Dunia Rumit Sofia

“Apa kita akan mati?” Dia menghampiriku yang tengah duduk dibawah pohon.

“Berhentilah mengejarku sofia, apa kau begitu menginginkannya?” Tanyaku.

“Itulah kenapa aku mengejarmu, kenapa kau berlari?” Sambil mengatur nafasnya, dia menyeka keringat di keningnya dan duduk disampingku.

“Aku tidak berlari, kau selalu tau dimana aku berada”

“Aku ingin ikut denganmu” Pintanya sambil menyandarkan kepalanya di bahuku.

“Kau menyerah begitu saja?” Tanyaku.

“Kurasa begitu, dunia rumitku sedang tidak baik?” Dia pun menghela nafas panjang dan kami terdiam beberapa waktu.

Tak lama aku mendengar sebuah gemuruh, aku mulai berdiri dan memperhatikan dengan seksama darimana asal gemuruh tersebut, aku mulai berjalan pelan menyusuri jalan setapak kearah bawah bukit.

“Apa yang kau lakukan !!!” teriakku padanya yang berdiri mematung dibelakangku memandangi air besar dari hulu sungai di bukit itu.

“Aku menyerah” ucapnya pelan

“Tidak … tidak … sofia, hentikan !” perintahku.

“Maafkan aku, aku tidak bisa menghentikannya” jawabnya.

Aku pun berusaha sekuat tenaga membuat amukan air itu berhenti, nampaknya kali ini keinginan sofia tak dapat dibendung, aku pun tersapu didalam amukan air itu, semakin aku berusaha berenang ke tepi sungai, semakin kuat aliran itu menarikku.

“Sofiaaaaa!” teriakku dari kejauhan sambil berusaha berenang ketepian sungai, dia hanya berdiri menangis menatapku. “Ini kah yang kau inginkan?” teriakku Kembali berharap dia dapat menghantikan aliran air yang kian menarikku.

Tak lama kulihat disampingnya seorang gadis kecil berenang tenang disekelilingku, seketika air yang mengamuk itu menjadi tenang, awan hitam yang datang bersamaan dengan gemuruh itu seketika berubah menjadi langit oranye dan aku bisa melihat pantulan matahari sore mulai berkilau keemasan di permukaan air sungai yang jernih itu.

Aku memandangi gadis kecil itu berenang dengan riang, sesekali dia menyelami air lalu tertawa membawa gumpalan air dengan ikan-ikan kecil didalam genggaman tangannya, dia lalu tersenyum dan melepaskan ikan-ikan kecil itu yang mulai menyembunyikan diri di sela-sela bebatuan sungai.

“Sofiaaaaa, sudah cukup berenang, Kembali kerumah” teriak seorang wanita paruh baya dari atas bukit, gadis kecil itu dengan cepat berenang ketepian dan berlari menapaki bebatuan dan menghampiri wanita itu.

“Kau membuat banjirnya berhenti?” tanyaku menghampiri gadis kecil itu yang tengah merapikan handuk yang ia letakkan diatas batu di pinggir sungai.

Dia mengangguk dan tersenyum kecil kepadaku, “Mungkin aku bisa, tetapi terkadang dia membuatku hampir tenggelam” jawabnya sambil berlari kecil keatas bukit.

“Hey, tunggu! Apa kau, apa kau berasal dari dunia rumitnya ?” teriakku

“Tidak, dia menyimpanku disini, terkadang aku datang sebagai Pelangi disaat dia mulai memberikan badai, terkadang aku datang sebagai matahari sore saat dia mulai merasa kegelapan”

“Lalu apa tugasku ?”

“Kau hanya perlu perlu bertahan, jangan biarkan dia menenggelamkanmu, karena jika kau tak ada, aku pun tak bisa meredamnya, baiklah kalau begitu, sampai jumpa sofia”

“Selamat tinggal … Sofia”

Aku berlari ke bukit berharap sofia dari dunia rumitku pergi, saat kupastikan tidak ada siapapun aku pun duduk lega di bawah pohon itu kembali, dibawah naungan matahari sore yang sofia kecil berikan, ku arahkan wajahku menatap sinar itu, daun kering kecoklatan mulai gugur menjatuhi wajahku, aku menatap daun berukirkan “Bersiaplah, akan ada badai lainnya, berjuanglah bersamaku, Sofia” .

3 disukai 1 komentar 5.4K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
imajinasi tanpa batas
Saran Flash Fiction