ARUNIKA HOSPICE
10. Scene 83 - 92
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

83. EXT. TERAS HOSPICE - MALAM

Hasbi tampak berdiam diri di bangku teras. Raut wajahnya sedih dan tubuhnya tampak lesu.

Tak lama kemudian, dr.Adyan menghampiri dan duduk di sampingnya.

HASBI

Alin bukan cuma kelelahan, kan?

DR.ADYAN

(mengangguk lesu)

Alin sakit parah.

HASBI

(mata berkaca-kaca)

Dia sakit apa, Om?

DR.ADYAN

Gagal hati.

(jeda)

Sudah nggak bisa diobati. Alin mungkin bisa bertahan hidup dengan cangkok hati. Tapi masalahnya, Alin menolak untuk dicangkok.

HASBI

Kenapa?

DR.ADYAN

Alin bilang, kalau dia merasa nggak pantas untuk kebaikan sebesar itu. Dia menganggap hidupnya tidak cukup berharga untuk diselamatkan.

HASBI

Tapi apa alasan dia berpikir begitu, Om?

DR.ADYAN

Lebih baik kamu tanyakan sendiri sama Alin.

CUT TO:

84. INT. KAMAR PERAWATAN ALIN – MALAM

Hasbi memandangi wajah Alin yang sedang tak sadarkan diri di atas ranjangnya.

HASBI

Kenapa kamu nggak ingin diselamatkan, Lin? Hidup seperti apa yang kamu jalani, sampai kamu memilih untuk meninggalkan dunia?

FADE OUT.

85. EXT. RUMAH HASBI – TERAS – SIANG

Andini membuka pintu dan melangkah keluar rumah. Ia tampak terkejut saat mendapati Hasbi sedang duduk di teras dengan tatapan kosong ke arah jalan.

ANDINI

Loh Hasbi, kok kamu di sini? Kenapa nggak masuk? Malah bengong begitu.

HASBI

Hasbi mau menenangkan diri dulu, Bu.

ANDINI

Apa ada sesuatu yang terjadi di hospice?

HASBI

Hasbi ketemu orang-orang baik di sana, Bu.

ANDINI

Ya bagus, dong. Di sana memang tempatnya orang-orang baik.

HASBI

Tapi orang-orang baik itu, kenapa hidup mereka menyedihkan? Mereka kesakitan dan sekarat. Kenapa hidup itu nggak adil, Bu?

ANDINI

(mengusap punggung Hasbi)

Hasbi ... hidup mereka di dunia mungkin memang singkat dan harus merasakan sakit, tapi kematian bukan akhir dari kehidupan. Orang-orang baik seperti mereka akan hidup bahagia di akhirat nanti. Jadi sakit yang mereka alami adalah bagian dari ujian untuk kebahagiaan yang abadi. Jadi ... jangan pernah berpikir kalau hidup itu nggak adil.

CUT TO:

86. INT. RUMAH HASBI – RUANG MAKAN – MALAM

Andini sedang menyiapkan makanan di meja. Hasbi duduk sambil melamun. Hasbi lalu melirik jam dinding.

CU: Jam dinding menunjukkan pukul 09.10 malam.

ANDINI

Maaf ya, makam malemnya telat. Bapakmu ada urusan dulu.

HASBI

Urusan di rumah yang lain maksud Ibu?

ANDINI

Mungkin.

HASBI

Terus kenapa harus ditungguin segala? Bapak mungkin udah makan di rumah itu.

ANDINI

Bapak katanya mau makan di sini.

HASBI

Jadi bapak pulang ke sini cuma untuk numpang makan.

ANDINI

Hasbi ...

Tak lama kemudian, terdengar suara pintu dibuka.

FARHAT

Assalamualaikum

ANDINI

Waalaikumsalam

(jeda)

Hasbi udah nungguin, Pak.

FARHAT

Iya. Bapak mau ganti baju dan cuci tangan dulu sebentar.

Farhat masuk ke kamar, sementara itu Hasbi dan Andini menunggu di meja makan.

Tak lama kemudian, Farhat bergabung ke meja makan.

HASBI

Apa di rumah lain, Bapak nggak dikasih makan?

ANDINI

Hasbi ...

HASBI

Bapak ke rumah ini cuma buat makan?

ANDINI

Hasbi ... kamu jangan mulai cari ribut!

FARHAT

Bapak tadi di kantor, ada kerjaan yang harus selesai hari ini. Rumah lain apa maksud kamu?

HASBI

Ya, Bapak kan memang punya dua rumah. Wajar kan kalau Hasbi nanya.

ANDINI

Cukup, Hasbi! Apa kita nggak bisa akur sehari aja?

HASBI

Hasbi nggak pernah ngomong ini ke Bapak, karena Hasbi menghargai perasaan Ibu. Tapi hari ini, Hasbi ingin Bapak tahu apa yang Hasbi rasakan selama ini.

BEGIN FLASHBACK:

TH.2006

87. EXT. HALAMAN SEBUAH SEKOLAH DASAR – SIANG

Hasbi yang berusia 9 tahun, sedang mengikuti acara pembagian rapor kelas 3. Andini dan Farhat tampak mendampinginya. Hasbi berlari menuju orang tuanya, sembari membawa rapor di tangannya.

HASBI

(senyum semringah)

Hasbi juara satu seangkatan.

ANDINI

(bertepuk tangan)

Hebat! Selamat ya, sayang.

FARHAT

(mengusap kepala Hasbi)

Pertahankan, ya!

Hasbi memeluk kedua orang tuanya.

CUT TO:

88. INT. RUMAH HASBI – KAMAR – MALAM

Hasbi sedang belajar. Bapak yang baru pulang kerja dan masih memakai seragam PNS, masuk ke kamar Hasbi.

FARHAT

Anak Bapak rajin, ya.

HASBI

Iya, dong. Kan kalau udah besar, Hasbi mau jadi PNS kayak Bapak. PNS harus pinter kan, Pak?

FARHAT

Betul. Jadi PNS nggak gampang. Tapi kamu kan anak bapak. Jadi kamu pasti bisa.

HASBI

(menunjuk seragam Farhat)

Nanti seragam ini buat Hasbi ya, Pak.

FARHAT

Iya.

CUT TO:

TH.2010

89. EXT. GERBANG SEBUAH SEKOLAH MENENGAH PERTAMA – SIANG

Hasbi yang berusia 13 tahun, baru saja keluar dari gerbang sekolahnya. Ojek langganannya sudah menunggu di depan gerbang.

TUKANG OJEK

(sambil menyerahkan helm)

Ayo Den, kita pulang!

HASBI

Siap, Bang!

Saat hendak naik ke motor, Hasbi melihat mobil milik Farhat melintas di hadapannya.

HASBI

Eh, itu kayaknya mobil bapak, deh. Kita ikutin, Bang!

TUKANG OJEK

Siap, Den!

HASBI

Loh kok, bukan ke arah rumah.

TUKANG OJEK

Iya, yah. Kita ikutin apa jangan, Den?

HASBI

Hmm ... ikutin aja deh, Bang.

CUT TO:

90. EXT. KOMPLEKS PERUMAHAN – DEPAN RUMAH BERCAT PUTIH – SIANG

Mobil Farhat tampak berhenti di rumah bercat putih. Motor Hasbi berhenti tak jauh dari sana. Lalu, seorang wanita dan anak perempuan yang lebih muda dari Hasbi, keluar dari rumah itu.

Anak perempuan itu berlari menyambut Farhat, lalu memeluknya dengan erat. Hasbi tampak syok.

FLASHBACK CUT TO:

 

91. INT. RUMAH HASBI – RUANG MAKAN – MALAM

Hasbi, Farhat dan Andini masih duduk tanpa menyentuh makan malam mereka.

HASBI

Apa Bapak bisa bayangkan, anak seusia itu dikhianati oleh sosok panutannya sendiri? Dan Bapak masih bertanya kenapa setelah itu Hasbi berubah. Dan apa Bapak pernah meminta maaf pada Hasbi dan Ibu. Enggak, kan?

(jeda)

Bapak ingin dihormati, tapi Bapak sendiri nggak bisa menghargai kami sebagai keluarga. Apa kekurangan Ibu dan Hasbi sebagai keluarga, sampai Bapak harus punya keluarga yang lain? Dan setelah semua itu, Bapak masih bertanya kenapa Hasbi membenci Bapak.

Farhat terdiam. Sementara itu, Andini mulai menangis.

ANDINI

Sudah Bi, sudah!

HASBI

Dan Ibu ... Hasbi nggak ngerti kenapa Ibu masih mau bertahan sampai sekarang? Padahal Ibu selalu diabaikan dan cuma dimanfaatkan.

Hasbi bergegas masuk ke kamarnya. Andini tersedu, dan Farhat tampak berkaca-kaca.

CUT TO:

92. INT. KAMAR HASBI – MALAM

Hasbi menutup pintu kamar, lalu terduduk di lantai dan menangis.

FADE OUT.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar