ARUNIKA HOSPICE
6. Scene 51 - 57
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

51. INT/EXT. KANTOR KECAMATAN – TERAS DEPAN – SIANG

Andini datang ke kantor kecamatan untuk mengantarkan makan siang Farhat. Ia berpapasan dengan Bagas.

BAGAS

Siang, Bu. Ibu mau anterin makanan untuk Bapak, ya?

ANDINI

Iya, Bagas.

BAGAS

Tumben anter langsung, biasanya dikirim.

ANDINI

Dikirim? Saya nggak pernah ngirim, kok. Saya biasanya kasih bekal. Cuma karena hari ini saya sekalian keluar, jadi saya anter langsung.

BAGAS

(panik)

Oh ... gi-gitu ya, Bu.

ANDINI

Jadi, selama ini Bapak dapet kiriman makanan tiap hari?

BAGAS

Oh ... i-iya, Bu. Saya kira itu dari Ibu.

ANDINI

Terus, bekal dari saya dikasih ke kamu?

Bagas mengangguk lesu.

ANDINI

(menyerahkan kotak makan)

Kalau gitu, ini buat kamu aja!

BAGAS

Ma-makasih, Bu.

Andini melenggang pergi. Sementara itu, Bagas memukul-mukul mulutnya dengan keras.

CUT TO:

52. EXT. TAMAN BELAKANG HOSPICE – SIANG

Alin sedang duduk di bangku taman sembari menggambar di atas kertas menggunakan pensil. Gambar seorang arunika, yang digambar memakai pakaian yang cantik.

Lalu Hasbi datang dan duduk di samping Alin. Hasbi mengamati Alin menggambar.

HASBI

Wah ... ternyata kamu jago gambar.

ALIN

Jangan ganggu konsentrasi!

HASBI

Bukan mau gangguin, kok. Cuma mau muji, gambar kamu bagus.

Alin tampak sedikit meringis kesakitan, tapi Hasbi tidak menyadari.

ALIN

Biasa aja, kok. Kayanya semua orang juga bisa gambar begini.

HASBI

Itu nyindir terselubung, atau muji diri sendiri terselubung?

ALIN

(menatap lekat wajah Hasbi)

Kerja lagi sana!

HASBI

(merengut)

Nggak boleh ya istirahat bentar?

Alin mengibaskan tangan, mengisyaratkan Hasbi agar segera pergi. Setelah Hasbi pergi, Alin tampak menahan muntah sembari menutup mulutnya.

CUT TO:

53. INT. KAMAR PERAWATAN ANGGORO – SIANG

Hasbi masuk untuk mengantarkan makan siang. Anggoro sedang berbicara di telepon.

ANGGORO

(pada lawan bicara di telepon/nada marah)

Perusahaan itu milik semua pegawai, kamu nggak punya hak untuk membuat keputusan seenaknya dan membuat pegawai jadi pengangguran. Pake otak kamu, bukan nyari cara instan buat dapet duit banyak.

Hasbi mematung di sisi kasur, sembari mendengarkan.

ANGGORO

(berteriak marah)

Nggak bisa. Bapak nggak sudi tanda tangan. Jangan berani-berani kamu datang ke sini! sampe mati pun, Bapak nggak akan tanda tangan.

Anggoro tampak memegangi perut dengan raut kesakitan di wajahnya. Anggoro lalu mengerang kesakitan. Hasbi menghampirinya.

HASBI

(panik)

Bapak ... Bapak sakit?

Hasbi segera meraih telepon dan menghubungi dr.Adyan.

HASBI

Om Adyan, Pak Anggoro kesakitan.

CUT TO:

54. INT/EXT. ARUNIKA HOSPICE – BANGKU TERAS – SIANG

Hasbi dan dr.Adyan duduk di bangku teras.

HASBI

Pak Anggoro gimana keadaannya, Om?

DR.ADYAN

Dia begitu karena stress. Setelah dia tenang, rasa sakitnya hilang. Dia lagi tidur sekarang.

HASBI

Pak Anggoro sakit apa?

DR.ADYAN

Kanker hati stadium akhir. Sama seperti tante kamu.

HASBI

Tadi ... Pak Anggoro marah-marah di telepon. Kayaknya orang itu yang jadi penyebab Pak Anggoro stress.

DR.ADYAN

Itu anak Pak Anggoro.

HASBI

Anaknya? Anak kandung?

DR.ADYAN

(mengangguk)

Pak Anggoro punya tiga putra. Tapi, Pak Anggoro merasa gagal mendidik ketiganya. Anak-anak itu bukannya mengurus ayahnya yang sakit, mereka justru berlomba untuk menguasai perusahaan dan dapat warisan paling besar.

HASBI

Jadi, itu alasan Pak Anggoro marah setiap kali anak-anaknya datang berkunjung.

DR.ADYAN

Iya. Pak Anggoro punya segalanya, tapi justru diabaikan dan kesepian. Itu juga alasan Pak Anggoro tinggal di sini.

HASBI

Om ... apa ibu juga merasa gagal punya anak seperti Hasbi?

DR.ADYAN

Loh, memangnya kamu kenapa? Kamu itu masih dalam masa pencarian jati diri. Kamu bahkan belum menentukan mau jadi apa nanti. Iya, kan?

HASBI

(menghela napas panjang)

Andai aja, bapak seperti Om Adyan.

DR.ADYAN

Memangnya kenapa dengan bapak kamu?

HASBI

Hasbi nggak pernah bisa ngobrol santai kayak gini sama Bapak. Apalagi ngomongin soal rencana masa depan.

DR.ADYAN

Gimana mau ngobrol santai kalau dalam hati, kamu selalu marah sama bapakmu.

HASBI

Hasbi belum bisa maafin Bapak, Om.

DR.ADYAN

Ya, itu dia masalahnya.

CUT TO:

55. INT. RUMAH HASBI – RUANG MAKAN – MALAM

Andini sedang menyiapkan makan malam di meja. Setelah selesai, ia duduk dengan lemas di kursi, sembari melirik jam dinding.

ANDINI

(menghela napas panjang)

Kenapa aku masih siapin makan malem, sih? Jelas-jelas, makan siang pun nggak pernah dimakan.

Andini duduk seperti itu cukup lama, sampai ponselnya berdering. Tampak di layar tertulis nama ‘Pak Camat’.

FARHAT (O.S.)

Assalamualaikum, Bu.

ANDINI

Waalaikumsalam. Bapak, kok, belum pulang?

FARHAT (O.S.)

Maaf, Bu. Bapak nggak pulang hari ini. Vania sakit.

ANDINI

(marah)

Kenapa nggak bilang dari tadi? Ibu udah terlanjur masak makan malem.

FARHAT (O.S.)

Bapak dapet kabarnya mendadak.

ANDINI

Ya, udah. Nggak apa-apa, asal itu bukan cuma alasan.

Andini menutup telepon dengan tergesa, lalu melemparkan ponsel ke atas meja.

CUT TO:

56. INT. ARUNIKA HOSPICE – DEPAN KAMAR ANGGORO – SIANG

Salah satu putra Anggoro (40) tampak sedang marah-marah di depan pintu kamar Anggoro. Dua orang satpam menghadangnya.

PUTRA ANGGORO

Dia bapak saya, masa saya nggak boleh ketemu?

SATPAM 1

Iya tahu, Pak. Tapi Pak Anggoro nggak mau ketemu.

PUTRA ANGGORO

Alah ... alasan. Paling-paling kalian yang sengaja mau jauhin saya dengan bapak saya.

SATPAM 2

Buat apa kami berbuat begitu, Pak?

PUTRA ANGGORO

Karena uang bapak saya mengalir ke sini.

Hasbi dan Alin yang sedang menuju lorong kamar arunika, melihat keributan itu.

HASBI

Ada apa sih ribut-ribut?

ALIN

Itu salah satu anaknya Pak Anggoro.

HASBI

Oh ... jadi dia yang bikin Pak Anggoro stress.

(menghampiri putra Pak Anggoro)

Maaf, Pak. Tolong jangan buat keributan di sini!

PUTRA ANGGORO

Ini lagi. Siapa kamu sok sok ikut campur?

HASBI

Bapak jangan teriak-teriak begitu. Ini bukan hutan dan Bapak bukan Tarzan, kan?

PUTRA ANGGORO

Nih anak ingusan, ngomongnya nggak sopan. Minggir aja, sana!

HASBI

Yang nggak sopan itu Bapak, bukan saya.

PUTRA ANGGORO

Kamu berani sama saya. Kamu nggak tahu saya siapa?

HASBI

Emang penting ya, saya harus tahu Bapak siapa?

Putra Anggoro tampak sangat marah dan hendak menghampiri Hasbi, tapi ditahan oleh kedua satpam. Sementara itu, Alin masih mengamati sambil melangkah mendekati Hasbi.

PUTRA ANGGORO

Kamu ngajak berantem, ya?

HASBI

Oh ... saya nggak nantangin Bapak loh, ya. Nggak sopan soalnya. Kan, Bapak lebih tua. Dan yang lebih tua harusnya lebih dewasa dong, Pak.

PUTRA ANGGORO

Bener-bener nih anak. Keterlaluan!

HASBI

Bapak kan orang terhormat, malu dong kalau ribut di tempat umum. Dan tadi, saya udah rekam Bapak loh di hape saya. Saya bisa sebarin video ini. Nanti nama baik Bapak tercemar.

PUTRA ANGGORO

(salah tingkah)

Ah ... capek ngeladenin anak kecil. Saya orang sibuk, jadi nggak ada waktu buat hal remeh kayak gini.

Putra Anggoro bergegas pergi, sembari merapikan jasnya yang kusut.

ALIN

(mendekati Hasbi)

Kapan kamu ngerekam?

HASBI

(bisik-bisik)

Sstt ... tadi cuma alesan doang. Untung dia nggak minta tunjukin videonya.

ALIN

Bisa aja kamu.

 

CUT TO:

57. INT. KAMAR ANGGORO – SIANG

Hasbi sedang duduk di samping tempat tidur Anggoro.

ANGGORO

(tertawa lepas)

Kamu genius. Jago nyerang orang dengan kata-kata. Bukan Tarzan di hutan katanya ...

(terbahak-bahak)

Saya jadi membayangkan ekspresi anak itu.

HASBI

Wajahnya merah kayak kepiting rebus, Pak. Kayaknya dia kesel banget.

ANGGORO

Bagus, bagus! Sesekali, memang harus ada orang yang berani menentang dia, selain bapaknya. Supaya dia nggak terlalu arogan.

HASBI

Tapi ... anak Bapak kan masih ada dua lagi.

ANGGORO

Hmm ... (tampak berpikir)

Ah ... saya ngerti. Supaya kamu ada tenaga buat menghadapi mereka, saya traktir kamu makanan. Kamu mau apa, tinggal sebut!

HASBI

(semringah)

Wah ... beneran nih, Pak?

CUT TO:

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar