Sinar yang Gelap
2. Antara Cinta dan Kebebasan

19. INT. KANTOR INVESTASI — PAGI

Sinar, Dian, MILA, YUSUF, dan FAISHAL sedang berada di ruang rapat, mereka duduk saling berhadapan di depan meja yang berbentuk oval. Mereka semua mendengarkan ATASAN yang sedang menjelaskan proyek pembangunan perumahan. Diam-diam, Sinar memperhatikan Dian yang duduk berseberangan dengannya. Dian terlihat tak bisa berkonsentrasi, matanya lebih sering terlihat kosong.

ATASAN

Jadi proyek ini sudah harus masuk tahap 2 di akhir bulan depan. Kita harus segera memastikan investor mana saja yang menjalin kerja sama.(pause)
Sinar, bagaimana? Apa mereka siap?

SINAR

Masih dalam tahap negosiasi. Saya akan pastikan secepatnya.

ATASAN

(melihat ke arah Mila)

Ini kan tugas dari 6 bulan lalu. Harusnya sudah final. Mila, kinerja tim kamu ini bagaimana? Apa lima orang ini tak cukup bisa bergerak cepat?

MILA

Saya akan memastikan tim ini menaikkan ritme kerja, Pak.

ATASAN

(melihat ke arah Dian)

Baik. Dian, bagaimana dengan revisi rincian anggaran? Sudah selesai?

Dian tak menanggapi. Dian malah mengernyitkan dahi dengan tatapan mata yang kosong, seolah sedang memikirkan hal lain.

ATASAN (CONT’D)

Dian! Apa kamu memperhatikan saya bicara?

Dian masih diam.

ATASAN (CONT’D)

(menggebrak meja)

DIAN! KAMU TIDAK MENDENGARKAN SAYA BICARA!

DIAN

(kaget)

Ya. Apa? Pak.. Gimana?

ATASAN

APA YANG KAMU PIKIRKAN? SEPANJANG RAPAT INI, SAYA PERHATIKAN KAMU TIDAK FOKUS.

Dian menunduk.

SINAR

Pak, beban pekerjaan Dian sedang sangat banyak. Dia mungkin kelelahan.

ATASAN

(menghela napas dalam)

Semua yang ada di ruangan ini sama lelahnya! Itu bukan alasan. Saya bicara pada Dian, bukan kamu.

SINAR

Dia lebih lelah dari kita semua, Pak. Sejujurnya, Dian selalu menambal pekerjaan yang tak sempat saya selesaikan.

Dian menatap Sinar dengan raut wajah terkejut.

ATASAN

Kenapa kamu beri dia pekerjaan yang di luar tanggung jawabnya? Kalau kamu sudah bosan bekerja di sini, kamu bisa ke luar. Ritme kerja kamu dari 2 bulan yang lalu sangat mengecewakan.

Dian sedikit menggeleng. Mulutnya mengambil ancang-ancang untuk bicara tapi terpotong oleh suara Sinar.

SINAR

Iya, pak. Saya salah.

ATASAN

(berjalan ke arah luar dengan wajah kesal)

Kamu akan mendapatkan potongan gaji yang sangat besar!

20. INT. KANTOR INVESTASI — SIANG

Jam dinding menunjukkan pukul setengah satu siang. Beberapa karyawan sudah beranjak menuju kantin untuk makan siang, dan sisanya masih sibuk bekerja di mejanya masing-masing, termasuk Dian.

SINAR

(menyimpan kantung plastik makanan di atas meja Dian)

You jangan lupa waktu. Nanti you sakit.

DIAN

(melihat ke arah Sinar)

Terima kasih, Sinar.

SINAR

You lebih sering memberiku makan siang. Jangan sungkan.

DIAN

Bukan itu.(pause) 
Terima kasih karena tadi udah belain aku.

SINAR

Itu cuma hal kecil.

DIAN

Lain kali jangan berbohong ya. Aku jadi ga enak.

SINAR

You kenapa? Sedang ada masalah?

DIAN

Cuma hal kecil. Kamu jangan khawatir.

SINAR

Ada yang bisa aku bantu?

DIAN

Ga ada, Sinar. Aku cuma berpikir kalau dunia sedang ga begitu ramah.

SINAR

Kalau you perlu bantuan, jangan pernah sungkan.

Dian tersenyum ketika melihat Sinar kembali duduk di meja kerjanya.

21. INT. AREA PARKIR APARTEMEN SINAR — SORE

Mobil Sinar memasuki area parkir apartemen, di sana sudah banyak mobil yang terparkir rapi. Sinar melihat ke kanan dan kiri mencari tempat kosong. Perhatian Sinar teralihkan oleh suara radio mobil yang sedari tadi menyala, dan memberitakan sebuah peristiwa tak biasa. 

PENYIAR (O.S.)

Warga perumahan Bear Jaya, Jaya Raya, dan Putra Jaya digegerkan dengan penemuan cat semprot merah yang menempel di beberapa dinding rumah mereka. Warga setempat khawatir dengan tanda yang diindikasikan sebagai terget perampokan atau penculikan. Pihak kepolisian sedang mendalami kasus guna memperoleh informasi terkait pelaku beserta motifnya.

Sinar mengambil secarik kertas pemberian Bos Besar yang disimpan di saku belakang celana. Sinar membaca kertas itu, terdapat tulisan Bear Jaya, Jaya Raya, dan Putra Jaya.

SINAR

Kode dari bos sialan. Tak salah lagi. Semuanya sesuai.

Sinar memutar kemudi mobil, melaju meninggalkan apartemen menuju perumahan-perumahan tersebut. 

22. EXT. PERUMAHAN BEAR JAYA — MALAM

Mobil Sinar melaju pelan memasuki gapura bertuliskan Bear Jaya. Jalanan tampak sudah kosong, tak ada lagi aktivitas dari para penghuninya.  

23. INT. MOBIL SINAR — MALAM

Sinar melihat ke arah kanan dan kiri dengan teliti. Sinar berhenti tepat di depan sebuah rumah bernomor 6 yang di bagian pagarnya terdapat tanda cat semprot merah bertuliskan angka -1. Dia lalu mencatat nomor rumah itu pada selembar kertas. Dia kembali melaju pelan, dan terhenti lagi di rumah bernomor 25 yang memiliki tanda cat semprot merah bertuliskan angka 2. Sinar kembali mencatat nomor rumah itu.

24. EXT. PERUMAHAN JAYA RAYA — MALAM

Mobil Sinar memasuki kawasan perumahan Jaya Raya yang sudah sangat sepi.  

25. INT. MOBIL SINAR — MALAM

Sinar menginjak pedal rem, lalu mencatat nomor rumah 33 dengan tanda cat semprot merah bertuliskan angka 5. Sinar melihat ke secarik kertas yang sudah tertulis kombinasi angka -6.253333. 

SINAR

Seharusnya tinggal empat atau lima rumah lagi.

Sinar menyandarkan kepala, lalu memijat-mijat dahi. Matanya mendadak sangat tajam. Rambut Sinar dibuat sedikit berantakan. Sinar tersenyum dan berbisik.

SINAR (CONT’D)

Aku menikmatinya. Sial! Aku memang seorang pembunuh.(pause)
Pembunuh yang sedang jatuh cinta. 

Sinar tertawa sebentar, lalu diam. Raut wajahnya kembali serius. 

SINAR (CONT’D)

Dian... You... 

Sinar mengambil ponsel dari saku celana. Membuka aplikasi pesan, dan mengetik pesan pada Dian. 

SINAR (CONT’D)

(mengetik)

Aku bukan orang baik. Maaf.

Sebelum menekan tombol kirim, Sinar menoleh ke kanan. Menerawang rumah dengan cat semprot merah, tapi mendadak pikirannya kembali tertuju pada Dian. 

FLASHBACK TO:

26. INT. KANTOR INVESTASI — SIANG

Kembali pada Scene Head 19. Dian menunduk ketika atasan menjelaskan proyek pembangunan perumahan. Dian menyeka air mata. Dian tak sengaja melihat Sinar yang sedang melihatnya juga. Dengan mata yang masih basah, Dian mencoba tersenyum pada Sinar.

BACK TO PRESENT:

27. INT. MOBIL SINAR — MALAM

Lamunan Sinar terpecah, kepalanya menggeleng. Sinar kembali mengetik pesan di ponsel.

SINAR

(mengetik)

Aku bukan orang baik. Maaf. Tapi aku khawatir. You kenapa?

Ketika akan menekan tombol kirim, Sinar melihat ke arah kertas yang bertuliskan kombinasi nomor-nomor rumah. Sinar justru langsung menghapus pesan yang tadi dia buat. 

28. INT. KANTOR INVESTASI — PAGI

Beberapa karyawan sudah berada di mejanya masing-masing. Persiapan proyek pembangunan sudah harus diselesaikan secepatnya, tapi hari ini Sinar tak masuk kantor. Dian duduk di depan meja kerja. Dian menyandarkan dagu di tangan kiri, dan tangan kanannya mengklik mouse berkali-kali. Dian hanya menyegarkan laptopnya. Dian lalu melihat ke arah samping, ke arah meja kerja Sinar yang kosong. Dian melihat kertas memo kecil di atas tumpukan buku Sinar yang bertuliskan huruf D. Dian tersenyum.

MILA

(menepuk kedua bahu Dian dari belakang)

Hayo, lagi mikirin siapa?

DIAN

(kaget dan berbalik melihat Mila)

Eh, ga kok. Lagi bosen aja.

MILA

Jangan bohong deh. Sinar kok hari ini ga masuk?

Dian menggeleng.

MILA (CONT’D)

Ada-ada aja tuh orang. Udah tau kita lagi dikejar waktu, masih sempet-sempetnya ga masuk kantor.

DIAN

Dia pasti punya alasan ga masuk kantor. Selama ini, Sinar selalu kasih yang terbaik buat kita, kan?

MILA

Ah, lu kan emang pacarnya. Pasti negebela lah.

DIAN

Ga, kok. Kami cuma berteman.

MILA

Lu pake ga ngaku lagi.

DIAN

Beneran. Kami cuma teman biasa.

MILA

(tersenyum menggoda Dian)

Belum jadian aja kali. Tinggal nunggu waktu aja.

DIAN

(tersenyum malu)

Apaan sih, Mil.

29. INT. APARTEMEN SINAR — SIANG

ALARM PUKUL DUA SIANG BERBUNYI PADA PONSEL SINAR YANG BERADA DI ATAS RANJANG. Sinar terbangun dan mematikan alarm itu. Sinar berdiri dan mengambil secarik kertas yang tersimpan di atas meja tidur. Sinar melihat secarik kertas yang berisikan kombinasi nomor rumah -6.253333 106.76972. Sambil menenteng ponsel dan kertas, Sinar berjalan menghampiri laptop yang berada di atas meja kerja. Sinar duduk, membuka aplikasi maps dan memasukkan kombinasi angka yang semalam dia catat pada kolom koordinat. Sambil menunggu hasilnya ditampilkan, Sinar melihat ponsel, membuka aplikasi pesan, dan memilih ruang obrolan dengan Dian.

SINAR

(mengetik)

Selepas ini, aku berjanji akan selalu ada untuk you. Aku tak akan lagi meninggalkan you yang sedang bersedih. Aku janji. Nanti kita akan...

Belum selesai mengetik, Sinar melihat ke arah laptop yang sudah menampilkan hasil. Sinar menyimpan ponsel di atas meja. Sinar melihat hasil pencariannya yang menampilkan sebuah rumah mewah berpagar putih, bertembok hitam, dan bernomor 15. Sinar melotot kaget, tanpa sadar dia mengambil ponsel dan membanting sekeras-kerasnya.

SINAR (CONT’D)

TIDAK MUNGKIN!

30. EXT KANTOR INVESTASI — PAGI

Keadaan masih tampak sepi, hanya ada beberapa orang saja yang hilir mudik sambil membawa laporan dan boks besar.

31. INT. KANTOR INVESTASI — PAGI

Ruang kerja masih dalam keadaan sepi. Pagi sekali Dian datang ke kantor dengan mata yang sembab, langkahnya tergesa-gesa menuju meja kerja, tapi langkahnya mendadak pelan saat melihat Sinar sudah duduk dan bekerja di mejanya. Dian duduk, dan menyapa.

DIAN

Selamat pagi. Rajin betul ya.

SINAR

(mengetik)

Tumpukan pekerjaan kemarin. You pagi sekali datangnya.

DIAN

Kemarin kenapa ga masuk? Oh iya, semalam aku coba telepon, tapi kok nomornya ga aktif?

SINAR

Semalam ya.

DIAN

Iya, kenapa?

SINAR

Ponselku jatuh. Hancur.

DIAN

(membuka laptop)

Pantes deh.

SINAR

(melihat Dian)

Bagaimana keadaan you? Sudah agak lega?

DIAN

Lumayan. Lagian masalah kecil. Cuma masalah penerimaan aja.

SINAR

Seberapa besar arti kecil itu sampai-sampai mata you sembab dan perlu waktu penerimaan berhari-hari?

Dian melihat ke arah Sinar. Menatap Sinar dalam-dalam.

SINAR (CONT’D)

(kembali mengetik)

Aku selalu ingin bantu you.

DIAN

Aku pengen cerita.

SINAR

Sebentar lagi jam kerja.

Mata Dian berkaca-kaca. Ke dua tangan Dian menutupi wajah, lalu terdengar suara tangisan Dian.

SINAR (CONT’D)

(berhenti mengetik, melihat Dian, dan menutup laptop)

You lebih penting.

Sinar berdiri, dan mengambil tas Dian. Sinar menarik tangan Dian, menggiringnya melewati lobi kantor, menuju area luar.

DIAN

Sinar,(pause)
Kita mau ke mana?

SINAR

You bawa mobil?

DIAN

Ga bawa. Tadinya aku pengen minta anter kamu pulang.

SINAR

Naik mobilku saja.

DIAN

Kamu mau ngapain?

32. EXT. BUKIT KOTA — SIANG

Sinar dan Dian berdiri bersebelahan di bawah pohon rindang. Mereka menatap pemandangan kota. SUARA BURUNG TERDENGAR SALING BERSAHUTAN.

SINAR

(menoleh ke arah Dian)

You kenapa?

DIAN

Aku merasa gak tenang.

SINAR

Terhadap apa?

DIAN

Aku gak tahu.

SINAR

You ingin mendengar masukan atau ingin didengarkan?

DIAN

Kasih tahu aku sesuatu yang belum pernah aku tahu.

SINAR

Hantu tak pernah bisa membuat you mati.

DIAN

Tapi orang-orang bisa mati karena dihantui sesuatu.

SINAR

Intinya, you sedang takut dihantui sesuatu?

Dian mengangguk sambil melihat balik ke arah Sinar. Mereka saling tatap, lalu berdiri berhadap-hadapan.

SINAR (CONT’D)

Takut adalah syarat dari berani. Semakin you takut, semakin besar pula potensi untuk menjadi berani.

DIAN

Hah?

SINAR

Kenapa seseorang tak bisa dikatakan berani saat melawan seekor semut?

DIAN

Kenapa?

SINAR

Karena tak ada ketakutan di sana. Lalu kenapa seseorang yang melawan seekor harimau bisa dikatakan sebagai seorang pemberani?

DIAN

(tersenyum)

Karena ada ketakutan di sana, benar?

SINAR

Ya. Semakin besar rasa takut yang you lawan, semakin berpotensi pula you untuk jadi seorang pemberani.

DIAN

(menunduk)

Bagaimana dengan takut mati? Kemarin pamanku meninggal dunia, aku selalu takut dan teringat kematian saat ada keluarga yang meninggal.

SINAR

Dian,(pause)
Manusia tak pernah bisa takut pada kematian.

DIAN

Hah?

SINAR

Rasa takut tidak akan berlaku pada sebuah kepastian. You mau melawan sebuah kepastian?

Dian menggeleng.

SINAR (CONT’D)

(menundukkan kepala)

Hal yang mungkin you atau kita takutkan adalah kehidupan setelah mati.

DIAN

Aku ga ngerti.

SINAR

Keadaan kehidupan setelah mati bukanlah sebuah kepastian, baik buruknya kehidupan setelah mati masih bisa kita upayakan dengan cara berbuat sebaik mungkin ketika masih hidup.

DIAN

Mungkin masalah yang gak aku sadari adalah rasa gak pantas untuk mendapatkan kehidupan yang baik setelah nanti mati.

SINAR

Aku juga.

DIAN

Berarti bukan aku yang takut lapar, tapi takut gak bisa makan ketika lapar itu datang.

Sinar mengangguk.

DIAN (CONT’D)

Aku mengerti, Sinar. 

SINAR

(melihat Dian)

Apapun atau siapapun yang mengganggu you, aku berjanji akan jadi orang pertama yang berada di samping you.

DIAN

Iya, Sinar. Semoga.(pause)
Makasih ya.

SINAR

You tak perlu berterima kasih untuk ini.

DIAN

Bukan untuk itu.

SINAR

Apa?

DIAN

Karena sudah selalu ada untuk aku. Termasuk mengantarkanku pulang nanti.

SINAR

Eh, tapi...

33. EXT. RUMAH DIAN — MALAM

Mobil Sinar berhenti di depan pintu gerbang rumah Dian. Rumah mewah itu memiliki pagar berwarna putih, bertembok hitam, dan bernomor 15. Rumah yang sama dengan target Sinar berikutnya. Mobil Sinar didatangi oleh TIGA ORANG PENJAGA RUMAH bertubuh besar. Dian membuka jendela mobil dan tersenyum pada mereka. Pintu pagar segera dibuka. Mobil Sinar masuk ke dalam, lalu parkir di samping mobil sedan hitam dengan sticker kecil bergambar kepala singa 80. Sinar turun dari mobil dengan gugup, lalu setengah berlari membukakan pintu mobil agar Dian ke luar. Mereka berjalan menuju teras rumah.

DIAN

Kenapa berkeringat begitu? Kamu gugup ya?

Sinar menggeleng.

DIAN (CONT’D)

Di sini pernah ada kejadian perampokan. Makanya ayah pakai penjagaan seketat ini.

SINAR

Bukan itu.

DIAN

Oh itu,(pause)
Calon mertua kamu ga begitu galak kok.

SINAR

(kaget)

Eh, mertua?

DIAN

(tertawa kecil)

Masa mermuda.

Sinar mencoba tertawa namun ada kesan dipaksakan. Melihat itu, Dian semakin tertawa kecil. Mereka akhirnya tiba di teras rumah, di sana ada JACK yang tak lain adalah Paman Dian. Jack mengenakan kaus hitam bergambar Singa. Jack sedang menyimpulkan tali pada sepatu Adidas NMD R1 Overkill Firestarter miliknya.

JACK

Selamat datang, nak. Kok pulang-pulang bawa orang? Siapa?

DIAN

Teman kantor, paman.

SINAR

(mengajak bersalaman)

Sinar. 

JACK

(bersalaman dengan Sinar)

Wah, badannyya besar betul. Lihat tangannya, mana mungkin kalian cuma berteman.

Mata Sinar memperhatikan tattoo yang bergambar kepala singa tanpa angka di tangan kanan Jack.

DIAN

Apa hubungannya, paman?

JACK

Bukannya kamu selalu suka dengan laki-laki yang merawat tubuhnya, nak?

Dian menggelengkan kepala dengan wajah yang memerah malu. Sementara perhatian Sinar terpecah ketika telinganya mendengar SUARA DEHAMAN KECIL DAN LANGKAH KAKI dari dalam rumah. Tak lama, ROBI yang merupakan ayah Dian ke luar menghampiri mereka. Tubuh Robi masih terlihat sangat gagah untuk ukuran orang yang berusia tua, padahal rambut, kumis dan jambanganya sudah berwarna putih.

ROBI

Jack, bahkan mereka belum berteman.

DIAN

(salam pada Robi)

Ayah.

ROBI

Sudah pulang, nak. Ini siapa?

SINAR

(bersalaman dengan Robi)

Sinar.

ROBI

Kamu pasti mencintai anakku, kan? 

Sinar hanya tersenyum, matanya mencuri-curi pandang pada Tattoo di tangan kanan Robi yang bergambar kepala singa dengan angka 80.

DIAN

Ayah! Jangan bikin canggung.

ROBI

(memegang bahu Sinar)

Tingkah dan gestur Sinar ini ga biasa. Sama seperti ayah ketika bertemu kakek kamu dulu.

JACK

Terus apa maksud dari mereka belum berteman?

ROBI

(tersenyum pada Sinar)

Mereka memang belum jadi teman hidup, kan?

DIAN

Ayah!

ROBI

(merangkul Sinar dari samping dan menggiring Sinar berjalan masuk)

Sudah, nak. Jangan tegang begitu. Kita makan malam sambil nogbrol-ngobrol.


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar