Sinar yang Gelap
6. Dian

68. EXT. KANTOR INVESTASI — PAGI

Keesokan harinya, Dian, Mila, Faishal, dan Yusuf berdiri di depan pintu masuk kantor. Hari ini tak ada aktivitas lain di kantor investasi, semua karyawan mendapat jatah istirahat. Sedangkan Tim Mila mendapat bonus berlibur. Mereka semua membawa tas traveling yang disimpan di lantai. Satu buah mini bus tiba di area parkir untuk menjemput mereka.

MILA

Nah, ayo siap-siap.

YUSUF

(mengangkat tas)

Iya, tapi Sinar mana? Jadi ikut ga sih?

MILA

Sambil siap-siap, kita tunggu Sinar sebentar lagi.

FAISHAL

(melihat Dian)

Eh, Sinar jadi ikut ga? Gue coba hubungi, nomor hapenya ga aktif.

DIAN

Ga tau. Kayanya dia berubah pikiran.

MILA

Apa-apaan sih tuh orang.

YUSUF

Iya, kaya ga ngehargain kita aja.

DIAN

Jangan gitu. Mungkin Sinar sakit atau ada apa-apa.

MILA

Masih aja lu belain Sinar.

DIAN

Sinar selalu nepatin janji kok. Pasti ada kejadian yang buat dia mendadak ga bisa ikut. 

MILA

Ya udah, kita berangkat sekarang aja.

Baru beberapa langkah mereka berjalan menuju mini bus, tiba-tiba mobil Sinar melewati mereka dari arah belakang. Sinar dengan cepat memarkirkan kendaraan. Sambil membawa tas ransel, Sinar setengah berlari menghampiri teman-temannya.

SINAR

Apa aku terlambat?

Dian, Mila, Faishal, dan Yusuf berhenti berjalan. Mereka kompak menggeleng tanpa sepatah kata pun.

SINAR (CONT’D)

Syukurlah. Kita berangkat sekarang?

MILA

(menunjuk mini bus)

I... Iya.

Mereka melanjutkan langkah menuju mini bus, sedangkan Sinar menghampiri Dian yang berjalan di bagian belakang. Tangan Sinar mengambil tas travel yang sedang Dian pegang, lalu membawakannya.

DIAN

(melihat ke arah Sinar, dan membiarkan Sinar membawakan tasnya)

Kalau terpaksa ikut, sebaiknya kamu jangan pergi. Jangan merusak suasana liburan orang-orang.

SINAR

Jangan salah paham.(pause)
Aku tetap tak ingin pergi berlibur. Aku hanya ingin selalu bersama you. Di manapun itu.

DIAN

(tertawa kecil)

Gombal.

SINAR

Apa ada yang lucu? Aku serius.(pause)
Aku minta maaf.

DIAN

Untuk apa?

SINAR

Semuanya.

DIAN

(tersenyum)

Ga perlu minta maaf deh.

SINAR

Jangan bercanda.

DIAN

(meniru cara bicara Sinar)

You yang jangan bercanda. Aku serius. 

69. EXT. JALAN MENUJU PANTAI UJUNG GENTENG — SIANG

Mobil mini bus yang ditumpangi Sinar bersama teman-teman melewati jalanan yang cukup sepi.

70. EXT. BUNGALO PANTAI UJUNG GENTENG — MALAM

Sinar bersama teman-teman duduk di sebuah bangku taman berbentuk lingkaran di depan bungalo yang telah kantor sediakan. Di atas meja bangku itu, terdapat lima boks styrofoam bekas makan malam, dan beberapa botol plastik air mineral yang kosong.

YUSUF

(mengangkat satu botol plastik minuman kosong)

Main truth or dare yuk.

MILA

(menyimpan styrofoam ke bawah meja)

Ya udah ayo. Cepat puter botolnya.

Yusuf memutar botol di atas meja. Putaran botol itu terhenti dan menunjuk ke arah Mila.

FAISHAL

(tertawa)

Rasain lu. Mau truth apa dare?

MILA

Truth lah.

YUSUF

Oke, siapa nih yang mau tanya?

FAISHAL

Gue aja. Gue.(pause)
Menurut lu, siapa laki-laki paling menarik di kantor?

MILA

(melihat ke arah Dian)

Sinar.

YUSUF

Cieeee. Cinta segitiga nih.

MILA

Eh dengerin dulu. Sinar itu kharismatik. Diemnya itu ketegasan, suaranya itu penegasan.

FAISHAL

(tertawa kencang)

Wah pake puisi segala, beneran jatuh cinta nih orang.

MILA

Rese lu, tapi Sinar bukan tipe gue. Di kantor tuh ga banyak laki-laki yang menarik, jadi pilihannya ke Sinar karena semua kompetitornya kaya lu pada.

YUSUF

(memutar botol)

Lu yang rese, Mil. Gue puter lagi nih ya.

Putaran botol berhenti dan menunjuk ke arah Sinar.

YUSUF (CONT’D)

Nah kena lu, mau truth apa dare?

SINAR

Dare.

MILA

(tertawa)

Oke, sekarang lu nyanyi.

Sinar berdiri, sementara yang lain menyimak dengan seksama. Sinar menyanyikan lagu fix you dengan nada tak beraturan. Tak enak didengar. Teman-teman yang lain tertawa keras.

YUSUF

(berusaha berhenti tertawa)

Udah, udah. Gue ga kuat. Jangan nyanyi lagi. Stop.

Dengan wajah datar, Sinar kembali duduk.

FAISHAL

(berusaha berhenti tertawa)

Akhirnya gue tahu kenapa lu jarang ngomong.

Dian, Mila, dan Yusuf tertawa mendengar gurauan itu. 

YUSUF

(memutar botol)

Oke, gue puter lagi ya.

Putaran kembali berhenti tepat ke arah Sinar. Raut wajah Sinar yang kaget langsung mengundang tawa teman-temannya.

FAISHAL

Kena lagi lu. Mau truth apa dare?

SINAR

Dare.

MILA

Gila lu. Berani betul. Kita apain nih temen-temen?

YUSUF

Gimana kalau lu sekarang hibur kita dengan lawakan paling lucu yang lu punya.

MILA

Setuju!

SINAR

(berdiri)

Gajah apa yang baik?

Mila dan Dian saling tatap, sedangkan Faishal dan Yusuf tampak berpikir mencari jawaban.

SINAR (CONT’D)

Kalian pasti tak tahu.

MILA

Ya udah, apa jawabannya?

SINAR

(kembali duduk)

Gajahat.

Suasana hening sesaat, tak ada satupun suara yang merespon jawaban Sinar.

SINAR (CONT’D)

Sudah, itu adalah lelucon paling lucu yang aku punya.

Mendadak mereka semua tertawa keras, termasuk Sinar yang tak bisa mengontrol dirinya sendiri. Sinar ikut terbawa suasana ceria yang dibangun oleh teman-temannya itu. Tanpa disadari oleh siapapun, Dian diam-diam mengamati wajah Sinar yang tertawa lepas. Pelan-pelan, mata Dian jadi berkaca-kaca. Ini pertama kali dalam hidupnya melihat Sinar yang benar-benar bahagia. 

71. EXT. PANTAI UJUNG GENTENG — SIANG

Sinar bersama teman-teman bermain ombak di pinggiran pantai. Sinar dan Dian duduk di tepian pantai, sedangkan Faishal dan Yusuf tak henti-hentinya mengganggu Mila dengan cara mencipratkan air. Mila tak tinggal diam, dia mencoba membalas meskipun selalu gagal. Melihat itu, Sinar dan Dian hanya bisa tertawa.

72. EXT. PENANGKARAN PENYU UJUNG GENTENG — SIANG

Sinar bersama teman-teman mengunjungi sebuah penangkaran penyu. Yusuf berlari-lari menghindari Faishal dan Mila yang membawa penyu kecil ke arahnya. Pelarian Yusuf terhenti ketika dia mendekati Sinar, dan ditangkap oleh Sinar dengan tawa yang lepas.  

73. EXT. BUNGALO PANTAI — SORE

Di teras bungalo, tanpa kehadiran Sinar dan Dian, Mila duduk di lantai sambil memotong ikan dan daging untuk makan malam, Faishal sedang menuangkan kecap ke dalam mangkuk, dan Yusuf berusaha menyalakan bara api di alat pembakaran. 

74. EXT. PANTAI UJUNG GENTENG — SORE

Sinar dan Dian berdiri berdampingan di tepian pantai yang sepi untuk menikmati senja. Sesekali kaki mereka disentuh ombak yang datang dan pergi. SAMAR-SAMAR TERDENGAR SUARA DEBURAN OMBAK DAN BURUNG PANTAI.

DIAN

Kenapa semalam kamu lebih memilih dare? Apa kamu ga malu?

SINAR

(menghadapkan tubuhnya pada Dian)

Akan lebih memalukan kalau mereka bertanya tentang masa laluku.

DIAN

(menghadapkan tubuhnya pada Sinar)

Apa aku boleh tahu?

SINAR

Ceritanya sangat panjang. Nanti saja. Satu yang pasti, aku berasal dari masa lalu yang gelap.(pause)
Sangat gelap.

DIAN

Gelap?(pause)
Janji ya nanti cerita?

SINAR

Apapun yang you mau.

DIAN

(menghadapkan tubuh pada senja. Lalu berjalan beberapa langkah hingga membelakangi Sinar)

Aku sama seperti kamu kok. Apa kamu mau janji, apapun yang aku katakan, itu ga akan merubah apa-apa. Kamu jangan marah, ya?

SINAR

Ya.

DIAN

(membalikkan tubuh jadi menghadap Sinar, lalu menarik pakaian yang menutupi bagian bawah bahu tangan kanannya)

Lihat ini.

Sinar melotot kaget ketika melihat tattoo yang selama ini Dian sembunyikan. Tattoo kecil bergambar kepala singa dengan angka 91. Tattoo yang sama dengan milik Robi, hanya berbeda angkanya saja. 

FLASHBACK TO:

75. INT. APARTEMEN SINAR — MALAM

Kembali pada Scene Head 17. Sinar mengambil novel dari kotak boks yang Bos Besar kirim. Membuka cepat lembar demi lembar novel itu. Sinar melihat ada lipatan kecil pada halaman 80 dan 91.

76. INT. RUMAH DIAN — SORE

Kembali pada Scene Head 33. Sinar bersalaman dengan Jack dan melihat tattoo kepala singa tanpa angka. Sinar lalu bersalaman dengan Robi dan melihat tattoo kepala singa dengan angka 80. 

BACK TO PRESENT:

77. EXT. PANTAI UJUNG GENTENG — SORE

Sinar mengernyitkan dahi dengan tangan yang mengepal keras.

DIAN

Tattoo ini adalah tanda dari masa laluku yang juga gelap. Kita sama.

SINAR

Apa,(pause)
Apa artinya, Dian?

DIAN

(mengusap tattoo dan tersenyum)

Hampir semua orang di keluargaku punya ini.(pause)
Dulu sewaktu aku muda, paman menyarankan untuk memasang tattoo ini.

SINAR

Apa artinya?

DIAN

Identitas keluargaku.

SINAR

Keluarga you?

DIAN

Keluargaku itu penjaga wilayah. Sejujurnya, keluargaku punya saham yang cukup besar di kantor tempat kita kerja. Hampir semua tanah di sekitar kantor punya keluargaku juga. Kami menjaga wilayah dari para mafia narkoba, perampokan dan hal buruk lainnya.

SINAR

Oh, ya?

DIAN

Iya, makanya tempat kita itu sangat potensial untuk bisnis perumahan. Semua orang ingin tempat tinggal yang aman dan nyaman, kan? Keluargaku berani jamin itu semua.

SINAR

Kenapa you bekerja? Apa you tidak mau melanjutkan bisnis keluarga?

DIAN

(menggeleng)

Aku pengen hidup biasa-biasa aja.

SINAR

Kenapa?

DIAN

Terlalu banyak ancaman di dunia bawah tanah. Lawan dari bisnis keluargaku itu mafia-mafia internasional. Selalu ada mafia narkoba yang ingin memasukkan barangnya ke wilayah keluargaku.

SINAR

Seberbahaya itu?

DIAN

Iya, kemarin ayah dan paman meninggal ga wajar.

SINAR

(menunduk)

Maaf, Dian.

DIAN

Gak apa-apa, Sinar. Sejak kecil aku udah terbiasa kehilangan orang yang aku sayang. Ibu, adik, kakek, nenek, paman. 

SINAR

Kenapa you tak bilang?

DIAN

Tadinya mau,(pause)
Tapi kemarin-kemarin kamu bertingkah aneh, aku pikir kamu juga punya masalah. Aku ga mau kasih beban pikiran lain ke kamu.

Sinar menundukkan kepala. Menutupi wajah bersalahnya pada Dian.

DIAN (CONT’D)

Semua baik-baik aja, Sinar. Kamu ga perlu khawatir.

SINAR

Apa you tak takut?

DIAN

Enggak, walaupun kata sepupuku Rian, sekarang ini ada seorang pembunuh yang mengincar keluargaku.

SINAR

Dian,(pause)
Apapun itu, you berhati-hatilah. Firasatku mendadak buruk.

Dian berjalan mendekati Sinar. Tangan Dian sedikit mendorong bahu Sinar dari depan.

DIAN

Kan ada kamu yang jagain aku.

SINAR

Dian,(pause)
Aku sangat mencintai you.

DIAN

(tersenyum)

Aku juga. Udah ah, jangan melow gini.

SINAR

Dian,(pause)
You pergi saja dulu. Aku masih ingin di sini.

DIAN

(menggeleng)

Ga, aku masih pengen di sini. Aku masih pengen bareng kamu.

SINAR

Yang lain pasti sudah menunggu.

DIAN

Ya, tapi mereka pasti tahu cara bersenang-senang.

SINAR

(membalikkan tubuh)

Kalau begitu, kita ke mereka saja. 

78. INT. BUNGALO PANTAI UJUNG GENTENG — SUBUH

Dian dan Mila tertidur di kamar yang memiliki tiga ranjang. Setiap ranjang itu diselingi oleh meja tidur yang dilengkapi oleh laci. Dian tidur di ranjang paling kiri, sedangkan Mila paling kanan. ALARM PUKUL 5 PAGI DARI PONSEL DIAN BERBUNYI. Dian segera bangun, memakai jaket, dan berjalan pelan ke luar dari kamar, melewati ruang tengah, lalu mengetuk kamar yang dihuni oleh laki-laki. Tak begitu lama, pintu dibuka oleh Faishal.

FAISHAL

(mengusap mata)

Kenapa lu?

DIAN

Tolong bangunin Sinar.

FAISHAL

(melirik ke arah ranjang, dan kembali melihat ke arah Dian)

Ga ada.

DIAN

Ke mana? 

FAISHAL

Ke tempat kalian kemarin kali, udah ah gue ngantuk. Pacaran mulu lu.

79. EXT. PANTAI UJUNG GENTENG — SUBUH

Keadaan langit sudah mulai terang saat Sinar berdiri menatap luasnya lautan. Sinar berada di lokasi yang sama dengan tempat kemarin bersama Dian menikmati Senja. Tangan Sinar mengepal, rambutnya berantakan karena ditiup angin yang kencang.

SINAR

(berbisik)

Tak mungkin targetnya you.

Sinar menghela napas dalam, tubuhnya jadi sedikit layu, begitupula dengan mata yang jadi sayu. Tiba-tiba tangan Sinar digandeng oleh Dian dari belakang. Dian berdiri di sebelah kanan, Sinar melirik sebentar, lalu tersenyum dengan paksa.

DIAN

Sinar, ada apa?

Sinar diam tak menjawab.

DIAN (CONT’D)

Sebesar apapun masalah kamu, aku janji bakal selalu ada di samping kamu. Mendukung dan membantu kamu. Sesulit apapun keadaannya.

Sinar kembali tak menjawab. Sinar mencoba kembali tersenyum meskipun terlihat sedikit dipaksakan.

DIAN (CONT’D)

Kalau kamu butuh sesuatu, aku akan akan berusaha semaksimal mungkin buat bantu. Kamu tinggal bilang aja.

Sinar tak bisa menahan tangisnya, tangan kirinya langsung mengusap dan menutup mata.

DIAN (CONT’D)

(ekspresi khawatir)

Sinar, ada apa?

Kaki Sinar lemas, dan langsung terduduk di bawah. Dian lalu berjongkok di depan Sinar.

DIAN (CONT’D)

Kenapa, Sinar?

SINAR

(menangis)

Aku,(pause)
Aku hanya berharap hari-hari seperti ini tak pernah berakhir.

DIAN

(menghapus air mata Sinar)

Sinar?

SINAR

Hari ini kita pulang, itu berarti besok kita harus kembali bekerja.

Dian tersenyum kecil, lalu berpindah posisi kembali ke samping Sinar, menggandeng tangan kanan Sinar dan menyandarkan kepalanya pada bahu Sinar.

DIAN

Seberat apapun masalah kamu, tetaplah kuat. Hanya bahu terkuat yang mampu mengangkat beban terberat.

SINAR

(saling tatap dengan Dian)

Aku salah,(pause)
Meskipun tanpa aku jelaskan, you mungkin bisa merasakan segalanya. Maaf.

DIAN

Tapi kamu udah janji buat cerita,(pause)
Pokoknya nanti kamu harus cerita.

SINAR

Iya.

Dian tersenyum, dan menggandeng tangan Sinar dengan lebih erat. Lebih kuat.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar