepas pelukannya.

EMIR

Kok, Kak Hasbi malah nangis?

HASBI

(mengusap air matanya)

Kakak nangis supaya sedihnya hilang Emir. Sekarang kakak udah nggak sedih lagi. Makasih ya, kamu udah kasih kakak semangat.

Emir mengangguk seraya tersenyum.

CUT TO:

109. INT. AULA HOSPICE – SIANG

Hasbi, Arul dan Nico, serta beberapa orang di hospice sedang sibuk membuat dekorasi dan kue ulang tahun bertema luar angkasa untuk Emir.

CUT TO:

110. INT/EXT. SELASAR HOSPICE – SIANG

Hasbi mendorong kursi roda Emir menyusuri selasar hospice.

EMIR

Kita mau ke mana, Kak?

HASBI

Ikut aja, nanti juga kamu bakal tahu.

CUT TO:

111. INT. AULA HOSPICE – SIANG

Saat Hasbi dan Emir masuk ke aula, semua orang tampak bersiap menyambut. Emir menunjukkan ekspresi takjub saat melihat dekorasi ruangan bertema luar angkasa. Emir dan Hasbi masuk ke ruangan dan semua orang di sana kompak menyanyikan lagu selamat ulang tahun.

SEREMPAK

Selamat ulang tahun yang ke-6 Emir!

EMIR

(melihat ke sekeliling)

Wah ... keren!

Alifah—ibu Emir— membawa kue ulang tahun dan menghampiri Emir.

ALIFAH

Selamat ulang tahun, sayang! Semoga setiap detik waktu yang kita miliki, kita akan selalu bahagia.

SEREMPAK

Amin.

Emir lalu meniup lilin di kue ulang tahunnya. Semua orang bertepuk tangan.

ALIFAH

Ini semua kejutan dari Kak Hasbi, Kak Alin dan juga temen-temen yang lain. Bilang makasih dulu, Nak!

EMIR

Makasih kakak-kakak semua! Emir sukaaa banget.

HASBI

Sama-sama, Emir. Makasih karena kamu udah jadi temen baik kita di sini.

(jeda)

Oh ya, kita masih punya kejutan lagi buat Emir.

Sebuah layar proyektor besar yang sudah terpasang di dinding, kini menampilkan sebuah film dokumenter tentang luar angkasa. Emir tampak gembira.

Setelah film selesai. Hasbi menyerahkan kado pada Emir.

HASBI

Dan ini, satu lagi hadiah spesial dari Kak Hasbi buat Emir.

EMIR

Apa ini, Kak?

HASBI

Buka aja!

Alifah membantu Emir membuka kado dari Hasbi.

EMIR

Wah ... ini kan teleskop. Buat lihat bintang. Ini beneran buat Emir, Kak? Harganya kan pasti mahal.

HASBI

Nggak mahal kok kalau buat Emir. Nanti malem kita lihat bintang bareng-bareng, ya.

EMIR

Asik. Makasih ya, Kak Hasbi.

Lalu Alin mendekat, berjongkok agar bisa melihat wajah Emir.

ALIN

Selamat ulang tahun ya Emir sayang. Doa terbaik untuk kamu. Ini hadiah dari kakak.

Alin menyerahkan sebuah figura yang berisi gambar Emir yang berpakaian astronot di luar angkasa.

EMIR

Wah ... ini gambar Emir, Kak? Kakak yang gambar ini?

ALIN

Iya. Maaf ya, kakak cuma bisa kasih itu buat Emir.

EMIR

Ini bagus banget, Kak. Emir suka banget. Makasih ya Kak Alin.

Setelah itu, yang lain bergantian memberikan kado untuk Emir. Sementara itu, Alin dan Hasbi saling berpandangan dan tersenyum.

CUT TO:

112. EXT. TAMAN BELAKANG HOSPICE – SIANG

Hasbi, Arul dan Nico sedang berkumpul di taman belakang hospice.

HASBI

Thanks ya, kalian udah bantu gue!

NICO

Ah, pake makasih segala, kayak sama siapa aja lu.

ARUL

(merangkul pundak Hasbi)

Hasbi Mahendra! Elu banyak berubah semenjak jadi relawan di sini.

HASBI

Berubah apanya?

ARUL

Emm ... gimana, ya. Pokoknya lu tuh, jadi anak baik.

HASBI

Emang selama ini gue bukan anak baik?

NICO

Maksud si Arul, lu jadi lebih baik dari sebelumnya. Lu lebih hidup aja gitu keliatannya.

ARUL

Iya, selama ini kan lu kayak males buat ngapa-ngapain. Nggak peduli sama diri sendiri, apalagi orang lain. Tapi coba lu liat sekarang, lu jadi anak yang rajin, peduli sama orang lain, dan lu juga lebih punya semangat hidup.

HASBI

Gue nggak yakin, sih. Tapi ... tinggal di sini memang ngasih gue banyak pelajaran hidup.

(jeda)

Oh ya, gimana kalau kalian juga tinggal di sini selama sisa waktu skorsing kalian? Yah, siapa tahu, kalian jadi anak baik dan nggak akan kena skorsing lagi.

Arul dan Nico saling berpandangan.

CUT TO:

113. EXT. TAMAN BELAKANG HOSPICE – MALAM

Hasbi sedang merakit teleskop dan Alin mengamatinya. Emir duduk di kursi roda dengan tubuh ditutupi selimut tebal.

HASBI

Ini dipasang begini. Ini begini. Selesai, deh!

EMIR

(bertepuk tangan)

Kak Hasbi hebat!

HASBI

Nah, sekarang kita udah bisa liat bintang. Ayo kamu coba!

EMIR

(mengarahkan teleskop ke langit)

Waw ... beneran kelihatan, Kak. Bintang-bintangnya banyak dan terang. Rasanya Emir bisa pegang bintang itu, karena kelihatan deket banget.

HASBI

Asyik, kan? Teleskop itu memang bisa menjangkau apa yang mata kita nggak bisa.

EMIR

Iya, Kak. Keren banget. Kakak mau coba?

HASBI

Boleh.

(melihat langit melalui teleskop)

Waw ... keren! Ini pertama kalinya juga kakak lihat langit pake teleskop.

(pada Alin)

Kamu mau coba?

ALIN

(melihat langit dengan teleskop)

Wah ... indahnya.

Hasbi dan Emir saling berpandangan dan tersenyum.

EMIR

Emir mau lihat lagi, Kak.

Alin menyerahkan teleskop pada Emir.

Saat Emir sedang melihat bintang dengan teleskop. Hasbi mengamati wajah Alin yang sedang melihat langit dengan kedua matanya.

ALIN

(bergumam sendiri)

Wah ... saya baru sadar kalau bintangnya sebanyak ini.

HASBI

(pada Alin)

Kalau untuk menjangkau hati seseorang, apa ada alatnya?

ALIN

(seketika melirik ke arah Hasbi)

Kamu ngomong apa barusan?

HASBI

(tersenyum canggung)

Ah, bukan apa-apa kok.

CUT TO:

114. EXT. HALAMAN DEPAN HOSPICE – SIANG

Hasbi sedang membantu relawan lain mengangkut barang persediaan yang datang. Lalu, Arul dan Nico yang baru saja tiba menghampiri Hasbi.

ARUL

Butuh bantuan?

HASBI

Loh, kalian di sini. Jadi ... kalian nerima tawaran gue untuk jadi relawan?

NICO

Yah, gitu deh. Daripada gabut di rumah, mending bantu-bantu di sini, kan.

HASBI

Alhamdulillah. Ok, kalau gitu, buruan simpen barang kalian dan bantuin gue ngangkut.

ARUL

Siap!

CUT TO:

115. INT. KAMAR RELAWAN – MALAM

Hasbi, Arul dan Nico berkumpul di kamar relawan.

NICO

(pada Hasbi)

Gimana rasanya tiga minggu jadi relawan di sini?

HASBI

Mmm ... gue ngerasa ditampar berkali-kali.

NICO

Sakit, dong.

HASBI

Yah, lebih tepatnya tamparan buat bikin gue sadar. Seperti yang kalian bilang, gue hidup nggak tahu arah. Yah, pokoknya, gue hidup cuma buat ngabisin waktu aja. Melakukan apa pun sesuka hati, tanpa tujuan yang jelas. Tapi ... setelah gue melihat kehidupan para arunika di sini, di mana setiap detik waktu yang ada begitu berarti bagi mereka, gue jadi ngerasa kalau gue sudah menyia-nyiakan waktu yang gue punya selama ini.

ARUL

(menarik-narik wajah Hasbi)

Dalem banget. Lu beneran Hasbi, kan?

HASBI

(melepaskan tangan Arul)

Dan percaya atau enggak, gue juga mulai memikirkan masa depan.

NICO

Serius? Terus ... lu udah tahu, lu mau ngapain?

HASBI

Emm ... gue masih mikir, sih. Tapi ... setidaknya gue udah punya niat buat memanfaatkan sisa waktu gue sebaik mungkin. Meskipun kita nggak tahu berapa lama lagi sisa waktu yang kita punya, yang penting kita jalani sebaik mungkin, kan.

NICO

Gue setuju. Dan dengan lu jadi relawan di sini pun, itu udah jadi waktu yang bermanfaat.

ARUL

(merangkul Hasbi)

Bener banget. Gue bangga sama lu, Bi.

HASBI

(tersenyum geli)

Apaan, sih?

(jeda)

Yuk ah, tidur! Besok kita harus bangun subuh.

CUT TO:

116. INT. MUSALA HOSPICE – MALAM

Hasbi, Arul dan Nico tampak sedang salat subuh berjamaah bersama dengan penghuni hospice lain.

CUT TO:

117. INT/EXT. SELASAR HOSPICE – MALAM

Setelah selesai salat subuh, Hasbi, Arul dan Nico berjalan menyusuri selasar. Lalu, Bu Ajeng yang tampak berjalan dengan tergesa-gesa, menghampiri ketiganya.

BU AJENG

(berkaca-kaca)

Hasbi ... Emir ...

HASBI

Emir? Emir kenapa, Bu?

BU AJENG

Emir meninggal.

CUT TO:

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar