Rumah Kardus
Daftar Bagian
1. Damar & Nirmala
"Ayo kita bikin janji buat bangun rumah impian kita. Dimulai dari rumah kardus ini," ajak
2. Nenek & Paman
"Aku harap Pamanku mati aja, biar ngga ada lagi yang bisa gangguin Nenek," kata Damar yang
3. Tragis...
"Mala... Kamu di mana sih?" bisik Damar pada dirinya sendiri.
4. Damar & Mara
"Kok kamu nangis? Kamu cowo bukan?" tanya Mara kepada Damar yang sedang menangis karena me
5. Mempertanyakan Pribadi Nenek & Paman
"Mungkin Nenekmu itu ga sebaik yang kamu bayangin. Dan Pamanmu juga mungkin ga seburuk yang kam
6. Mengungkap Kebenaran tentang Ibunda Damar
"Kamu tau dulu Ibumu cita-citanya jadi apa? Jadi pe-na-ri... Dan dia emang punya bakat juga di
7. 9 Tahun Kemudian...
Aku bangga banget sama kamu, Mar, karena kamu udah nepatin janji kamu sejauh ini: kamu lagi ngejalan
8. Kembali ke Kampung Halaman...
"Oh, Damar cucuku... Nenek kira kamu udah lupa sama Nenek... Kamu ke mana aja? Kenapa ga perna
9. Pergulatan Batin Damar
"Aku udah ga bisa lagi ngedikte kamu, Mar. Tapi kalo kamu sampe lakuin ini... Kamu bakal kehila
10. Kegelapan Hati Damar
"Inget Mar... Kita lakuin ini buat kebaikan Nenek sendiri, bukan buat kita. Jangan sampe ada pe
11. Hilangkah Kekosongan Itu?
"Ini kan Mal, yang kamu pengen aku lakuin?" tanya Damar pada Nirmala kecil dengan mata ber
12. Fakta Mengejutkan
Damar tampak terkejut, tetapi pada waktu yang sama ia seperti mendapatkan kesadaran. Ia menutupi mul
13. Damar Menetapkan Pilihannya...
"Kalau Bapak ngehukum saya, Bapak ngehukum Mara juga, dan dia ga bersalah sedikitpun," uja
10. Kegelapan Hati Damar

FADE IN:

EXT. RUMAH PAMAN - MALAM HARI

Paman keluar dari rumahnya mengenakan baju gelap dan membawa sebuah tas selempang. Damar telah menunggu Paman di depan rumahnya.

DAMAR

Barangnya aman?

Paman membuka tas ranselnya dan menunjukkan alat suntikan yang telah berisi cairan di dalamnya. Damar mengangguk-anggukan kepala sebelum Paman kembali memasukkan alat suntikan itu ke dalam tas dan menyeletingnya.

PAMAN

Inget Mar... Kita lakuin ini buat kebaikan Nenek sendiri, bukan buat kita. Jangan sampe ada penyesalan ya.

Damar mengangguk, lalu keduanya berjalan menuju motor RX King Paman yang sudah terpakir di sebelah posisi mereka berdiri. Paman yang mengendarai di depan, dan Paman membonceng Damar yang duduk di belakang.

CUT TO:

INT. RUMAH SAKIT - MALAM HARI

Paman berjalan ke dalam rumah sakit dan menghampiri meja resepsionis di mana duduklah seorang suster di sana.

PAMAN

Malam, sus. Saya mau nengok Ibu saya yang dirawat di 9807.

SUSTER

(berdiri, memberikan buku tamu)

Baik, Pak. Mohon diisi dahulu buku tamunya.

Paman pun mengisi buku tamu itu.

CUT TO:

INT. KAMAR RUMAH SAKIT - LATER

Nenek yang kini selang-selang yang tertancap ke tubuhnya tampak semakin banyak sedang terlelap. Ia sendirian di ruangan itu.

Paman berjalan masuk ke dalam kamar rawat inap Nenek tanpa membangunkannya. Ia melihat-lihat ke arah atas dan pojok-pojok ruangan untuk memastikan tidak ada perekam CCTV. Ia berjalan ke arah jendela yang terdapat pada salah satu tembok kamar tersebut, di mana Damar telah menunggu di luar jendela dengan ransel Paman. Paman membuka kunci jendela tersebut dari dalam, lalu memberikan sinyal kepada Damar untuk menunggu di sana. Damar mengangguk.

CUT TO:

INT. RUMAH SAKIT - LATER

Paman berjalan melewati meja resepsionis sebelum keluar dari rumah sakit, tersenyum kepada suster tadi untuk memastikan bahwa ia sudah melihatnya berjalan keluar.

CUT TO:

EXT. RUMAH SAKIT - LATER

Paman kini telah berkumpul kembali dengan Damar di luar jendela kamar rawat inap Nenek.

DAMAR

Aman? Ga ada CCTV kan?

PAMAN

Gak ada. Si suster yang di resepsionis juga udah melihatku keluar tadi, jadi pas obatnya bekerja nanti, kita ga akan dicurigai karena udah ada saksi mata yang ngeliat aku keluar dari sebelum-sebelumnya.

DAMAR

(membuka jendela itu)

Ok, bagus. Ayo kita masuk.

PAMAN

Kamu aja yang masuk. Aku jaga-jaga di sini, bisi ada satpam yang lewat, nanti aku akan ngedistraksi dia.

DAMAR

(kaget, menjadi ragu)

Apa? Jadi harus aku yang nyuntikinnya?

PAMAN

Tentu. Denger, Mar. Inget... Kamu jangan takut. Aku tau ini ga ngeenakin, tapi kita ga punya pilihan lain...

Damar yang tadinya ragu pun tampak mengumpulkan keberanian, hingga akhirnya ia dengan percaya diri membuka jendela itu dan menyelinap masuk ke dalam kamar rawat inap Nenek, sementara Paman berjaga-jaga di luar.

CUT TO:

INT. KAMAR RUMAH SAKIT - KONTINU

Damar berjalan perlahan mendekati Nenek yang terbaring, sambil mengeluarkan alat suntikan itu dari dalam ransel.

Ia melihat selang yang harus ia suntikkan cairan eutanasianya, tetapi sebelum itu, ia pertama-tama memandang tubuh Nenek yang semakin kurus, dari kaki hingga kepala. Tampak jelas bahwa Damar terlihat sedih, bahkan ia seperti mengalami konflik batin dalam dirinya. Ia menatap suntikannya, lalu menatap ke arah Nenek yang berbaring lemah tak berdaya di sana.

Namun kemudian ia tampak mengeraskan hati dan membulatkan tekad.

DAMAR

(melihat Nenek, dengan suara pelan, meneteskan air mata)

Maafin aku, Nek... Beristirahatlah tenang di alam baka sana... Sampaikan salamku buat Ibu, ya.

Damar pun menyuntikan cairan eutanasia pada salah satu selang yang tertancam pada tubuh Nenek. Setelahnya, ia membersihkan air matanya dan dengan bergegas kembali melompat ke luar jendela, dan menutupnya kembali lalu kabur bersama Paman.

Alat pendeteksi detak jantung Nenek menunjukkan garis mendatar, hingga mengeluarkan bunyi flatline.

Tidak lama kemudian dokter dan suster-suster menyambar ruangan ini dan mengerumuni Nenek, mencoba membuat jantungnya berdetak kembali.

CUT TO:

INT. FIRMA ARSITEKTUR - PAGI HARI

Damar sedang duduk di meja kerjanya di kantornya, matanya menatap kosong ke depan, tidak menyadari bahwa Pak Ridwan sudah berdiri di depannya.

PAK RIDWAN

Damar.

DAMAR

(tersadarkan kembali)

Ya Pak?

PAK RIDWAN

(menatap Damar aneh)

Kamu baik-baik aja, Mar?

DAMAR

(mengucek-ngucek mata)

Oh, iya Pak. Maaf. Kemarin malem saya agak kesulitan tidur, itu aja.

PAK RIDWAN

(menangguk-angguk)

Tolong ke kantor saya ya.

Pak Ridwan berjalan menjauh untuk kembali ke kantornya, sementara Damar terlihat khawatir karena ia merasa telah salah berkata-kata atau melakukan sesuatu yang salah.

CUT TO:

INT. RUANGAN PAK RIDWAN - LATER

TOK TOK TOK

Pak Ridwan mengangguk kepada Damar, yang kemudian masuk ke dalam.

PAK RIDWAN

Duduk Mar.

Damar pun melakukannya.

PAK RIDWAN

Saya panggil kamu ke sini, karena kita punya masalah. Kamu ingat tentang proyek perumahan yang rencananya saya mau kasih ke kamu itu?

Damar mengangguk.

PAK RIDWAN

Kan saya bilang kita mau bangun di tanah yang sekarangnya lagi dihuni pasar-pasar tradisional... Kita ga dapet izinnya dari orang-orang setempat. Dan ternyata ada satu orang yang mempengaruhi mereka semua buat berkata tidak. Namanya Pak Suhendi.

Damar melotot. Suhendi adalah pamannya sendiri. Ia menjadi tegang.

PAK RIDWAN

Kalau ini ga bisa jalan gara-gara Pak Suhendi ini Mar... Saya khawatir untuk saat ini belum ada project lain yang bisa saya kasih ke kamu, sehingga kamu baru bisa gabung lagi sama kita entah berapa lama lagi. Padahal, salah satu syarat kelulusanmu itu kamu harus sudah punya pengalaman magang bukan? Dan bukannya kamu ingin lulus cepet?

Damar menjadi terlihat kesal, kepada Pamannya sendiri.

CUT TO:

INT. KAMAR RUMAH SAKIT - SIANG HARI

Nenek yang sudah tidak bernyawa ditutupi oleh selimut kain. Paman hadir ketika dokter menutup mayat Ibunya itu, tampak sedih mendalam.

CUT TO:

INT. KORIDOR RUMAH SAKIT - KONTINU

Tiga orang pria berseragam Badan Investigasi Tindak Kriminal Republik Indonesia (BITKRI), yaitu FIKRI (38), VIDI (35), dan IVAN (36) berjalan menuju kamar rawat inap Nenek menyusuri lorong rumah sakit.

CUT TO:

INT. KAMAR RUMAH SAKIT - KONTINU

Seorang suster mendekati telinga Paman yang sedang meratapi Ibunya yang sudah tiada.

SUSTER

(berbisik di telinga Paman)

Maaf, Pak. Ada orang dari Badan Investigasi Tindak Kriminal di luar. Kalau Bapak tidak keberatan, mereka mau minta izin untuk masuk menemui Bapak.

Paman melotot seketika, dan menjadi tegang. Ia bertanya-tanya dalam hati ada apa sebenarnya.

CUT TO:

INT. KORIDOR RUMAH SAKIT - KONTINU

Dokter dan beberapa suster meninggalkan kamar, dan salah satu suster memberi sinyal kepada orang-orang dari BIKTRI untuk masuk ke dalam. Mereka mengangguk, lalu berjalan masuk ke dalam untuk menemui Paman.

CUT TO:

INT. KAMAR RUMAH SAKIT - KONTINU

Ketiga orang dari BITKRI berjalan masuk mendekati Paman, yang dengan ramah tersenyum kepada mereka.

FIKRI

Siang Pak Suhendi. Saya Fikri Bustomi dari BITKRI. Ini rekan-rekan saya, Pak Vidi dan Pak Ivan. Izinkan saya menghaturkan... Turut berdukacita atas dipanggilnya Ibu Anda.

PAMAN

(tampak kebingungan)

Ya... Terima kasih. Ini ada ya Pak?

FIKRI

(memperlihatkan sebuah artikel koran yang telah disobek)

Jadi begini Pak Suhendi... Baru-baru ini sedang ada peningkatan kasus penyeludupan bahan-bahan narkotika dan obat-obatan mematikan lainnya dari pihak asing, yang kemudian diedarkan di dalam negeri melalui pasar-pasar gelap. Salah satu obat-obatan yang diseludupkan masuk itu, termasuk eutanasia.

Suhendi membaca headline pada artikel tersebut yang mengatakan, "Penyeludupan Barang-barang Ilegal Semakin Meningkat di RI" dan sub-headingnya, "Dari mana asalnya?"

Suhendi berusaha keras untuk tetap terlihat tenang, biasa saja dan tidak tahu apa-apa.

FIKRI

Jadi untuk membantu penyelidikan kami terhadap kasus ini, kami memohon kepada Bapak untuk mengizinkan tim dokter melakukan otopsi terhadap mayat Ibu Anda, berhubung kami mendapat laporan bahwa waktu kematiannya sangatlah mendadak dan tidak diduga-duga. Kami hanya ingin menelusuri kemungkinan bahwa mungkin saja Ibu Anda disuntikkan eutanasia oleh salah satu bandar pasar gelap ini yang ingin mencoba efektivitas dari obat tersebut.

PAMAN

Oleh siapa?

FIKRI

Kamu belum tahu, tentu saja. Tetapi jika terbukti terdapat eutanasia dalam tubuhnya, kami pastinya akan membuka penyelidikan lebih lanjut.

PAMAN

(tertawa kecil)

Maaf, Bapak-Bapak, tapi saya pikir imajinasi Anda semua terlalu luas. Sudah jelas Ibu saya meninggal karena kanker paru-parunya sudah mencapai stadium akhir, dan tidak. Saya tidak akan mengizinkan mayat Ibu saya diotopsi karena beliau meminta untuk dapat dikubur, bukan dibakar apalagi diotopsi.

Fikri dan kedua rekannya saling menatap satu dengan yang lain.

FIKRI

Pak, mohon dipertimbangkan lagi, karena kasus ini--

PAMAN

(dengan tegas)

Tidak! Keputusan saya sudah bulat.

Fikri menyerah, tetapi wajahnya sangat kecewa. Ketika ia menoleh ke samping, Fikri dengan tidak sengaja mengunci pandangannya pada jendela kamar tersebut, yang menangkap perhatiannya.

Fikri pun mendekati jendela tersebut untuk mengamatinya secara lebih dekat dan teliti. Ia secara khusus melihat bahwa kunci jendela tersebut terbuka dari dalam. Ia mendorongnya, dan jendela itu pun terbuka. Hal itu membuat terkejut dirinya dan dua rekannya yang lain, sementara perasaan tegang Paman kembali lagi.

FIKRI

(membalikkan badan, menatap Paman)

Anda barusan lihat itu Pak Suhendi? Jendela ruangan ini tidak dikunci, dan saya yakin kemarin malam pun ketika Ibu Anda dinyatakan meninggal, jendela itu tidak terkunci.

Paman menelan ludahnya, sementara Fikri berjalan mendekat pada Paman.

FIKRI

Yang berarti bahwa ruangan ini disusupi kurang lebih pada saat Ibu Anda meninggal.

Rekan-rekan Fikri yang lain mengangguk-angguk.

FIKRI

Dengan adanya bukti ini Pak, kami mau tidak mau harus turun tangan dan menganggap kasus ini sebagai tindakan kriminal, sehingga wewenang untuk menyelenggerakan otopsi pada Ibu Anda kini berada di tangah kami juga. Terima kasih atas pengertiannya Pak.

Fikri dan rekan-rekannya langsung berjalan cepat meninggalkan ruangan, dengan Fikri mengeluarkan handphonenya dan menghubungi seseorang.

FIKRI

(menelepon, sambil berjalan keluar)

Ya. Tolong kirimkan bantuan ke rumah sakit--

Paman terlihat syok, panik dan berdiri saja di sana membeku, tidak tahu harus bagaimana.

Paman mendapatkan panggilan WA call. Ia mengeluarkan HPnya dari kantong. Damar.

Paman pun mengangkatnya sambil berjalan keluar.

PAMAN

Damar.

CUT TO:

INT. KAMAR KOS DAMAR - KONTINU

Damar menelepon Paman dari kamar kosnya. Ia berjalan mondar mandir.

DAMAR

Paman. Aku mau minta tolong sama Paman. Boleh?

CUT TO:

INT. KORIDOR RUMAH SAKIT - KONTINU

Paman dengan cepat berjalan menyusuri koridor rumah sakit supaya ia bisa cepat-cepat keluar dari rumah sakit itu.

PAMAN

Tergantung permintaannya Mar. Sebetulnya, Paman juga mau minta tolong sama kamu. Kita dalam masalah besar, tapi tunggu paman keluar dulu ya sebentar.

CUT TO:

INT. KAMAR KOS DAMAR - KONTINU

Damar mengambil posisi duduk di atas ranjangnya.

DAMAR

Paman, tolong ijinin firma aku buat ngebeli tanah yang dipake pasar tradisional itu buat jadiin perumahan.

CUT TO:

EXT. RUMAH SAKIT - KONTINU

Langkah Paman terhenti tepat di depan pintu masuk rumah sakit. Ia terlihat sangat terkejut.

PAMAN

Mar, itu tuh firmanya kamu yang terus-terusan gangguin aku? Kalau aku setuju Mar, lantas gimana soal diriku sendiri yang udah bangun usaha ini dari nol tanpa dukungan Nenekmu sedikitpun?!

DAMAR (V.O.)

(mengembuskan napas)

Ini kesempatan langka buat aku, Paman. Tolonglah ambil aja tawaran itu. Aku tau Paman bakal dibayar mahal untuk ini.

PAMAN

(meneruskan langkahnya menuju motornya di parkiran)

Gimana soal para pemilik pasar yang bakal kehilangan usaha mereka?

DAMAR (V.O.)

Mereka juga dibayar untuk itu. Mereka bisa pindah tempat, atau pakai uangnya buat bangun usaha baru.

PAMAN

(tidak terima; menggeleng-gelengkan kepala)

Pindah ke mana Mar? Mar, mereka ini udah bertahun-tahun ngejalanin usaha di sana, bahkan ada yang seumur hidup mereka cuma tau usaha ini di tempat ini. Mereka juga orang-orang yang punya keluarga Mar!

CUT TO:

INT. KAMAR KOS DAMAR - KONTINU

Damar berdiri dari ranjangnya. Wajahnya menjadi merah, kesal.

DAMAR

Aku udah bantuin Paman ngeniadain Nenek loh. Masa sih Paman ga mau nolong aku balik?

CUT TO:

EXT. PARKIRAN RUMAH SAKIT - KONTINU

Paman telah sampai pada motornya, berdiri di sebelahnya. Paman hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala mendengarkan kata-kata Damar.

DAMAR (V.O.)

Paman tau kan firmanya aku ini punya duit banyak banget, dan kita ga akan berenti sampe kita dapetin tanah itu. Kalo kita ga bisa pake cara baik-baik, aku ga akan sungkan buat ngusulin nyogok ke pemerintah setempat buat ngegusur orang-orang yang ada di pasar itu, termasuk Paman.

Paman mendengar hal itu dengan horor. Amarahnya meluap seketika.

PAMAN

(dengan sangat emosi)

Damar! Jangan berani-beraninya kamu main ke arah sana!

DAMAR (V.O.)

(tertawa meremehkan)

Atau apa..?

PAMAN

Atau aku akan ikut laporin kamu kalau sampe aku ketangkep nantinya...

CUT TO:

INT. KAMAR KOS DAMAR - KONTINU

Damar terhentak. Ia tidak percaya apa yang baru saja ia dengar.

DAMAR

Maksud Paman apa? Itu idenya Paman!

PAMAN (V.O.)

Tapi kamu yang nyuntikin racun itu! Dan tebak apa? Barusan orang-orang dari Badan Penyelidikan dateng ke rumah sakit, dan udah ketauan sama mereka bahwa jendela itu ga kekunci. Mereka udah curiga Mar. Dan kalau sampe aku ketangkep, aku ga akan ragu untuk bawa namamu juga. Jadi jangan berani-berani kamu apa-apakan pasarku itu!

Paman pun menutup telponnya. Damar menjadi dipenuhi oleh ketakutan. Tubuhnya gemetaran, hingga akhirnya ia pun MEMBANTING handphonenya ke atas ranjangnya dengan penuh kemarahan.

Napasnya terengah-engah. Ia meletakkan tangannya pada jidatnya, berusaha keras untuk berpikir harus bagaimana.

Hingga, ia pun menemukan satu ide. Ia yang tadinya tertunduk kini kepalanya terangkat.

FADE TO:

EXT. RUMAH PAMAN - SIANG HARI

Damar yang mengendarai motor maticnya tiba di depan rumah Paman. Sebuah tool box terapit di antara kedua kakinya di atas motor. Ia melihat sekitar dan tidak ada siapa-siapa di sana.

Ia turun dari motornya lalu mengangkat tool box tersebut, berjalan menuju pintu depan rumah Paman.

Mengetahui pintu depan itu terkunci, Damar membuka tool boxnya dan mengambil suatu kawat yang dapat ia bentuk-bentuk sehingga ketika ia mengotak-atik lubang kunci pintu itu dengan kawat yang telah terbentuk tersebut, kunci pintu itu pun terbuka dan perlahan ia masuk ke dalam.

CUT TO:

INT. RUMAH PAMAN - KONTINU

Dalam rumah Paman tampaknya kosong. Dengan membuat suara yang seminimal mungkin, Damar berjalan ke bagian rumah yang semakin dalam hingga sampailah ia pada pintu yang menghubungkan dengan halaman belakang rumah. Ia membuka pintu itu dan memasuki halaman belakang rumah.

CUT TO:

EXT. HALAMAN BELAKANG RUMAH PAMAN - KONTINU

Di halaman belakang rumah Paman ini, Damar melihat sebuah toren air yang besar dan menjulang tinggi, duduk di atas tumpuan besi yang terdiri dari empat kaki. Damar tersenyum melihat toren ini, lalu ia mendekati toren tersebut, berlutut dan membuka tool boxnya.

CUT TO:

EXT. RUMAH PAMAN - LATER

Damar keluar dari rumah Paman membawa tool boxnya tanpa lupa mengunci kembali pintu depan rumah Paman. Damar kembali menaiki motor maticnya dan meletakkan tool box di antara kedua kakinya, lalu pergi dari sana.

FADE TO:

EXT. RUMAH PAMAN - SENJA

Paman telah pulang dari suatu tempat mengendarai RX King-nya dan memarkirnya di depan rumah. Seperti biasa ia turun dari motornya dan memasuki rumahnya dengan membuka terlebih dahulu kunci pintu depannya, seperti tidak ada yang salah.

CUT TO:

INT. RUMAH PAMAN - KONTINU

Paman langsung berjalan menuju kulkasnya di dapur untuk mengambil satu kotak susu UHT dan meminumnya langsung dari kotaknya.

Tiba-tiba, ia mendengar suara air menetes-netes dari halaman belakangnya dan ia menjadi tampak heran. Sehingga ia berjalan menuju sana untuk menyelidiki dan mencari tahu penyebabnya.

CUT TO:

EXT. HALAMAN BELAKANG RUMAH PAMAN - KONTINU

Paman berjalan mendekati toren airnya. Ia melihat-lihat di mana tanda kebocorannya. Ia mengambil posisi jongkong untuk melihat bahwa air-air tersebut menetes dari bagian bawah toren. Ia mengangguk-angguk.

Paman berusaha berdiri dengan berpegangan pada salah satu kaki besi yang menopang toren tersebut. Tetapi tiba-tiba kaki itu menjadi bengkok dan membuat Paman terjatuh. Kaki yang bengkok itu membuat toren air menjadi miring hingga pada akhirnya terjatuh MENIMPA paman yang telah tergeletak di tanah, secara instan menewaskannya.

FADE TO:

INT. KAMAR KOS DAMAR - MALAM HARI

Damar sedang duduk santai di atas kasurnya sambil menonton berita di TV.

PEMBAWA BERITA

Pada pukul lima belas nol nol sore hari tadi, petugas-petugas Badan Investigasi Tindak Kriminal Republik Indonesia atau BITKRI telah menemukan dan melakukan penggebrekan terhadap pasar gelap yang selama ini diduga menyeludupkan bahan-bahan narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya ke Tanah Air.

Klip yang disajikan di TV kini adalah tampak depan dari bangunan tua yang disambar oleh petugas-petugas BITKRI dan kepolisian.

PEMBAWA BERITA (V.O.)

Setelah pencarian panjang terhadap lokasi pasar gelap yang selama ini diduga tersembunyi di daerah-daerah terpencil, akhirnya pihak kepolisian yang dibantu oleh BITKRI menemukannya terletak di dalam sebuah bangunan tua yang sebelumnya dikira sudah terlantarkan di daerah Bandarkalong.

Kini berita tersebut menampilkan perwakilan BITKRI yang tengah mengeluarkan pernyataan resmi kepada media, yaitu Pak Vidi, rekan Pak Fikri yang waktu itu mengunjungi Paman di rumah sakit.

VIDI

Barusan kami sudah menangkap bandar-bandar yang terlibat di dalam. Berikutnya kami juga akan melakukan pencarian dan penangkapan terhadap para pembeli barang-barang ilegal ini. Untungnya bandar-bandar di dalam menyimpan catatan siapa saja pelanggan mereka, sehingga memungkinkan kita untuk melakukan pencarian ke depannya.

REPORTER (V.O.)

(suaranya kecil, samar-samar)

Sudah adakah yang tertangkap?

VIDI

Pihak pembeli yang tertangkap ya? Belum banyak, tetapi ada satu yang pas kita mau tangkap di rumahnya, ternyata sudah tewas di tempat. Kecelakaan aneh tampaknya. Tertimpa toren air yang jatuh dari dudukan.

Damar yang mendengar berita itu merasa lega dan terbebaskan.

CUT TO BLACK.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar