Yuk Nikah, Yuk!
10. ACT 2 PART 9 #Psycho

ACT 2

PART 8

PSYCHO

 

SC. 44 EXT. JALAN RAYA – SIANG

Abi mengejar mobil Geo dengan menggunakan motor matic-nya. Namun karena terlampau jauh dan kondisi jalanan sedang lenggang, usaha Abi untuk menyalip mobil tersebut menjadi sia – sia.

CUT TO:

 

SC. 45 EXT. GEDUNG TUA BEKAS RUMAH SAKIT – SORE

Meski Abi sulit menyusul mobil Geo karena terlanjur jauh tertinggal, namun setidaknya dia mampu mengikuti ke mana arah mobil mencurigakan itu berhenti. Di depan gerbang sebuah gedung yang tak terawat, Abi memarkirkan motornya. Dia membuka helm lalu bergumam.

ABI
Sialan, tempat apa ini?!


Abi memandang sekeliling. Tak ada satupun rumah warga di dekat tempatnya berdiri. Hanya barisan temboklah yang menghiasi sepanjang jalan yang sunyi.

ABI
Sepi banget pula. Bikin parno.


Abi terdiam sejenak mengamati gedung tua yang nampaknya bekas sebuah puskesmas itu. Dia kemudian mengambil ponsel di saku celana, lalu mencoba menelepon Mama Aira. Namun tidak diangkat. Sehingga Abi mengirimkan foto lokasi dan pesan whatsapp kepada Mama Aira.

ABI
[Ma, Aira kayaknya diculik. Ini lokasinya. Sekarang Abi mau ngecek ke dalem. Mama tolong hubungi polisi ya kalau dalam beberapa jam ke depan kita belum juga pulang].


Abi menatap layar ponsel seraya memukul stang motornya.

ABI
Halah, pake ceklis satu segala!


Usai menghubungi mama, Abi mulai mengendap masuk ke dalam.

CUT TO:

 

SC. 46 EXT. GEDUNG TUA – HALAMAN BELAKANG – SORE

Berbekal balok kayu yang tak sengaja ditemukan, Abi mengitari gedung. Dia mencari keberadaan mobil dan menemukannya di bawah pohon rindang di halaman belakang. Tetapi ternyata tidak ada orang di sana, sehingga Abi bergegas memeriksa isi gedung.

ABI
(Melihat ke arah gedung) Pasti mereka udah di dalem.


Abi menarik dan menghembuskan nafas panjang.

ABI
Huh... Bismillah! Semoga Aira gak kenapa - kenapa.

CUT TO:

 

SC. 47 INT. GEDUNG TUA – SORE

Satu per satu ruangan di lantai satu diperiksa oleh Abi. Namun dia tidak menemukan apapun kecuali debu dan serangga. Sehingga dia beranjak menuju lantai dua. Di saat hendak melangkahkan kaki di anak tangga, tiba - tiba terdengar bunyi lonceng. Abi diam membeku dengan mata terbelalak.

ABI (V.O)
Apa itu barusan?!


Abi-pun melihat ke arah kakinya. Dia menemukan seutas benang berwarna putih terjulur ke samping. Di ujung tali itu ada dua lonceng kecil yang saling berpautan.

CUT TO:

 

SC. 48 INT. RUMAH AIRA – RUANG KELUARGA - SORE

Mama dari arah dapur, berjalan menuju sofa untuk rebahan serta menonton televisi. Tak lama kemudian, mama mengecek ponselnya yang sedari tadi tergeletak di atas meja.

MAMA
Adek sama kakak pulang jam berapa, ya... hari ini?


Perhatian mama mendadak teralihkan oleh notifikasi pesan dari Abi. Mama membacanya dan seketika terkejut. Mama berteriak memanggil papa.

MAMA
Papa! Papa! Cepat ke sini, pa!


Sambil membawa pemotong rumput, papa berlari menghampiri mama dengan sangat panik.

PAPA
Kenapa, ma? Kenapa?


Papa mendapati mama tengah menangis sambil menutupi mulutnya, sebelah tangannya yang lain masih memegang ponsel. Papa-pun meletakkan pemotong rumput tersebut dan bergegas memeluk mama.

PAPA
Ada apa, ma? Apa mama habis jatuh? Atau ada yang terluka?


Dengan tubuh yang gemetar, mama menyerahkan ponselnya kepada papa.

MAMA
Kita mesti gimana, pa? Kita mesti nunggu mereka berapa lama?


Papa membaca pesan dari Abi, lalu alisnya berkernyit.

MAMA
Pa, jawab mama! Apa kita langsung lapor polisi aja? Mama takut kakak kenapa – napa!
PAPA
Jangan dulu, ma. Dari bunyi pesannya, teman kakakpun belum yakin kakak itu diculik atau gak. Kalau kita lapor polisi, yang ada kita bakal kesel sendiri, disuruh nunggu lebih lama, satu kali dua puluh empat jam, baru laporan kita diproses.
MAMA
Ya, terus gimana dong, pa?! Masa kita diem aja di sini?! Sampai berapa lama kita harus nunggu kabar yang gak pasti?! Mama khawatir, pa!
PAPA
Iya, papa ngerti. Papa juga khawatir, ma. Cuma untuk sekarang, mama tenang dulu.
MAMA
Ah, papa! Gimana mau tenang sih?! Nasib anak kita ini lagi terancam!


Papa akhirnya ikut meluapkan emosi.

PAPA
Papa bakal samperin kakak! Jadi papa mohon, mama tenang!


Mama terisak, menahan air mata. Kaget pasca dibentak. Menyadari hal itu, papa kembali mencoba berbicara secara baik – baik pada mama.

PAPA
Mama percaya kan sama papa?


Mama menganggukkan kepala, masih dengan air mata yang mengalir deras.

PAPA
Papa bukan cuma mau nyamperin lokasi itu. Tapi papa bakal nyebar seluruh anggota Red Eagle untuk mencari kakak di semua titik di kota Jakarta dan sekitanya. Gak akan ada yang terlewat. Tikus hama wajib ditemukan, dan dibunuh.


Mendengar ucapan itu, mama menelan ludah dan berusaha meredam amarah papa.

MAMA
Papa, papa jangan ngomong yang nyeremin gitu! Mama gak mau papa masuk penjara lagi. Jadi tolong buang pikiran itu jauh – jauh, ya? Hm?
PAPA
Gak perlu khawatin papa, ma. Papa bisa ngurus diri papa sendiri.
MAMA
Mama tahu, papa bisa ngurus segalanya! Tapi tetep aja mama gak sanggup kalau mesti ngeliat papa hidup dalam penderitaan di bui.


Papa mengelus kepala mama, memeluknya erat lalu membisikkan.

PAPA
Papa, pergi dulu, ya! Mama tunggu di sini. Tungguin adek pulang dari les, juga tungguin papa bawa pulang kakak.


Mama tidak sanggup lagi berkata – kata. Hanya air matalah yang mewakili kekhawatirannya. Papa lalu melepaskan pelukan dan sejenak memandang mama. Papa tersenyum teduh, kemudian berdiri dan bergegas pergi menuju lokasi yang ditunjukkan oleh Abi.

CUT TO:

 

SC. 49 INT. GEDUNG TUA – SORE

Abi secara gesit berlari ke lantai atas. Sesuai dugaan, benang itu merupakan alarm manual yang sengaja dibuat, sehingga begitu Abi tiba di lantai atas, di sana dia langsung disambut oleh orang yang menculik Aira; Geo. Pria berkostum dokter itu berdiri sembari tersenyum penuh makna pada Abi.

ABI
Mana Aira?!


Geo membungkukan badan, seolah menyambut kedatangan Abi.

GEO
Selamat datang, pak! (Tersenyum lebar) Mohon ditunggu antreannya...


Abi segera mendekati Geo dan langsung memukulnya menggunakan balok kayu.

ABI
Gak usah basa – basi! Cepat katakan! Di mana Aira?!


Geo jatuh tersungkur. Tapi bukannya kesakitan, Geo malah tertawa sambil perlahan bangkit.

GEO
Kamu menarik juga, ya...


Abi tercengang.

ABI (V.O)
Gila nih orang! Gak ngerasa kesakitan sama sekali, gitu?! Apa mesti aku gebuk lagi nyampe pingsan? Tapi kalau bukannya pingsan, malah kelewatan jadi mati, gimana? Panjang dong, urusan...


Geo menyeringai.

GEO
Kamu kecilnya pasti punya cita – cita jadi pahlawan, iya kan?
ABI
Ah, banyak omong! (Melayangkan balok lagi).


Kali ini Geo menghindari pukulan Abi dan dia justru balik menyerang dengan menancapkan jarum suntik berisi cairan bius di leher Abi.

GEO
Kalau aku cita – citanya jadi dokter (Tersenyum).


Seketika Abi duduk berlutut, dia menahan sakit yang luar biasa. Selang beberapa detik kemudian, Abi sudah terbaring di lantai, tak sadarkan diri.

CUT TO:

 

SC. 50 INT. GEDUNG TUA - RUANGAN PERSEGI – MENJELANG MALAM

Abi bangun dari pingsan dan mendapati diri tengah terikat di kursi bekas perawatan gigi. Geo yang sedari tadi asik memperhatikan Abi, menyapanya ramah.

GEO
Oh? Hi! Sudah bangun? (beat). Gimana tidurnya? Nyenyak?


Karena mulut Abi juga diikat kain, dia hanya dapat meronta.

GEO
Apa kamu kemari untuk melihat wanita itu? (Mendorong rahang Abi menghadap Aira).


Aira nampak terduduk lemas dengan seluruh tubuh yang basah serta terikat. Melihat itu, Abi semakin meronta. Geo lalu mengencangkan tali yang mengikat Abi di kursi.

GEO
Sssttt! Wanita itu begitu karena kesalahannya sendiri. Jangan merasa bersalah! Siapa suruh dia ribut saat aku lagi mengurusmu tadi? Makanya kurendam saja dia di air es sampai lemas. Aku pintar, kan? Sekarang dia gak akan mengganggu kita lagi. Badannya beku! (Tertawa jahat).


Geo membuka sebuah laci dan mengambil pisau cukur elektrik.

GEO
Biar kuberi tahu padamu, kamu gak pantes berkorban demi wanita itu! Dia itu... Pem-bo-hong!


Geo duduk di samping Abi, raut wajahnya serius.

GEO
Tadinya aku berniat menjalin hubungan dengannya. Karena seperti yang kamu lihat sendiri, dia cantik. Tapi... Ternyata dia gak secantik tampilan luarnya! Dia busuk! Dia penipu! Dia bukan orang yang selama ini berkirim pesan denganku! (Tertawa) Pft, dia bilang dia saudara kembar Pevita!


Abi kembali meronta, membuat Geo menghentikan tawanya. Dengan ekspresi datar, Geo menampar Abi.

GEO
Kamu ini lebih menyebalkan dari si Pevita, ya! Gak tahu sopan santun! Gak beradab! Diamlah saat orang sedang berbicara! Apa Kamu gak pernah diajarkan tata krama, ha?!


Mendadak Geo nampak sedih. Dia meracau tidak karuan.

GEO
Aku... Aku khatam soal tata krama! Pria itu selalu memukulku jika aku menyela perkataannya, kau tahu?! Makanya aku membunuh dia, beserta keluarga barunya, sebagai kado terindah dariku untuknya!


Geo berjalan ke belakang Abi, lalu menjenggut rambut pria tersebut. Dia berbisik di telinga Abi.

GEO
Kamu gak keberatan kan, menyalip antrean? Untukmu khusus, kujadikan yang pertama, karena aku sudah gemas padamu! Inilah hadiah jika Kamu berani menggangguku bicara.


Geo menatap dingin pada Aira.

GEO
Heh! Perhatikan ini baik - baik! (Tersenyum jahat) Giliranmu setelah ini...


Geo mulai mencukur rambut Abi secara asal. Aira yang menyaksikan, hanya dapat menangis deras dalam keheningan.

GEO
Aku ini baik sekali, ya... Memberi layanan cukur gratis kepadamu. Aku sudah sebaik ini, tapi orang - orang masih sering salah paham padaku! Dunia ini memang brengsek! Mereka pikir mereka siapa?! Seenaknya meragukan kemampuan orang! Lalu membuangku seperti sampah!


Usai puas mengacak – acak rambut Abi, Geo mengamati hasil kerjanya.

GEO
Hm... Menakjubkan! Habis ini apa ya enaknya? Gigi? Telinga? Atau mata?


Aira berteriak histeris meski mutulnya terkunci rapat. Dia tidak sanggup mendengar ocehan Geo, apalagi bila harus menyaksikannya.

GEO
Kamu kenapa? Sabar, ya... Tunggu giliran. Aku masih negosiasi hargamu ke pria Hongkong. Kalau dia setuju membelimu, kamu gak perlu kok membayar belas kasihku seperti ini.


Tiba – tiba terlintas sesuatu di benak Geo.

GEO
Aha! Aku tahu! Gimana kalau kuku dulu? Aku kan koleksi kuku juga...


Geo dengan raut wajah gembira mencopot perlahan kuku-kuku tangan Abi. Abi cuma mampu menangis kesakitan dan meronta, begitu pula halnya dengan Aira.

CUT TO:

 

SC. 51 INT. GEDUNG TUA – MALAM

Segerombolan orang berbadan kekar memasuki gedung. Masing – masing dari mereka membawa senjata tajam.

CUT TO:


SC. 52 INT. GEDUNG TUA – RUANGAN PERSEGI – MALAM

Kebisingan yang terjadi di luar ruanganpun akhirnya mengusik Geo. Dia berhenti mengupas kuku Abi dan mengeluh kesal.

GEO
Apa lagi sih ini?! Hari ini banyak sekali pasien, ya?!

CUT TO:

 

SC. 53 INT. GEDUNG TUA – MALAM

Geo mengintip keadaan di bawah dari lantai atas. Namun aksinya ketahuan dan seseorang berseru.

PRIA
(Mendongak dan menunjuk) Itu dia orang yang mencurigakan, bos!


Papa menatap Geo tajam. Kedua tangan berpaut di belakang badan. Dengan santai, papa memberikan perintah.

PAPA
Tangkap!


Sepenggal kata yang Papa Aira ucapkan, langsung dilaksanaan oleh para anak buahnya; anggota preman The Red Eagle. Meski Geo mencoba melawan, dia dapat dilumpuhkan dalam sekejap karena tak sebandingnya kekuatan dan jumlah. Geo kemudian dipaksa bersimpuh di hadapan papa, sementara Aira dan Abi dibebaskan oleh para preman lainnya. Ketika Aira turun dan melihat papanya, tak kuasa air mata mengalir deras di pipi Aira. Dia berlari dan memeluk papa erat.

AIRA
Papa...! Aira... Aira minta maaf, pa! Gak seharusnya Aira terlibat dengan orang gila ini... Aira bikin semua orang jadi susah... Maaf, pa...


Papa mendekap hangat sambil mengelus rambut putrinya.

PAPA
Kakak gak salah kok, gak perlu minta maaf, ya...


Papa menepuk lembut punggung Aira.

PAPA
Sudah, sudah. Sudah, sayang... Papa ada di sini. Gak ada lagi yang perlu kamu takuti.


Usai menenangkan Aira, papa melepaskan pelukan dan berujar teduh.

PAPA
Sebaiknya kakak segera antar teman kakak ke rumah sakit, ya! Kasihan dia, penuh luka. Kalau gak cepat ditangani, takut malah infeksi.


Aira menengok sedih pada lumuran darah di jemari Abi.

AIRA
Baik, pa...


Papa lalu memberi perintah tegas pada dua orang anak buahnya.

PAPA
Antarkan dan kawal mereka ke rumah sakit terdekat! Cepat!
PRIA
Siap, bos!


Dua orang anak buah tersebut segera melaksanakan perintah, menuntun Aira dan Abi menuju ke rumah sakit.

JUMP CUT TO:

Ketika Aira dan Abi tak terlihat lagi, papa mulai menampakkan murkanya pada Geo. Papa menampar keras wajah Geo.

PAPA
Kamu apakan anak saya?! (Teriak kencang) Jawab!


Berbeda seperti saat menghadapi Abi, kini Geo kelihatan ketakutan dan hanya bisa berlutut sembari memohon.

GEO
Jangan pukul saya, tolong! Jangan pukul saya, tolong! Jangan pukul saya, tolong!


Papa naik pitam. Dia menarik baju Geo untuk membuatnya berdiri. Setelah itu papa langsung melayangkan bogem mentahnya. Bukan hanya sekali, namun sampai delapan kali bertubi – tubi, hingga membuat hidung Geo mengeluarkan darah.

PAPA
Jawab sekali lagi dengan benar (beat). Kamu apain anak saya, ha?!


Dengan tatapan yang bergetar, Geo terbata – bata menjelaskan.

GEO
Cemplung...Es...Cemplung...Es...Cemplung.


Papa menghembuskan nafas berat, berusaha bersabar sebab Geo nampak seperti orang yang tidak waras. Dia lalu memerintahkan.

PAPA
Beri dia pelajaran setimpal seperti apa yang sudah dia lakukan pada anak saya dan temannya! Buat orang gila ini memahami, betapa menyakitkannya disiksa!
PRIA
Baik, bos!
PAPA
Setelah kalian puas, kirim saja dia ke kantor polisi.


Anak buah papa terkejut setengah mati.

PRIA
Apa, bos? Kenapa diserahin ke polisi? Itu kan berbahaya juga buat kita.

Papa menjawab santai.

PAPA
Iya, benar. Tapi orang seperti dia, yang suka menyakiti orang lain hanya demi kepuasan, lebih berbahaya lagi bila beredar di tengah masyarakat.
PRIA
Ya udah, kalau gitu mending kita bunuh aja, bos.
PAPA
Istri saya melarang saya untuk membunuh. Lagi pula, diapun wajib membayar semua perbuatannya sebelum menghilang dari bumi ini. Termasuk bertanggung jawab atas pembunuhan satu keluarga di Jagakarsa, daerah tempat tinggal saya. Saya bahkan sudah mengantungi bukti untuk bisa menjebloskannya ke penjara.
PRIA
Oh! Dia pembunuh misterius yang sempet hebob di berita itu?! Hebat banget bos bisa tahu! Bos dapet dari mana buktinya?


Papa menempeleng kepala pria tersebut.

PAPA
Kamu pikir panggilan ‘bos’ itu cuma sebutan asal, ha?! Hal semacam itu sangat mudah didapat dalam kelompok kita!
PRIA
Mengerti, bos. Maaf.
PRIA
Ya sudah, sana! Laksanakan perintah.
PRIA
Baik!


Papa menatap sinis Geo yang terkulai lemas di lantai.

PAPA
Dan jangan lupa, siapkan alibi yang sempurna. Bilang ke polisi bahwa dia babak belur karena di hajar masa. Ingatkan pula ke orang itu, jika dia berani buka mulut tentang kita, siap – siap menerima hukuman yang lebih mengerikan. Janjikan itu padanya!
PRIA
Siap, bos!


Papa kemudian berjalan keluar, meninggalkan Geo yang diseret untuk dieksekusi para preman. Papa memilih menuju ke rumah sakit untuk menyusul dan menemani putrinya. Jika papa terus melihat wajah pria yang menyakiti Aira, bisa – bisa dia benar – benar membunuhnya.


CUT TO BLACK:


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar