THE AUTHORS
Daftar Bagian
1. Sebuah Cita-cita

THE AUTHORS

Written by Sylviana Mustofa


Episode 1

Sc. 1 EXT. PINGGIR JALAN BESAR/DEPAN BENGKEL HARI – SIANG

Noval (L/5) berdiri di pinggir jalan kebingungan. Tempatnya berdiri berseberangan dengan toko sang Ayah, Hari (L/32). Bik Ema (P/46) melihat Noval kebingungan, ia takut anak itu menyeberang hingga berteriak.

Ema Berteriak,cemas

EMA
Awas Noval! Jangan nyebrang! Nanti ketabarak mobil. Ya Allah, Hari! lihat itu anakmu!!

Hari yang sedang berdandan di depan bengkelnya langsung menoleh dan melihat anaknya kebingungan di pinggir jalan. Ia segera mendekati anaknya dengan mengendarai sepeda motor, lalu mengantarnya pulang.

Sc. 2 EXT/INT. KAMAR/HALAMAN RUMAH ANA

Ana (P/30) mencabut carger pada hapenya. Terlihat akan menelepon seseorang, tapi terurung niat karena mendengar suara sepeda motor di halaman. Ana berjalan menuju ke halaman belakang rumah. Pintu terbuka terlihat Hari dan Noval. Hari menurunkan Noval sambil dengan wajah marah.

HARI
Kemana aja kamu? Anaknya hampir ketabrak mobil mau nyeberang di jalan raya sana, bisa nggak tahu!

Ana Mengerutkan kening. Noval berlari ke arah Ana, lalu memeluk kaki ibunya. Ana duduk berjongkok minta penjelasan pada Noval.

ANA
Loh, nak? Tadi kamu bilang sama Ami mau lewat belakang yang deket sini, kok malah lewat jalan depan? Bahaya loh,Nak. Soalnya kalau lewat depan banyak kendaraan berlalu lalang.

Karena takut Noval terus saja Menangis.

NOVAL
Maaf, Ami. Tadi adek mau lewat belakang, tapi inget kakek sama Abang lewat depan jadinya mau lewat jalan depan aja.

Hari Menghidupkan motor dengan muka marah.

HARI
Urusin tuh anakmu, bukan novelmu! Udah dibilang dari dulu sadar diri, sadar diri. Lihat siapa suamimu ini! Cuma pemilik bengkel kecil-kecilan aja sok sok'an mau jadi penulis terkenal.

Setelah Hari pergi, Ana hanya diam, lalu memeluk Noval. Setelah itu menggendongnya masuk rumah.

DISOLVE TO

Sc. 3 INT. RUMAH EDI (KAMAR ANA) - MALAM

Isi kamar sudah berserakan. Pakaian dan berbagai macam barang berhamburan di lantai. Ana mematung, menunduk mendengarkan amarah suaminya.

HARI
Kamu nyadar nggak sih, semakin hari kerjaan kamu itu semakin nggak jelas! Cuma menang nulis cerpen aja senengnya ngalahin apa aja. Itu sertifikatmu yang sering kamu pajang dan banggakan itu apa bisa dijual? Bisa menghasilkan uang?

Ana Berulang kali menghapus air mata.

ANA
Maaf, Ayah ...
HARI
Kamu main hape setiap hari bukannya mendatangkan keuntungan malah mendatangkan banyak kemudhoratan. Setiap kali kita bertengkar selalu soal ini. Apa kamu nggak capek?! Bantuin di toko nggak pernah lagi. Apa mau ditutup aja tokonya biar kita nggak punya penghasilan sekalian?

Ana memejamkan mata. Air matanya semakin deras. Setelah puas menumpahkan kekesalan Hari keluar rumah, Menghidupkan sepeda motor dan pergi begitu saja. Suara sepeda motor sengaja di gas kencang untuk menunjukkan kemarahan. Dengan berurai air mata Ana membereskan kamar. Setelah selesai berbaring di samping Noval yang terlelap. Ana Memeluk Noval dengan mata terpejam.

ANA
Do’akan suatu saat mimpi Ami jadi kenyataan ya, sayang.

Mencium Noval dan memeluknya erat. Di ruangan lain, samping kamar Ana. Raka sudah tidur dengan nyenyak bersama kakeknya di depan televisi.

CUT TO

Sc. 04 EXT - HALAMAN BENGKEL/TOKO HARI - MALAM

Motor hari berhenti tepat di depan bengkelnya. Ada beberapa anak remaja yang sedang nongkrong di sana. Ada Dimas (L/20), Kiki (L/21), Imam (L/18) sedang asik ngobrol membahas sesuatu. Mereka adalah mekanik yang bekerja di bengkel Hari.

HARI
Nggak usah berisik! Kepalaku lagi pusing.

Mengeluarkan rokok, lalu mencoba menghidupkan korek api. Dimas, Kiki, dan Iman Saling pandang, kemudian berbisik dan diam.

HARI
Sial, korek ini kenapa sih?

Karena korek tak kunjung hidup apinya, akhirnya Hari membuangnya. Hari mengeluarkan ponsel dan mengirim pesan pada istrinya.

INTERCUT

HARI : Kalau Misal ada apa-apa tadi sama Noval gimana? Kamu terus menghibur orang lain sementara anak sendiri hampir ketabrak mobil.

Tidak berapa lama centang biru, dan terlihat Ana mengetik sesuatu.

ANA : Sumpah demi Tuhan, tadi Ami lagi nggak pegang hape. Noval ijin nyusul kakeknya lewat jalan belakang. Ami nggak tahu kalau ternyata dia lewat jalan depan. Posisi hapenya Ami lagi di cas, Yah. Baru aja Ami mau telepon Kakeknya, apakah Noval dah sampe sekolah di mana kakeknya mengajar apa belum? Keburu udah pulang sama Ayah. Ami tahu salah, karena itu minta maaf. Salah Ami nggak ngecek dia lewat belakang atau lewat depan. Ami mikirnya sekolahannya deket, nggak sampe lima menit sampe kalau lewat belakang sini. Ami bukan malaikat yang bisa sempurna, Yah.

Hari menjauh dari rombongan, duduk di teras bengkel. Kembali mengirim pesan pada Ana.

HARI : Sudah berapa kali aku katakan. Sadar diri, lihat pekerjaan suamimu ini apa? Sok sok-an mau jadi penulis. Nggak pantas!
ANA : Ami juga pengen jadi orang yang sukses untuk anak-anak kita, Yah. Toh mereka juga yang akan menikmati hasilnya nanti.
HARI : Itu katamu!
ANA : InshaAllah, Allah meridoi kalau tujuannya baik. Ami nulis hasilnya untuk anak-anak dan orang-orang di sekitar kita yang susah. Tujuannya juga baik, biar bisa kasih ibu di kampung tiap bulan, sedekah tanpa merepotkan ayah dan beliin anak anak jajan.
HARI (Wajah marah) : ALLAH TIDAK AKAN RIDHO KALAU SUAMIMU INI TIDAK RIDHO, TITIK!!

Hari menatap sekelilingnya nanar, kemudian membuang juga sebungkus rokoknya jauh ke depan. Kesal.

DISOLVE TO

Sc. 05 EXT/INT. JALANAN/RUANG MAKAN - SUBUH/PAGI

Hari pulang dari toko ke rumah sebelum subuh. Ia memarkirkan sepeda motor di teras belakang rumah ayahnya Edi (L/59) Hari mengetuk pintu dan Ana yang sudah bangun langsung membukanya. Wajah Hari melengos melihat Ana. Ia langsung menuju kamar. Di kamar. Hari langsung mendekati kedua anaknya yang tidur di ranjang. Raka (L/8) dan Noval.

HARI
Abang, Adek. Bangun yuk! Kita salat subuh di Mushola.

Noval Menggeliat, lalu duduk dengan mata setengah memejam.

NOVAL
Ayah, kakek mana?

RAKA beringsut duduk dan mengucek mata

RAKA
Udah mau azan, Yah?
HARI
Bangun dulu yuk, ambil wudhu, kita ke Mushola. Kakek sudah duluan ke sana.

Mereka bertiga keluar kamar langsung menuju kamar mandi untuk berwudhu. Ana hanya duduk di kursi meja makan melihat itu semua. Setelah wudhu suami dan anak-anak langsung ke mushola. Ana berdiri dan mengambil panci, lalu mengisinya dengan air. Setelahnya meletakkannya di atas kompor, lalu menyalakan apinya. Samar-samar terdengar suara anak sulungnya azan, disusul nyanyian puji-pujian si bungsu. Ana tersenyum sebentar, lalu duduk. Ana Memijat kepala dengan sebelah tangan.

ANA (V.o)
Aduh, pusing banget kepala. Kayaknya karena nangis semalaman.

Suara air menguap. Ana segera berdiri dan membuat kopi juga teh. Setelahnya kembali duduk di kursi meja makan. Tidak berapa lama semua orang pulang dari Mushola. Terdengar pintu terbuka dan suara anak-anak berlarian masuk.

EDI
Udah buat teh, Na?
ANA
Udah. Ayah, mau makan nasi goreng? Kalau mau nanti akan Ana masakin setelah salat subuh.

Noval dan Raka duduk di kursi meja makan, dekat dengan kakeknya. Edi Menatap Noval dan Raka secara begantian.

EDI
Boleh juga tuh nasi goreng. Kalau kalian mau makan apa?

Kedua cucunya berteriak bersamaan sambil menggebrak-gebrak meja.

RAKA dan NOVAL
Makan sama telor! Makan sama telor!
ANA
Iya nanti dimasakin, tapi Ami salat sebentar, ya!
RAKA DAN NOVAL
Siap, Amiii!

Keluar adik ipar Ana, Rana (P/21) dari kamar. Wajahnya masih basah bekas air wudhu, langsung duduk di samping Edi.

ANA
Ran, tolong irisin bawang sama cabe. Mbak mau masak nasi goreng, tapi mau salat sebentar.
RANA
Oke, Mbak.

Ana berlalu ke kamar mandi mengambil wudhu, setelahnya langsung menuju kamar.

(Kamar Ana). Terlihat suaminya tidur dengan nyenyaknya. Ana melirik sekilas, lalu memakai mukena dan membentang sajadah. Selanjutnya salat.

ANA
Allahuakbar!

CUT TO

Sc. 06 INT. RUANG MAKAN - PAGI

Hari sudah siap pergi bekerja. Kopi yang disiapkan Ana sejak subuh belum disentuh sama sekali dan sudah dingin. Hari hanya melirik sekilas kopi itu di meja makan, dan malah memilih meminum segelas air putih. Ana yang baru masuk usai menjemur pakaian mendekat.

ANA
Ayah, itu kopinya.
HARI
Em.

Kemudian langsung pergi. Ana perlahan duduk di kursi meja makan. Menatap kopi dingin itu dengan wajah sedih, lalu menunduk dan menyandarkan kepala ke meja, menangis.

FADE OUT

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Bagus mbak Silviana, semoga berhasil, amin.
3 tahun 1 minggu lalu