Akhir Sebuah Kisah
5. Episode 1 bagian lima

19. INT. KELAS XI IPA 2 — PAGI

Siswa kelas XI IPA 2 baru saja selesai mata pelajaran pertama, menunggu pelajaran selanjutnya. Siswa sibuk dengan aktifitas masing-masing, ada yang saling berbincang di tempat duduk, di depan kelas, ada pula yang menggambar sesuatu di depan kelas.

Adnan bangkit dari kursinya, mendekati Yogi di bangkunya. 

Adnan

Yog! (memanggil)

Yogi, Danish, Manda, dan Gia serempak menoleh. Yogi mendongakkan kepalanya, membalas sapaan Adnan.

Yogi

Kenapa Ad?

Adnan

Soal tugas kelompok Biologi, aku mau kita masukin satu anggota lagi. Gimana?

Yogi

Satu anggota lagi? Ya engga bisalah Ad, kan disuruhnya 5 orang, kita udah pas ini.

Manda

(ikut nimbrung) Iya Ad, kenapa harus nambah lagi sih? lagian siapa coba yang mau kamu masukin?

Adnan

Areta ... aku mau dia masuk ke kelompok kita.

Yogi, Manda saling pandang, lalu mereka tertawa bersamaan.

Adnan

Kenapa? aku bukan lagi bercanda.

Yogi

(Berdiri) Kita engga mau satu kelompok sama dia Ad. Percuma aja dong kita milih kamu, kalau kita sekelompok sama dia.

Ribut-ribut yang terjadi antara Adnan dan Yogi, membuat siswa lain memperhatikan mereka, termasuk Areta yang sebelumnya sibuk menulis catatan yang tertinggal, dia mengalihkan pandang ke arah Adnan dan Yogi yang berdiri saling pandang.

Adnan

(berdiam sejenak, menatap Yogi lekat) Kalau gitu, aku keluar dari kelompok.

Yogi dan Manda kontan mendesis kesal, sementara Gia dan Danish menyeringai sebal.

Gia

(bangkit dari duduknya) Engga bisa gitu dong Ad, kamu udah masuk kelompok kita, tugas juga udah dikerjain. Beberapa hari lagi bakal dikumpul.

Adnan

Kalau gitu, ikut sertakan Areta di makalah kita.

Yogi

Apa-apaan sih Ad, seenak jidat nambahin dia ikut ngerjain juga engga. Kita engga mau.

Adnan

Ya sudah kalau gitu, kan udah dibilang, kalian cari orang lain aja, aku keluar.

Brian

Adnan, kalau kamu mau, masuk ke kelompok kita aja ya Ad.

Adnan

(menoleh) sama Areta?

Adnan mengerling kepada Areta yang tengah melihatnya.

Brian

E-e-engga masalah, Kami cuma bertiga aja, perlu dua orang lagi.

Adnan

Oke deal, sepulang sekolah kita ngerjain tugasnya.

Brian

O-o-oke Ad, siap.

Adnan kembali ke bangkunya, sedangkan di bangku Yogi dan kawan-kawan masih tidak senang Adnan tiba-tiba memilih keluar. Wajah keempatnya tampak masam, sekaligus melempar tatap penuh amarah ke arah Areta yang duduk sembari melihat mereka.

Areta merasa terpojokkan, dia pun menghampiri Adnan.

Areta

(menatap Adnan datar) Aku mau bicara sebentar.

Adnan langsung berdiri, mendahului Areta berjalan keluar kelas. Areta mengikuti dari belakang dan kemudian mereka berhenti di pojokan dekat tangga.

CUT TO

20. INT. POJOKAN TANGGA - LANTAI 3 — PAGI

Adnan berdiri membelakangi dinding, sementara Areta berdiri tepat di depannya, berjarak tidak jauh.

Areta

Kenapa? (menatap lekat) alasannya apa? 

Adnan

(berdehem pelan) Aku cuma malas satu kelompok sama mereka. Kumpulan anak songong, aku engga suka. Lagipula aku pikir kamu perlu kelompok kan. Anak-anak ngejauhin kamu, engga ada yang mau sama... (terpotong)

Areta

(buru-buru memotong) Aku engga masalah, udah biasa. Kenapa harus dipermasalahin? Harusnya kamu tetap aja sama kelompok kamu sebelumnya.

Adnan

Harusnya kamu berterima kasih kan, gara-gara aku kamu engga sendirian ngerjain tugas itu.

Areta

Kamu justru memperburuk keadaan, mungkin sekarang Yogi sama yang lain, makin engga suka ngeliat aku.

Adnan terpaku sejenak, dia memang tidak berfikir sejauh itu.

Areta

Aku terima kasih sama niat baik kamu, tapi itu justru tidak akan mengubah pandangan mereka tentang aku.

Adnan

Ma-maaf Areta, aku engga berfikir sejauh itu. Tapi alasannya sebenarnya karena aku mau kenal lebih dekat sama kamu.

Areta

(terdiam sesaat) Kamu akan menyesalinya telah mengatakan itu.

Areta bergegas meninggalkan Adnan, Namun baru dua langkah, pijaknya terhenti oleh perkataan Adnan.

Adnan

Aku mau kita jadi teman Areta.

Areta

(berbalik badan) Kamu tahu? alasan dibalik anak-anak lain engga mau berteman sama aku?

Adnan

Sudah dengar, dan aku engga peduli. Ma-maksudku, apa hubungan dengan semua tahayul itu. Aku engga percaya begituan Ar. Aku cuma mau jadi teman kamu.

Areta

(Bolamata Areta sedikit membelalak) Teman? aku engga ada teman.(Berlalu pergi)

Adnan terpaku menatap punggung Areta yang meninggalkannya.

Adnan

Lihat saja nanti, aku akan jadi teman kamu Ar. Tidak peduli pada siapapun. Lihat aja, kita bisa jadi teman.(bergumam pelan)

CUT TO

21. INT. KELAS XI IPA 2 — SIANG

Bel sekolah berbunyi panjang menandakan sekolah telah usai, anak-anak berhamburan keluar kelas untuk pulang. Brian mendekat ke kursi Adnan.

Brian

Kita jadi kerja kelompoknya kan Ad?

Adnan

(mendongak dan berdehem) Tapi kita berempat aja.

Brian

Tapi Areta ikut ga? dia kan harus...

Adnan

Kita berempat aja, engga masalah kan.

Brian

(ragu-ragu) E-engga sih, tapi... kalau dia engga ikut, berarti Areta cuma nebeng nama aja dong Ad.

Adnan

(mendesah) Nanti ketika presentasi, biar Areta yang bahas. Gimana, adil kan?

Brian

Oh... t-terserah sih.

Adnan

Ya udah yuk. (berjalan mendahului)

CUT TO

22. INT. GELANGGANG OLAHRAGA — PAGI

Areta sedang beristirahat di tribun atas, mengibas-ngibaskan tubuhnya yang keringatan sehabis pratik Olahraga rolling depan dan belakang. Dia melempar pandang ke kerumunan anak-anak di bawah dekat lapangan, saling berbincang-bincang dengan kelompok masing-masing. Melihat Areta sendirian, Adnan mendekatinya.

Adnan menyodorkan sebotol minuman dingin ke muka Areta, membuat gadis itu mendongak kaget.

Areta

Aku tidak haus.

Adnan

Tidak baik menolak kebaikan orang lain.(menggoyangkan botol)

Areta pun meraih botol dari tangan Adnan dengan enggan. Lalu Adnan duduk di samping Areta, membuka botol dan meminumnya setengah.

Areta

Tidak ada yang berubah... (menatap lurus dengan nanar) meskipun kamu berusaha, kita tidak akan bisa menjadi teman.

Suara Areta terdengar pelan dan dingin.

Adnan

Tidak usah buru-buru, biar semesta yang menentukan. (mencondongkan badannya sedikit ke belakang) Aku juga tidak akan memaksa jika semesta tidak berkenan. Tapi... kamu juga tidak bisa menolak kalau seandainya semesta berubah pikiran.

Areta mendesah pelan, lalu dia mengedarkan matanya ke arah lain, dia melihat anak-anak sekelas tengah berbisik sembari mengalihkan pandang ke mereka berdua.

Areta

Kamu sadar ga, kalau anak-anak sedang berbisik membicarakan kita?

Adnan sadar maksud kalimat Areta, dia menarik senyum tipis di ujung bibirnya.

Adnan

Kenapa aku harus memperdulikan itu, mereka terlalu sibuk mengurusi urusan orang lan.

Areta

Tapi aku yang tidak nyaman.

Areta bergumam dan bangkit dari duduknya.

Adnan

(meluruskan duduknya) Mau kemana?

Areta

Kamar mandi.

Areta melenggang pergi meninggalkan Adnan.

CUT TO

23. INT. MOBIL ADNAN — SIANG

Hujan turun dengan sangat lebat, titik hujan yang jatuh sangat besar mengguyur tanah ibukota.

Adnan duduk di samping Mang Ujang. Dia melihat keluar jendela yang samar-samar karena embun dan air hujan, Lalu Adnan menyadari Areta tengah menunggu di halte bus bersama dengan beberapa orang yang memilih berteduh.

Adnan memajukan wajahnya sedikit memastikan keluar mobil.

Adnan

Itu Areta kan (ucapnya pelan)

Mang Ujang

Kenapa Mas? (ikut melihat ke halte bus)

Adnan

Iya itu Areta. Pak, kita ada nyimpan payung kan?

Mang Ujang

A-ada Mas, di belakang.

Adnan langsung berpindah ke belakang dan meraih payung.

Adnan

Tepikan mobil di dekat Halte Bus Mang.

Mang ujang

Oh oke baik Mas.

CUT TO

24. EXT. HALTE BUS — SIANG

Areta tidak berhenti melihat jam tangannya, komat-kamit berharap hujan segera reda, Wajahnya tampak cemas.

Dia mengalihkan pandang ke jalanan, menoleh ke kanan, memindai satu-satu angkutan yang lewat. Semua tampak penuh, tidak ada yang mau berhenti.

Berulang kali Areta terus menghela napas cemas. Namun tiba-tiba dia merasakan seseorang mendekatinya. Dia menoleh ke kanan, dan menemukan sosok Adnan di bawah payung.

Adnan

Kamu lagi nunggu angkutan?

Areta mengangguk pelan dengan wajah sedikit terkejut.

Adnan

Ayo ikut aku naik mobil, biar aku antar kamu ke pasar.

Areta

E-engga usah, aku tunggu disini aja. Sebentar lagi juga datang.

Adnan

Kamu menunggu disini pasti sudah cukup lama kan. Lebih baik ikut aku aja. Daripada kamu telat dan dimarah.

Areta (V.0)

(menoleh bingung) Darimana dia tahu, kalau Ibu akan marah? sebenarnya sudah berapa banyak yang dia tahu soal aku.

Adnan

Kecuali kalau kamu mau dimarahi, kamu bisa terus disini. Tapi kalau kamu ikut aku, setidaknya kamu tidak akan dimarahi.

Areta (V.O)

(berpikir sejenak) Dia ada benarnya Sih, kalau aku disini aja, aku bisa telat dan Ibu pasti ngamuk. Apalagi hujan begini, kerjaan di toko lagi banyak.

Adnan

Kamu membuang waktu, kalau terlalu lama menimbang-nimbang Ar.

Areta

(menghela) Ya sudah kalau begitu. Tapi maaf merepotkan.

Adnan

Tidak sama sekali, lagipula aku yang menawarkan. (menyodorkan payung satu lagi) Pakai ini.

Areta

(meraih payung itu) Ma-makasih.

Adnan menggoyangkan kepalanya sebagai isyarat kepada Areta untuk duluan berjalan ke mobil.

Mereka bergegas, membelah hujan. Adnan membuka pintu belakang agar Areta bisa masuk lebih dulu. Areta masuk dengan hati-hati, Adnan memegangi payung Areta dan menutupnya. Lalu Adnan menyusul masuk. Payung diletakannya di bagian belakang.

INTERCUT

25. INT. MOBIL ADNAN — SIANG

Adnan dan Areta sudah masuk ke dalam mobil.

Mang Ujang

Halo Neng Areta(sapa dengan ramah)

Areta

(terkejut) Pak Ujang? Jadi bapak juga sopir...

Mang Ujang

Sopir Mas Adnan, iya neng. Saya juga kaget, ternyata Neng Areta rupanya teman Mas Adnan di sekolah.

Areta balas dengan tersenyum canggung.

Areta

Dunia memang sempit ya Pak.

Mang Ujang

Hehehe iya ya neng. Sempit banget ternyata.

Adnan

Mang, ngobrolnya bisa sambil jalan kan?

Mang Ujang

Eh iya lupa Mas, maap maap.

Mobil yang mereka tumpangi mulai bergabung di tengah jalan raya yang basah ditimpah air hujan.

Adnan melirik ke Areta, tak sengaja melihat gantungan kunci dengan serangkaian nomor yang tertera di kayu yang berbentuk jajargenjang.

Adnan

261097, nomor apa itu?

Areta

Hah? no-nomor?

Adnan mengangguk lantas matanya seperti menunjuk ke arah tas milik Areta.

Areta

Oh ini... bu-bukan apa-apa kok. (menggenggam gantungan kunci)

Adnan

(tersenyum kecil) Pasti itu tanggal ulang tahun kan?

Areta

(terkesiap) Bukan, ini cuma...

Adnan

Wajah kamu tidak bisa berbohong. Lagipula engga ada masalah kan, itu hanya tanggal lahir.

Areta (V.O)

Iya juga, kenapa aku harus gugup seperti ini. (memalingkan muka ke arah jendela)

Adnan

(menarik senyum tipis) aku mengenal seseorang yang tanggal lahir serupa denganmu.

Areta menoleh, wajah penuh dengan rasa penasaran. Adnan ikut menatap lekat wajah Areta, membuat Areta sedikit kikuk. Ia berbalik memandang ke depan. Adnan tersenyum kecil melihat wajah Areta.

Areta (V.O)

Ini bukan hanya tanggal lahirku, tapi juga tanggal lahir seseorang.

Areta menundukkan kepala melihat gantungan kunci, dan mengelusnya lembut.

CUT TO

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar