Flash Fiction
Disukai
0
Dilihat
16
PeR PUAN
Religi
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Aku akan mengajakmu bercerita tentang kita perempuan yang setiap gerak-geriknya selalu jadi bahan kajian. Namun, yang pertama-tama sebelum itu mari kesampingkan dulu ego kita, tarik nafas dan hembuskan sembari berucap "Allah" dan maafkanlah aku yang bodoh ini pabila ada salah kata juga makna.

*

Kata mamak aku ini anak perempuan yang harus disayang karena hatinya gampang rapuh. Begitukah? Ah aku tidak merasa begitu, karena selama ini aku merasa diriku kuat meski hem.. dibentak sedikit saja oleh Apak air mataku langsung mengalir deras. Huh!

Apa jangan-jangan aku ini hanya kuat fisik bukan hati?

Semasa kecil dulu aku sudah biasa dilatih oleh Mamak perihal berbenah rumah, masih aku ingat sampai sekarang pelajaran pertama ku soal berbenah rumah. Saat itu minggu pagi yang cerah.

"Zea sini nak bantu mamak sekejap" mamak memanggilku dari dapur. Saat itu aku merasa kesal karena minggu pagi adalah jadwalku menonton kartun

"Kenapa Mamak?" Aku berjalan ke arah dapur dengan malas-malasan

"Nak ambil sapu di balik pintu itu lalu bawa keruang tamu" begitu kata mamak, aku bingung sendiri. karena apakah aku dipanggil hanya karena disuruh meletakkan sapu di ruang tamu? Ayolah mamak nih suka aneh-aneh saja perintahnya. Tanpa bertanya aku seret sapu itu ke ruang tamu, dan saat aku lihat ruang tamu itu masih berantakan sisa-sisa kripik tadi malam masih ada. Entah ada dorongan dari mana aku berinisiatif untuk membereskannya. Permadani murahan yang aku dan mamak beli di pasar tradisional aku gulung dan lumayan berat, toples kripik yang sudah tak berpenghuni aku taruh di pojok ruangan,dan yang terakhir bantal millik ku dan bang Zaid aku taruh sembarang di atas tv. Setelah itu barulah kudapati lantai yang kotor penuh debu, sisa kripik, dan rambut-rambut nakal.

"Loh ko dibereskan?"kata mamak padaku

"Tak enak dipandang mak" jawabku seolah aku anak paling rajin berbenah

"Memang sudah seharusnya anak perempuan bisa berbenah"ucap mamak sembari mengambil bantal dari atas tv

"Mengapa begıtu?" Tanyaku, karena aku merasa itu bukan hanya tugas anak perempuan

"Bukan apa-apa entah disadari atau tidak berbenah secara naluriah dimiliki seorang perempuan, meski begitu bukan berarti anak laki-laki tak perlu berbenah. Dilakukan bersama-sama itu juga baik" kata mamak sambil tersenyum

"Kalau aku tidak berbenah apakah aku bukan anak perempuan mak?" Tanyaku penasaran

"Tidak juga, namun bukankah itu baik. Jadi Zea bisa membantu pekerjaan mamak" begitu kata mamak

Ketika sudah dewasa aku dan bang Zaid memiliki jadwal berbenah rumah jika aku Senin bang Zaid Selasa jika aku Rabu bang Zaid Kamis, begitu seterusnya.

Pernahkah aku protes?

Tentu pernah, ketika sedang banyak tugas di kuliahan, di tempat kerja dan tugas ku di peran yang lain. Namun luar baisa Apak selalu bilang.

"Jangan dikerjakan jika membuat hati teriris, karena kalau sudah terluka pasti bergegas mencari obat, beruntung kalau obatnya tepat jika tidak bisa bahaya" begitu kata Apak ketika aku tengah bersungut-sungut

Aku belum paham betul apa maksud Apak, tapi aku yakin itu hal baik. Nasehat itu Apak berikan bukan hanya padaku tapi pada Abang ku, Zaid. Kali ini ceritaku dulu. Lain kali akan kuceritakan sedikit tentang bang Zaid.

Mmmm tapi awas jangan jatuh cinta!

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Religi
Rekomendasi