Akhir Sebuah Kisah
4. Episode 1 bagian empat

16. EXT. GERBANG SEKOLAH — SIANG

Adnan menunggu jemputan, dia duduk di bangku tak jauh dari gerbang sekolah. Menatap handphone sesekali, sembari mengerling ke arah Areta yang berdiri, juga tengah menunggu Mikrolet lewat.

Beberapa saat kemudian, Areta menyetop sebuah mikrolet yang lewat, tubuhnya hilang masuk ke dalam angkot. Adnan terus memperhatikan Areta yang berlalu bersama angkutan warna kuning tua itu. Selang lima detik, mobil jemputan Adnan datang, dia buru-buru masuk, duduk di belakang.

Mang Ujang

Tumben mas Adnan pulang cepat?

Adnan

(melepas tasnya) Ada rapat guru.

Mbok Ida

Siang Mas Adnan. (senyum sumbringah)

Adnan

Kenapa kok Mbok Ida ikut juga?

Mang Ujang

Ini ... anu mas, sebenarnya Mamang mau ngantar Mbok Ida ke pasar. Kebetulan pas banget Mas Adnan nelpon minta jemput. Jadi sekalian aja, engga apa-apa kan mas?

Adnan

Oh... ya sudah sih, engga masalah.

Mang Ujang

Kalau gitu saya antar Mas Adnan dulu, baru nanti balik ke pasar lagi.

Mbok Ida

Iya, terserah.

Adnan

Engga usah, Mang Ujang nanti bolak-balik. Antarkan aja ke pasar, sekalian saya ikut. Udah lama engga ke pasar.

Mang Ujang

Oh gitu... yowes Mas, terserah Mas Adnan, saya mah ikut wae.

Mbok Ida

Tapi engga apa-apa Mas? Pasar bau loh, panas lagi.

Adnan

(senyum simpul) Mbok lupa ya, kalau aku pernah ikut mama ke pasar dulu pas masih kecil. Kalau panas dan bau aja, sudah biasa.

Mbok Ida

Eh iya juga, Mbok baru ingat kalau tiap belanja bulanan, Mas Adnan selalu ikut Nyonya. Sekarang aja, Nyonya sibuk. Kalau dulu, Nyonya lebih suka belanja di pasar tradisional.

Adnan

Jangankan ke pasar, Pulang ke rumah aja udah jarang.

Mang ujang dan Mbok Ida kompak mengulum senyum.

CUT TO

17. EXT. PASAR TANAH ABANG — SIANG

Pasar Tanah abang terlihat ramai oleh pembeli, meski matahari berada tegak di atas kepala. Penjual di pasar menjajakan dagangan mereka. Penjual sayur melayani pembeli yang singgah, penjual ikan segar menyeru kepada pembeli untuk membeli dagangan, ada juga penjual sembako dan masih banyak lagi ragam penjual di pasar. Beberapa bocah kecil berlarian di pasar, namun ada pula seorang anak yang menangis kepada ibunya minta pulang dengan wajah kelelahan.

Mbok Ida

Mas Adnan sama Mang Ujang disini aja tunggu Bibi. Biar bibi beli dulu daftar belanjaan.

Adnan mengangguk, Mbok Ida bergegas, tubuhnya lenyap di antara keramaian orang-orang. Adnan dan Mang Ujang duduk di bangku kayu panjang depan warung makan.

Mang Ujang

Mas Adnan lapar atau haus? biar Mang Ujang belikan.

Adnan

Belikan minum aja Mang.

Mang Ujang

Minum apa Mas? Teh botol mau?

Adnan

Boleh, tapi jangan yang dingin.

Mang Ujang

Baik Mas, bentar. (berbalik badan)
Mbak pesan teh botol satu, jangan dingin, sama teh manis dingin satu.

Adnan mengedarkan pandang ke sekitar pasar, tatapnya memandangi orang-orang dengan antusias. Namun, tiba-tiba bolamatanya menangkap sosok yang tidak asing di salah satu toko sembako. Seorang gadis tengah melayani pembeli dengan senyum merekah di bibirnya. 

Adnan

Itukan Areta. ngapain dia disitu? (bergumam)

Mang Ujang

A-apa Mas, ngomong sama saya?

Adnan

(menggeleng kecil) jangan bilang dia jualan di pasar?

Penjual Warung

Ini Pak Pesanannya. (meletakkan nampan di samping Mang Ujang)

Mang Ujang

Terima kasih...

Mang Ujang mengambil teh botol dan memberikan kepada Adnan.

Minum Mas.

Adnan

Bentar Mang, tunggu sini bentar, aku mau kesana.

Mang Ujang

Mau kemana atuh Mas Adnan. (meraih gelas dan meneguk tehnya)

Adnan berjalan pelan, sambil terus lurus melihat ke Areta yang masih sibuk melayani pembeli.

Adnan (V.O)

Senyum itu, aku melihatnya dua kali hari ini.

Adnan berhenti di depan toko sembako, dimana Areta sedang bekerja. Dia ragu-ragu ingin menyapa, apalagi keadaan toko sedang ramai. Sehingga Adnan memutuskan untuk berdiri di depan Toko sembari melihat-lihat.

Adnan (V.O)

Di sekolah, dia bekerja di kantin. Berarti pulang sekolah dia jualan di pasar. Pantes aja, setiap bel pulang dia selalu buru-buru.

Saat termangu melihat Areta, suara Mbok Ida membuyarkan keterpakuan Adnan.

Mbok Ida

Loh... Mas Adnan ngapain disini? Mang Ujang mana?

Adnan

H-hah? itu disana...(nunjuk ke Mang Ujang di warung)

Mbok Ida

(berdecak sambil geleng-gelng) Owalah... dia asik-asik minum, bukanya nemenin Mas Adnan.

Adnan

Aku yang nyuruh tunggu disana Mbok lagian aku disini karena aku kenal sama yang jual, dia teman sekolahku.

Mbok Ida

Ohiya kah? owaladalah begitu toh... Mbok juga kenal sama Neng Areta, Mbok juga pelanggan disini.
(melambaikan tangan) Aretaaaa! (teriak)

Areta menoleh dan mendekat ke arah Mbok Ida, belum menyadari kehadiran Adnan.

Areta

Eh, Mbok Ida, belanja? (senyum ramah)

Mbok Ida

Iya Neng, seperti biasa.

Adnan

Halo Areta (menyapa sambil melempar tersenyum)

Areta

(tertegun) Loh Adnan, kamu kok disini?

Mbok Ida

Tadi Mas Adnan sudah cerita sama saya kalau kalian teman sekolah ya.

Areta mengangguk tanggung, melirik sebentar ke Adnan, lalu memalingkan kembali ke Mbok Ida.

Areta

Mbok kok kenal sama... (terjeda)

Mbok Ida

Mas Adnan ini, anaknya majikan tempat Mbok kerja.

Areta

OHHHH... gitu (manggut-manggut kecil)

Adnan

Kamu rupanya kerja disini juga?

Areta

Ahh?... i-iya, ini toko Ibu aku, aku bantu jagain.

Mbok Ida

Kalau begitu Mbok pilih-pilih barang dulu ke dalam ya. (masuk ke toko)

Adnan

Di sekolah kamu kerja di kantin, pulang sekolah di pasar. Kamu keren juga ya.

Areta

Keren? dia lagi ngejek ya (V.O)
Ya gitu... aku bukan pewaris, harus kerja biar hidup. (sedikit ketus)

Adnan sadar kalau kalimatnya sedikit menyinggung.

Adnan

Bu-bukan gitu, aku engga ada niat lain. Aku cuma salut sama kamu.

Areta

Oh... baguslah kalau gitu, maaf aku mau lanjut jualan lagi.

Adnan tersenyum canggung, wajahnya merasa sedikit bersalah.

JUMP CUT TO

Setelah menunggu 10 menit, Mbok Ida keluar dari toko.

Mbok Ida

Mas Adnan, yuk kita pulang, Mbok sudah selesai belanjanya.

Adnan

Sini biar saya bawain Mbok.

Adnan meraih kantong plastik hitam besar dari tangan Mbok Ida.

Mbok Ida

Makasih Mas, kalau tahu Nyonya pasti engga boleh nih.

Adnan

(tersenyum) Makanya mumpung engga ada Mama Mbok. Kalau ada pasti dia bakal teriak ke aku, Adnan jangan, itu bauu! (meragakan gaya bicara Mamanya)

Mbok Ida tertawa kecil mendengar lelucon Adnan, mereka berjalan ke warung sebelumnya Mang Ujang masih menunggu disana.

CUT TO

18.INT. MOBIL ADNAN - JALAN PULANG — SIANG

Adnan duduk menyilang di kursi penumpang, sementara Mbok Ida duduk di samping Mang Ujang. Mobil kesusahan membelah kemacetan ibukota.

Adnan

Mbok ... udah lama langganan di tokonya Areta?

Mbok Ida

Wah sudah lama sekali, bahkan saat Neng Areta masih kelas SMP kalau tidak salah. Dia sudah jualan di pasar sejak lama.

Mang Ujang

Areta? oh... Neng Areta yang jualan di toko sembako langganan Mbok ya? (ikut nimbrung)

Adnan

Mang Ujang kenal juga?

Mang Ujang

Jelas kenal dong Mas, Neng Areta itu bukan cuma kerja di toko sembako, tapi juga kerja di konter handphone.

Adnan

(kening mengerut) Jadi, dia ada kerjaan lain lagi? kok Mang Ujang tahu? (antusias)

Mang Ujang

Kebetulan, konter handphonenya itu dekat rumah Mang Ujang Mas.

Adnan (V.O)

Berapa banyak pekerjaan yang dia lakuin sebenarnya?

Mbok Ida

Mbok kadang kalau liat Neng Areta itu, kadang suka kasihan.

Ucapan Mbok Ida membuat Adnan sedikit mencondongkan badannya ke depan.

Adnan

Kasihan kenapa Mbok?

Mbok Ida

Kasihan karena masih semuda itu, harus bekerja keras untuk hidupnya. (suaranya terdengar parau) Mbok dengar sih, Areta itu harus kerja di beberapa tempat untuk ngebiayain hidupnya.

Mang Ujang

Loh? Ibunya kan masih ada Mbok, yang punya toko ibunya bukan sih?

Mbok Ida

Itumah bukan ibu kandungnya Mang, Mbok denger sih, Areta itu anak angkatnya. Dulu dia tinggal di panti asuhan.

Mang Ujang

Loh sama dong kayak...

Mbok Ida buru-buru menggelengkan kepala sambil melempar tatap tajam ke Mang Ujang agar tidak melanjutkan kalimatnya. Mang Ujang nyengir kuda, memperlihatkan giginya yang kuning kecoklatan karena kebanyakan merokok.

Mang Ujang

(berdehem) Trus jadinya dia ngebiayain diri sendiri, Ibunya kok tidak mau? bukannya kan dia yang mengangkat Areta dari panti asuhan, harusnya diurusin kek.

Adnan mendengarkan dengan seksama penjelasan Mbok Ida.

Mbok Ida

Itulah parahnya, Mbok dengar sih, setelah Ayah angkatnya Areta itu masuk penjara sehabis membunuh orang, mereka bangkrut. Menyalahkan Areta karena dianggap sebagai penyebab dan pembawa sial. Setelahnya jadi dia gak diurus lagi.

Adnan (V.O)

Jadi yang dibilang Yogi itu benar?

Mang Ujang

Membunuh Mbok, kok bisa? bunuh siapa?

Mbok Ida

Bunuh orang yang mau memperkosa Neng Areta.

Mang ujang tercengang, matanya terbelalak.

Mang Ujang

Ya ampun, kasihannya.

Mbok Ida

Mbok kurang tahu jelas ceritanya gimana sih, tapi katanya begitu. Setelah Ayahnya masuk penjara, perlakuan ibunya jadi berubah. Kadang dia suka dirundung sama adik-adiknya juga.

Mang Ujang

Kasihan ya Mbok. Anak sekecil itu sudah menjalani hidup yang berat.

Mbok Ida

Itu makanya, kalau liat Neng Areta, Mbok suka mau nangis. Sudahlah Yatim piatu, tapi malah ibu sama adik-adiknya malah jahat ke dia.

Adnan bergeming mendengar penjelasan Mbok Ida, raut wajahnya berubah sendu dan prihatin pada Areta.

Adnan (V.O)

Aku engga nyangka, Areta punya cerita hidup semenyedihkan ini. Pantas aja dia pendiam.

Mbok Ida

Pernah suatu hari, Mbok belanja ke tokonya,trus adiknya marah-marah nuduh Neng Areta merebut pacarnya. Trus dijambaknya rambut Neng Areta, Kejadian itu sempat buat pasar rame banget. Mbok masih ingat jelas, gimana ibunya ikut marahin Areta. Meskipun Neng Areta menyangkalnya, dia bilang pacar adiknya yang justru menggoda, masih aja ditarik rambutnya sampe Areta jatuh ke tanah.

Mang Ujang

(berdecak) engga ada yang melerai Mbok?

Mbok Ida

Akhirnya dipisah sama orang-orang di pasar dong. trus Mbok dengar lagi, kalau Areta itu suka dikunciin tidur di luar. Entah melakukan kesalahan apapun itu, pasti hukumannya tidur di luar.

DISSOLVE TO

FLASHBACK

Areta menggedor-gedor pintu sambil berteriak dan menangis sejadi-jadinya di malam hari. Suasana diluar tengah hujan deras, petir menyambar-nyambar, angin bertiup kencang, dan tempias air hujan masuk ke teras rumah.

Pintu tak kunjung dibuka, Areta terduduk sembari bersandar di dinding, meringkuk dan memegangi kakinya. Lututnya menyentuh dagunya yang bergeletuk karena kedinginan, bajunya mulai basah terkena siraman air yang masuk ke teras rumah.

DISSOLVE TO

Adnan

Mbok tahu darimana?

Mbok Ida

Mbok dengar dari salah satu penjual di pasar, kebetulan dia itu tetangga samping rumah Areta. Cerita soal Areta mah, orang pasar udah pada tahu.

Mang Ujang

Kasihan juga ya Mbok.

Mbok Ida

Itulah Mang, Mbok aja dengar ceritanya teriris hati Mbok. Bisa-bisa dzolim sama anak yatim kayak gitu.

Adnan menyandarkan tubuhnya, mendesah panjang. Persis Mbok Ida, Adnan ikut merasa teriris mendengar cerita Areta. Dia teringat lagi, saat pertama kali bertemu Areta, dia menangkap kesedihan di mata Areta. Kini dia telah mendapat jawabannya, kenapa sorot mata Areta berbeda.

INSERT

Sorot mata Areta di pertemuan pertama.

CUT TO

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar