Titik-titik
2. Berjalan Kemanapun Angin Menuju
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

Latar : Interior Kampung sempit

Waktu : Malam Hari

Sepatu datang cukup malam ketika sampai di rumahnya.

Rumahnya masuk gang kecil yang mengharuskannya berjalan miring karena terhimpit tembok-tembok orang-orang kaya di depan rumahnya.

Remang lampu dan beceknya jalan terhimpit itu terlihat tenang dimata Sepatu.

Diujung gang yang sangat sempit itu, seseorang mendongak melihati. Seseorang ingin juga nyelonong masuk lewat sana juga.

Namun, karena tahu ada Sepatu didalamnya. Orang itu menunggunya diujung gang. Sepatu sampai diujung gang sempit itu, Sepatu mengenal perempuan itu.

Sepatu

"Kemana buk?"

Ibu

"Beli kecap"

Sepatu berjalan pergi dari gang sempit tadi ke sebuah rumah, rumah yang tak begitu kecil, juga tak begitu besar tempatnya bernaung.

Sepatu mengangguk dan bersiap masuk kedalam rumah. Mencopot sepatunya dan bersiap masuk kedalam rumah. Rumah kecil terhimpit diantara tembok-tembok tinggi rumah-rumah orangkaya.

Seorang laki-laki menyergahnya ketika datang.

Bapak

"Anak kesayangan bapak. Sini dong. Darimana sih? Kok baru sampai?" (godanya)

Sepatu

"Tadi keretanya telat." (sambil berberes barang-barang yang ada di dalam tas)

Bapak

(Berjalan mendekati sepatu sambil berbisik) "Eh, lho ada uang gak? pinjem bentar dong"

Sepatu

"Kagak ada pak. Kemarin ada, itu juga bapak pinjem."

Bapak

"Iyasih, besok gue ganti. Baru ada kerjaan juga hari ini."

Sepatu

"Kerjaan apaan?" (sedikit sebal)

Bapak

"Ada deh, lho mau ikut?"

Sepatu

"Nggak. Gue udah ada kerjaan sendiri."

Bapak

"Terserah lho deh, tapi beneran lho gaada uang?"

Sepatu

"Berapa sih pak?"

Bapak

"Seratus aja deh."

Sepatu mengeluarkan dompet dan memberi bapaknya uang seratus ribuan.

Banyak tersenyum-senyum, Sepatu terlihat sebal. Bapaknya berjalan keluar sambil memasukkan uang dari Sepatu tadi kedalam dompetnya.

Bapak

"Gini dong, jangan kayak kakakmu. Kuliah aja, nggak bisa ngasilin duit. Belajar aja, dimintai duit nggakpunya." (Sambil mengelus-elus kepala Sepatu)

Sepatu diam saja sambil mencopot jaketnya.

Bapak

"Akhir-akhir ini Mawar kemana. Kok jarang kesini?"

Sepatu

"Ngapain dicariin? Mau minjem duit?."

Bapak

"Nggaklah, duit mah gampang."

Sepatu

"Nggaktahu pak."

Bapak

"Kan lho yang punya hape, tanyainlah dimana dia. Kok jarang pulang."

Sepatu

"Iya, nanti"

Bapaknya berjalan keluar menuju gang sempit tadi. Sepatu masuk rumah dan berjalan ke kamar mandi. Sepatu masuk dan mandi di dalam. Suara guyuran gayung terdengar dari luar.

Dari pintu seorang perempuan muda tiba-tiba mendekat. mengetuk pintu kamar mandi dan cekikikan.

Perempuan

"Sepatuuu... Lho ada uang nggak?"

Sepatu

"Siapa?"

Perempuan

"Sama kakak masak lupa. Matahari nih."

Sepatu

"Kagak punya." (sambil menjeburkan air dengan keras)

Matahari

"Pelit loh"

Sepatu

"Terserah."

Matahari berjalan pergi kebelakang, saat itu juga matahari melihat hape dari Sepatu menyala disekitar tasnya. Matahari melihati hape milik sepatu dengan tenang, cekikikan, dan membuka beberapa chatnya.

Matahari mulai bingung dan menggaruk-garuk pelipisnya karena bingung. Menurutnya, adiknya sudah kerja yang tidak-tidak membuatnya iba dan kasihan. Segera, ia kembalikan hape itu pada posisinya tadi dan ia diam diam saja, seolah-olah tak tahu apa yang terjadi. Ia terlihat kasihan dengan adiknya, namun juga kecewa.

Remang rumah terlihat jelas. Matahari duduk-duduk disekitar ruang tamu rumahnya.

Sepatu keluar dari kamar mandi dan langsung menuju kamar. Terlihat juga Matahari semakin bingung dan menggigiti jarinya karena bingung. Intinya ia kasihan dengan adiknya. Karena memang ia takut, akhirnya ia mendekati Sepatu saat itu juga.

Latar : Di kamar Sepatu

Matahari membuka pintu kamar Sepatu dan memunculkan kepalanya dipintu yang tak terbuka penuh.

Matahari

"Kemana lho?"

Sepatu

"Kemana ngapain?"

Matahari

"Lho emang kenapa sih sampai segitunya,"

Sepatu

"Segitunya ngapain" (Ia tak serius menanggapi dan memainkan hapenya)

Matahari

"Lho nggakperlu gitu-gitu kali untuk dapet uang"

Sepatu mengernyitkan dahinya dan mulai curiga.

Sepatu

"Apaan sih?"

Matahari

"Lho kalo butuh kerjaan, lho ngomong gue dong. Gue banyak kenalan kerjaan."

Sepatu

"Lho ngomongin apa sih?"

Matahari

"Alah lho pikir aja sendiri, kerjaan lho itu bagus apa nggak."

Sepatu

"Lho itu ngapain sih? Ngurus-ngurus hidup orang. Pengin ngasih kerjaan orang. Lho sendiri duit aja ngutang. Belagu lho."

Matahari akhirnya menutup pintunya. Sepatu terlihat murung di dalam kamarnya. Matahari berjalan kedepan dan dengan tenang duduk. Sambil berdoa semoga Tuhan mengampuni adiknya. Matahari yang memang alim dan tidak neko-neko terlihat tenang disana.

Namun ia kembali lagi berjalan mendekati pintu kamar Sepatu.

Interior Di dalam kamar Sepatu

Tiba-tiba matahari membuka pintu setengahnya lagi.

Matahari

"Maafin gue, gue gak bermaksud tadi"

Sepatu terlihat diam dan tak menanggapi. Karena gak enak, Matahari tiba-tiba mengajaknya pergi ke rumah kakaknya.

"Ke rumah kak mawar aja yuk?"

Sepatu

"Ngapain?"

Matahari

"Ayolah. Lho nggak kangen sama kakak lho."

Sepatu

"Kapan?"

Matahari

"Terserah lho."

Sepatu

(sambil berpikir) "Sekarang aja deh."

Matahari terlihat tenang, dan Sepatu tiba-tiba keluar dari kamarnya.

Sepatu

"Ayo"

Mereka berdua mengunci rumah yang dari gembok, lalu berjalan keluar dari pekarangan rumahnya di depan gang. Berjalan miring seperti biasanya.

Eksterior Jalanan rumah gedong.

Mawar bekerja sebagai asisten rumah tangga. Tak jauh dari rumah tempatnya bekerja, sekitar seratus meteran dari gang miring tadi.

Sepatu

"Udah lho kabarin belum?"

Matahari

"Belum lah. Chat dong. Lho kan daritadi pegang hape."

Sepatu

"Yaelah, gue kira lho udah."

Matahari

"Belum"

Sepatu memainkan hapenya mengechat kakaknya. Mereka berdua menunggu didepan gerbang rumah besar dengan pos satpam yang lagi tutup.

Matahari

"Dia mungkin tidak ada di rumah. Lihat tutup"

Sepatu

"Mungkin."

Matahari melihati Sepatu dengan kasihan. Setelah melihat isi hape tadi, ia menjadi kasihan dengan Sepatu. Dia terlalu muda untuk melakukan ini semua.

Matahari

"Lho nggak pengin kuliah lho?"

Sepatu

"Buat apa?"

Matahari

"Buat masa depan"

Sepatu

"Gimana, orang gue nggak keterima kuliah negeri."

Matahari

"Swasta juga nggakpapa kan?"

Sepatu

"Tahu sendiri mahal"

Matahari hanya diam mendengar sepatu.

Sepatu

"Lho kan udah kuliah, bentar lagi lulus. Mau jadi apa lho emangnya?"

Matahari

"Daftar kerja-lah."

Sepatu

"Meskipun kuliah di negeri tapi lho masih pake uang lho. Jangan sia-sia in."

Matahari

"Biasa aja kali."

Sepatu terlihat tak tenang dengan dirinya. Mungkin benar dirinya perlu kuliah. Ia menyadari itu.

Matahari

"Emang bokap tadi bilang apaan sih?"

Sepatu

"Tau deh, ada kerjaan katanya."

Matahari

"Kerjaan dimana?"

Sepatu

"Nah itu gue juga nggak tahu."

Sepatu membuka hape dan ia melihat notifikasi masuk. Itu dari Mawar, Sepatu yang melihatnya terlihat kecewa.

Sepatu

"Kak Mawar lagi keluar, sama bos-nya."

Matahari

"Kemana?"

Sepatu

"Tau"

Matahari

"Terus kita kemana nih?"

Sepatu

"Balik?"

Matahari

"Balik aja deh."

Sepatu dan Matahari kembali lagi berjalan ke gang sempit nan miring tadi.

Matahari

"Mendingan lho, segera, kuliah aja deh lho. Itung-itung sambil memerbaiki kehidupan lho."

Sepatu

"Iya, nanti gue pikirin."

Matahari

"Belajar dong, siapa tahu bisa masuk negeri"

Sepatu

"Iya, tahu."

Latar : Rumah dibelakang gang

Matahari terlihat trenyuh didepan Sepatu. Mereka berdua terlihat saling diam. Masuk kedalam gang dan saling diam. Mereka masuk rumah dan Sepatu terlihat masuk kedalam rumahnya.

Matahari

"Gue merasa bersalah banget sih," suaranya lirih.

Sepatu berjalan terus kedepan dan tak menengok kebelakangpun. Masuk kedalam rumah dan dengan tenang menutup pintu kamarnya.

Interior Rumah

Matahari masuk kedalam kamar sambil membuka pintu kamar Sepatu pelan-pelan. Muncul kepalanya. Dengan kipas angin yang berputar-putar menyala.

Matahari

"Lho udah lama nglakuin hal itu?"

Sepatu

"Apanya?"

Matahari

(Sambil menunduk) "Lho gak malu?"

Sepatu

"Apaan sih?"

Matahari

"Dunia lho sekarang, dunia abu-abu. Lho nggak terus terang sama kita."

Sepatu hanya diam. Ia diam, ia tak mengomentari Matahari sama sekali.

Matahari

"Mumpung masih muda, cantik juga lho. Ayo deh cari jalan yang bener."

Sepatu hanya diam, ia berdiri dari dipannya dan mendekati pintu

Sepatu

"Maaf gue gangerti apa yang lho omongin. Tapi, terimakasih atas kepeduliannya"

Brakk... Sepatu menutup pintunya.

Matahari hanya diam sambil mengernyit kasihan.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar