THROPY KEMATIAN
8. Bagian #8

FADE IN

1. EXT. SEKOLAH — PAGI

CAST: RUDI

RUDI berlarian di koridor menuju kelas XI

RUDI mencapai pintu kelas, berbelok tajam sambil memegang kusen pintu.

Matanya menatap kerumunan teman-temannya di meja Kori.


2. INT. KELAS — PAGI

CAST: RUDI, KORI, KANAYA, RANI, DANA, RONI

RUDI berlari ke meja Kori.

RUDI

(Tersengal)

Hei! Dengar-dengar.

KANAYA

Ada apa sih?

RUDI

Aku tadi melewati kantor guru. Hana... Mereka bilang Hana... (Berhenti mengatur nafas)

RANI

Kenapa sih?

RUDI

(menggeleng keras)

Hana... Hana meninggal.(Duduk)
Pak Gun bilang, Hana meninggal di kolam renang.

Teman-teman Rudi terperangah.

KORI

Apa dia tenggelam?

RUDI

Mana mungkin. Hana atlet renang, kan.

DANA

Benar. Dia berada di posisi 5 di pekan olah raga lalu.

RUDI

Orang tuaku mungkin akan membakar semua piala dan medali-medaliku.

DANA

Apa?! Gila. Yang benar saja.

RUDI

(Menggeleng)

Entahlah. (Beat)
(Menoleh menatap Bara) Papa dan mama sudah cemas sekali sejak mendengar kabar kematian Maya. Rumahnya hanya dua blok dari rumahku.

DANA

Eh, Ron. Papamu kan anggota polisi. Masa tidak tahu sih seberapa jauh penyelidikan kasus ini.

RONI

(Mengendikkan bahu)

Kalau pun papa tahu, papa tidak akan memberitahu aku. (Berdiri, berjalan ke kursinya)

KANAYA

Tapi kau juga berada di asrama Atlet kan waktu pekan olah raga kemarin. Harusnya kau tahu kematian-kematian para atlet itu pembunuhan atau kecelakaan. Aku tidak yakin kecelakaan sampai mengorbankan 4 atlet. Dan aku yakin pembunuhan di sana ada hubungannya dengan kematian-kematian di sini.

RONI

Kalau pun aku tahu, kami telah di sumpah untuk tidak bergosip tentang itu, Kanaya.

RUDI

Eeh, Ron. Tapi ku rasa Kanaya benar. Ku lihat kau baik-baik saja, padahal pialamu juga segudang, kan. Aku jadi curiga kau tahu sesuatu, mengingat kau dan Akenka bersahabat sejak kecil.

RONI

(Berbicara tanpa menoleh)

Sudah ditimbun tanah. Termasuk persahabatan kami.

CUT TO:

Guru memasuki kelas.

Murid-murid berlarian ke tempatnya masing-masing.

CUT TO:


2. EXT. CAFE — MALAM

CAST: RONI, ALENKA

Sebuah cafe outdoor dengan meja-meja bundar di bawah payung lebar tersebar di atas hamparan rumput taman luas.

RONI duduk sendirian di salah satu meja, di sisi ujung yang sepi, menghadap laptop di atas meja.

INSERT

Gambar grafis kartun cewek.

CUT TO:

ALENKA muncul tiba-tiba di sudut gelap, berdiri diam mengawasi Roni.

RONI

(Tetap menatap laptop)

Apa yang kau inginkan? (Beat)
Aku tahu kau di sana. Kemarilah, Alenka.

ALENKA bergeming di tempatnya.

RONI

Kemarilah. Kau pasti butuh teman bicara, kan. Aku tahu kau di sana, Alenka. Sama seperti aku juga tahu kau selalu bersembunyi di balik sudut gelap di kantin sekolah.
Kemari, Alenka. Kau butuh teman. (menepuk kursi di sampingnya)

ALENKA

Bukankah persahabatan kita sudah di timbun tanah?

RONI

Kalau aku tidak mengatakan itu, sampai kapan pun kau tak akan datang menemuiku, kan.(beat)
Sekarang kemarilah.

ALENKA melayang pelan, duduk tegang di hadapan Roni. Meja bundar dengan laptop terbuka berada di antara mereka.

RONI mendongak, menatap Alenka.

RONI

Ada apa, Alenka?

ALENKA

(suaranya bergema)

Kenapa kau datang ke kota ini?

RONI tersenyum.

ALENKA

Katakan.

RONI

(Menjawab tenang)

Karena aku mendengar desas-desus tentang kasusmu. Dan jangan bilang aku tutup mata atas semua kelakuanmu di asrama. Aku tahu itu kau, Alenka.

ALENKA

Lalu kenapa kamu justru kemari, membawa seluruh pameran piala dan medalimu di almari.

RONI

Aku lahir di sini, kalau kau lupa, Alenka. Aku hanya pergi beberapa tahun saja, kan. Tentu saja aku harus kembali. Ini rumahku, tanah kelahiranku.

ALENKA

Untuk mengejekku?

RONI

(tersenyum, menggeleng)

Untuk apa. Aku tidak mendapat untung sama sekali dengan mengejekmu.

ALENKA diam. Tubuhnya kaku, menatap dingin.

RONI

Apakah begitu memalukannya sebuah kekalahan bagimu, Alenka?

ALENKA menatap diam.

RONI

(Menggeleng)

Kau tidak akan melakukan kerusakan ini lagi, Alenka. Kau akan berhenti.

ALENKA

Kenapa kau begitu yakin?

RONI tersenyum, tidak menjawab.

ALENKA melayang pergi, menembus dinding pembatas taman.

CUT TO:


3. INT. KAMAR RONI — MALAM

CAST: RONI, ALENKA

ALENKA berdiri di sisi jendela, menatap tubuh Roni yang tertidur.

Sorot lampu teras menyorot salah satu sisi wajah Roni.

RONI bergerak gelisah, matanya terbuka.

ALENKA menghilang.

RONI menatap tempat Alenka berdiri sebelumnya, tersenyum, menggeleng kecil.

RONI

Jangan menggangguku, Alenka. Aku perlu tidur. Aku tidak sepertimu yang bisa terjaga sepanjang hari.

RONI berguling, kembali tidur.

ALENKA duduk di kursi malas, manatap Datar.

RONI

(Bergumam tanpa menoleh)

Diamlah di sana selama tidak membangunkanku.

JUMP CUT TO:


4. INT. KAMAR RONI — PAGI

CAST: RONI

RONI membuka mata. Cahaya menyilaukan menembus jendela yang terbuka lebar.

RONI duduk, mengusap wajah.

RONI

Kau meninggalkan jendelanya terbuka, Alenka. Pantas saja dingin sekali semalam.

RONI berdiri, berjalan ke jendela, mengintip keluar.

MOUNTANGE

1. RONI membuka pintu balkon, mengambil handuk, mengalungkan di leher.

2. RONI berjalan kembali ke dalam kamar.

3. RONI masuk kamar mandi.

4. RONI selesai mandi, rambutnya basah, handuk tersampir di pundaknya.

5. RONI berganti seragam sekolah.

CUT TO:


5. EXT. SEKOLAH — SIANG

CAST: RONI, ALENKA, DANA, RANI, KORI, KANAYA

RONI dan teman-temannya duduk di kantin sekolah.

RONI menoleh ke sudut gelap, matanya bertemu dengan mata ALENKA.

RONI menggerakkan kepala ke kanan dan kiri dengan perlahan, seolah memberi isyarat gelengan kepada ALENKA.

Ponsel RONI berdering, Roni menerima telepon.

ALENKA

(telepon)

Aku tidak akan menyerang siapa pun asal kau berjanji menemuiku malam ini di tempat kemarin.

RONI mengangguk singkat, kemudian mematikan telepon.

DANA

Siapa, Ron?

RONI

(menoleh)

Seseorang.

RANI yang duduk berseberangan dengan Roni mengangkat alis sambil menatap Roni.

RONI

Kenapa?

RANI

Seseorang yang jauh di sana?

RONI

Mmm... (Seolah sedang berfikir). Tidak juga. Dia ada di sini.

KORI

Di sini kali (mengetuk dada Roni)

DANA

Baru juga dua bulan kembali ke kota ini, masa sudah ada yang sepesial. Bener tuh kata Kori. Yang disini (menunjuk dadanya sendiri)

RONI tersenyum miring. Matanya menunduk menatap ponsel yang diputar-putar di atas meja.

KANAYA

Ah, sok sokan pake malu segala. Kamu pikir cuma kamu di sini yang punya pacar. (Melempar tutup botol)

RONI mengayunkan tangan ke atas, menangkap tutup botol.

MATCH CUT TO:


6. EXT. CAFE — MALAM

CAST: RONI, ALENKA

RONI mengayunkan tangan ke atas, menangkap batu bulat sebelum mengenai seseorang.

RONI menatap Alenka yang duduk di atas dinding pembatas taman Cafe.

RONI berjalan menuju bangku kosong dengan tulisan reservasi, tepat di bawah ALENKA.

RONI

(Berbisik)

Kenapa nakal? Aku kan hanya terlambat sebentar.

ALENKA mengayun-ayunkan kaki, tidak beranjak dari tempatnya.

RONI

(Masih berbisik)

Tidak bisakah berpenampilan seperti manusia, biar aku tak terkesan sedang berbicara sendiri.

ALENKA

Kalau aku bisa berpenampilan seperti manusia, aku sudah akan melakukannya dan akan menjadi seolah tetap hidup walau tak lagi punya raga.

RONI

Oh, ku pikir...

ALENKA

(Melayang turun)

Aku bukan vampir. Aku tak lagi menyatu dengan ragaku.

RONI

(Memperhatikan sekitar)

Iya, iya. Maaf. Masalahnya Aku engap memakai masker, Alenka. Tapi kalau mereka melihat aku berbicara sendiri, bisa-bisa aku di usir dari tempat ini.

ALENKA

(berjalan memutari Roni)

Kalau begitu kau menghadap tembok, anak bodoh. Aku bisa menutupi suaramu dengan desau angin tapi tidak gerakan bibirmu.

RONI menatap Alenka sejenak, kemudian memutar kursi menghadap dinding.

Tangannya meraih laptop di dalam tas, membukanya di atas meja.

ALENKA duduk di samping RONI.

ALENKA

Kenapa tidak kau pakai saja headset di kepalamu. Ku pikir orang-orang sudah terbiasa melihat seseorang berbicara sendiri dengan headset di kepalanya.

RONI

(Protes)

Jauhan sedikit. Kau membuat bulu kudukku merinding.

ALENKA

(Menyentuh lengan Roni)

Memangnya kau takut denganku?

RONI

(Memelotot, berbisik tegang)

Ish! Suhu tubuhmu berbeda. Bagaimana pun merinding rasanya disentuh olehmu.

ALENKA tertawa nyaring.

RONI

Hentikan tawamu, Alenka. Mereka bisa mendengarmu dan itu mengerikan.(beat)
Sebaiknya kita pindah. Aku tidak suka di sini. Terlalu ramai.

RONI mengemasi laptopnya, memasukkannya ke dalam tas, beranjak berdiri.

CUT TO:


7. EXT. VILLA TUA — MALAM

CAST: RONI, PAK KASAN

Sebuah bangunan tua bergaya belanda, dinding bercat putih kusam, taman terawat dengan bunga hydrangea tinggi di sekelilingnya.

RONI meluncur masuk menggunakan mobil hitam, parkir di depan pintu.

RONI turun dari mobil, berjalan memasuki Villa.

PAK TUA penjaga Villa berjalan timpang dari arah belakang.

RONI

(menoleh mendengar langkah kaki)

Pak Kasan.

PAK KASAN

Mas Asroni. Kok malam-malam?

RONI

Iya, Pak. Butuh ketenangan beberapa jam. Mau cari inspirasi buat lagu.

PAK KASAN

Tumben bapak tidak telpon saya dulu.

RONI

Papa tidak tahu, Pak. Tenang saja, Pak Kasan. (Beat)
(Membungkuk, berbisik di telinga pak kasan) Saya cuma bawa cewek.

Pak Kasan

(Mengelus Dada)

Astaghfirulloh, mau ngapain mas malam-malam begini bawa perempuan. Tidak baik, Mas.

RONI

(terbahak)

Coba cek mobil saya. Ada siapa di dalam. (Beat)
Tidak ada siapa-siapa lah, Pak. Tenang saja.
Asroni kan anak baik. (Hormat pada pak kasan, tubuh tegak kaki rapat)

PAK KASAN

Ah, sudah lah Mas. Mas Asroni senengnya godain bapak.(beat)
Ya sudah, bapak balik ke belakang. Kalo butuh apa-apa telepon saja bapak ya.

PAK KASAN berbalik, berjalan pergi.

RONI membuka pintu, masuk.


8. INT. KAMAR VILLA — MALAM

CAST: RONI, ALENKA

RONI menutup pintu kamar.

ALENKA berdiri di belakang Roni.

RONI

Kamu kenapa ikut masuk kamar. Aku mau ganti baju dulu. Sana keluar. Ngintip juga kamu nanti.

ALENKA berbalik cepat.

RONI

Tunggu di depan televisi sana. Jangan masuk, aku pasti tahu.

ALENKA melayang keluar menembus pintu.

CUT TO:


9. INT. RUANG TV VILLA — MALAM

CAST: RONI, ALENKA

RONI duduk di atas sofa bulat, membawa gitar.

ALENKA berdiri di sisi jendela.

RONI

Ceritakan padaku apa yang terjadi padamu.

ALENKA

Untuk apa. Kamu toh tidak bisa membuatku hidup kembali.

RONI

Jangan konyol, Alenka. Kematian bukanlah akhir dari kehidupan tetapi awal dari kehidupan yang lebih abadi dari kehidupan fana.

ALENKA

Aku tidak menemukan kehidupan apa pun setelah kematianku.

RONI

Tentu saja. Bagaimana kau bisa menemukan kehidupan setelah kematianmu kalau kau sibuk berkeliaran di dunia manusia fana dan membunuh orang-orang tak bersalah.

ALENKA

(Berbicara dingin. Suaranya menggema)

Mereka bersalah!

RONI diam. Tangannya mulai memetik gitar.

INSERT

denting gitar lagu sampai jumpa - endank soekamti

ALENKA menghilang. Suara tangisnya terdengar di kejauhan.

RONI berhenti memetik gitar.

RONI

Hei, Alenka. (Menoleh ke arah pintu)
Alenka...

ALENKA

Aku benci kamu!

RONI

(Kembali bersandar di sofa)

Sekalipun kau membenciku, aku tidak akan pernah membencimu.

ALENKA muncul tiba-tiba, duduk di lengan sofa Roni.

RONI refleks menarik sikunya yang menempel di lengan sofa.

RONI

Sudah ku bilang aku tidak suka caramu muncul tiba-tiba, Alenka. Itu seram kalau kau belum tahu.

ALENKA

(terisak)

Jadi aku sekarang benar-benar menyeramkan.

RONI

Bagaimana pun kau hidup di dunia yang berbeda denganku sekarang. Seberani apa pun aku tetap saja merinding. Wajahmu saja pucat begitu.

ALENKA

Tidak perlu diperhalus. Bilang saja aku setan!

RONI

(bergumam pelan)

Syukurlah kalau kau mengerti.

ALENKA berdiri, melayang ke anak tangga paling bawah yang tepat menghadap kursi Roni.

ALENKA

(Menggerutu)

Kalau saja aku tidak begitu menyayangimu sejak kecil, sudah ku bunuh kau dari dulu.

RONI

Kalau aku mati, aku tidak akan bisa menemanimu seperti sekarang.

ALENKA

Kenapa?

RONI

Tentu saja. Aku kalau mati akan masuk surga, dikelilingi bidadari surga. Buat apa menemanimu bergentayangan membunuh manusia. Kau tak ubahnya seperti psikopat, Alenka.

ALENKA melayang cepat, berdiri menjulang di hadapan Roni.

RONI mundur ke sandsran sofa, kepalanya mendongak, matanya terlihat cemas.

RONI

Ssst... Aku hanya bercanda. Itu kan hanya perumpamaan. Sini, duduk sini yang tenang.(menepuk lengan kursi)
(Bergumam) Tapi jangan menempel padaku. Merinding kulitku bersentuhan denganmu.

ALENKA bergeming, masih menatap marah.

RONI

Ayolah, Sayang. Kau dari dulu selalu kejam padaku. Duduk sini. Sekali-sekali kau mengalah pada sahabatmu ini lah.

Dalam sepuluh hitungan mundur, tubuh Alenka perlahan menjauh dari Roni, kemudian duduk di lengan kursi.

RONI beringsut miring, bersandar pada lengan kursi yang lain, menatap Alenka.

RONI

Ceritakan padaku apa yang membuatmu seperti ini.

ALENKA

Aku kalah dalam pertandingan yang sangat berharga bagi papa. Dan aku kalah dari anak saingan berat papa.

DISOLVE TO:


10. INT. ASRAMA ATLET — MALAM

CAST: PAPA ALENKA, ALENKA

FLASHBACK

PAPA Alenka berdiri menjulang di atas Alenka yang duduk di dasar anak tangga, mengenakan sepatu.

PAPA ALENKA

Ingat baik-baik, Alenka. Kau tidak boleh kalah. Lawanmu adalah anak dari pesaing bisnis papa yang paling berat. Kalau kau kalah, mau di taruh mana muka papa ini di pertemuan bisnis seluruh kota nanti.

ALENKA

Iya. Alenka akan berusaha, Pa. Papa doakan Alenka dong.

PAPA ALENKA

Tidak ada doa-doa. Sudah terlambat meminta doa sekarang. Sekarang sudah waktunya berusaha. Usaha yang keras. Berdoa itu kemarin, biar latihanmu membawa hasil. Kalo sudah maju di pertandingan seperti ini lupakan doa. USAHA!

ALENKA

(berdiri, menatap papanya)

Alenka akan berusaha. Alenka akan mengalahkan anak itu.

PAPA ALENKA

Jangan cuma besar mulut saja. Bukti! Bukti! (Memelototi Alenka)
Awas saja kalau kau sampai kalah.
(Menuding wajah Alenka) papa kurung kau di paviliun, biar ditemani nenek tua yang tubuhnya membusuk di rumah itu.

CUT BACK TO:


11. INT. VILLA TUA — MALAM

CAST: RONI, ALENKA

ALENKA menatap kosong ke depan.

RONI menatap Alenka, mulutnya menganga.

ALENKA

Ancaman Papa menjatuhkan mentalku yang sudah siap bertanding. (Beat)
Rumah itu... Aku pobia dengan rumah itu. Ada kenangan buruk di sana tentang nenek yang di hukum papa karena membuatku terjatuh dari tangga dan aku batal ikut bertanding dance karena kakiku keseleo.

RONI

Menghukum nenek? Nenekmu?

ALENKA

(Mengangguk)

Dia nenekku. Tapi bukan ibu dari papa atau mamaku. Aku tidak tahu. Tapi aku selalu memanggilnya nenek. Nenek sangat baik padaku. Sudah dua minggu aku tidak bertemu nenek semenjak aku terjatuh di tangga, hingga aku menemukan tubuhnya membusuk dikerubuti belatung di rumah itu.

RONI

(melongo)

Apa tidak berbau ke mana-mana?

ALENKA

Berbau. Tapi tidak seperti bangkai manusia. Hanya seperti bau bangkai tikus mati kalau kau mendekati paviliun. Dari rumah atau taman, baunya tidak tercium sama sekali. (Beat)
(Menatap Roni, menggeleng) Jangan tanya. Aku tidak tahu kenapa bisa begitu.

RONI menelan ludah. Bibirnya terkatup rapat.

RONI

Jadi, kau bertanding dalam tekanan setelah itu?

ALENKA

(Kembali menatap ke depan)

Aku bertanding dalam rasa takut. Mentalku sudah jatuh, aku takut kalah, takut di hukum.

RONI

Mamamu?

ALENKA

Sama. Mama tidak pernah bisa menerima kekalahanku. Kalau aku kalah, mama akan absen arisan selama berbulan-bulan dengan alasan pergi ke luar negeri. Walau mama tidak pernah menghukumku seperti papa.

RONI

Orang tuamu pengecut!(beat)
Maafkan aku.

ALENKA menyeringai.

RONI

Tidak bermaksud mengata-ngatai mereka. Hanya saja, ku pikir anak bukanlah piala emas yang bisa dipamer-pamerkan. Aku tahu sejak kecil kau selalu dituntut untuk menang dalam setiap perlombaan. Tapi ku pikir selama ini itu hanya untuk memotivasi semangatmu, sama seperti yang orang tuaku lakukan padaku.

ALENKA

Ku pikir kau selalu tahu kalau aku di hukum.

RONI

(mengangguk)

Ya. Tapi kupikir selama ini orang tuamu hanya salah cara dalam memberimu motivasi. Yang harusnya dengan dukungan positif, malah dengan kekerasan. Tapi aku tak pernah menyangka kalau tujuan mereka atas kemenanganmu hanya untuk di pamerkan, sampai mereka bisa merasakan kekecewaan atas kegagalanmu.

ALENKA

Itilah yang terjadi padaku.

RONI

Aku ingin memelukmu, tapi... Ku harap kau memaafkanku, Alenka. Karena sekarang aku benar-benar ngeri berpelukan denganmu.

ALENKA

(berkata dingin)

Aku tidak butuh kau peluk!
Sahabat macam apa kau.

RONI

(tertawa)

Ahahaa... Syukurlah. (Seolah mengusap peluh di dahinya)
Alenka. Maafkan aku. Aku hanya rindu bercanda denganmu seperti dulu.

ALENKA

Aku juga.

RONI

Tetapi aku tidak pernah berhenti peduli padamu, Alenka. Aku selalu peduli. (Beat)
Lenka. Aku tidak ingin kematianmu ini menjadi perbincangan di seluruh kota. Aku benci mendengarnya. Aku benci mendengar mereka menyudutkanmu. Aku selalu ingin memukuli orang-orang yang menyudutkanmu.

ALENKA

Tak usah pedulikan.

RONI

Sudah kubilang padamu, aku peduli. Aku peduli padamu, hidup atau pun mati dirimu, aku tetap peduli.

ALENKA diam, menatap lurus ke depan.

RONI

Maukah kau berhenti, Alenka. Tidak akan ada untungnya kau membunuh semua teman-temanmu.

ALENKA

Mereka bukan teman.

RONI

Tidak ada namanya lawan dalam sebuah pertandingan. Tidak. Semua adalah teman.(beat)
Berhentilah, Alenka. Ku mohon. Demi aku. Aku sungguh sangat peduli padamu.

ALENKA diam.

FADE OUT


















Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar