Rumah Kardus
Daftar Bagian
1. Damar & Nirmala
"Ayo kita bikin janji buat bangun rumah impian kita. Dimulai dari rumah kardus ini," ajak
2. Nenek & Paman
"Aku harap Pamanku mati aja, biar ngga ada lagi yang bisa gangguin Nenek," kata Damar yang
3. Tragis...
"Mala... Kamu di mana sih?" bisik Damar pada dirinya sendiri.
4. Damar & Mara
"Kok kamu nangis? Kamu cowo bukan?" tanya Mara kepada Damar yang sedang menangis karena me
5. Mempertanyakan Pribadi Nenek & Paman
"Mungkin Nenekmu itu ga sebaik yang kamu bayangin. Dan Pamanmu juga mungkin ga seburuk yang kam
6. Mengungkap Kebenaran tentang Ibunda Damar
"Kamu tau dulu Ibumu cita-citanya jadi apa? Jadi pe-na-ri... Dan dia emang punya bakat juga di
7. 9 Tahun Kemudian...
Aku bangga banget sama kamu, Mar, karena kamu udah nepatin janji kamu sejauh ini: kamu lagi ngejalan
8. Kembali ke Kampung Halaman...
"Oh, Damar cucuku... Nenek kira kamu udah lupa sama Nenek... Kamu ke mana aja? Kenapa ga perna
9. Pergulatan Batin Damar
"Aku udah ga bisa lagi ngedikte kamu, Mar. Tapi kalo kamu sampe lakuin ini... Kamu bakal kehila
10. Kegelapan Hati Damar
"Inget Mar... Kita lakuin ini buat kebaikan Nenek sendiri, bukan buat kita. Jangan sampe ada pe
11. Hilangkah Kekosongan Itu?
"Ini kan Mal, yang kamu pengen aku lakuin?" tanya Damar pada Nirmala kecil dengan mata ber
12. Fakta Mengejutkan
Damar tampak terkejut, tetapi pada waktu yang sama ia seperti mendapatkan kesadaran. Ia menutupi mul
13. Damar Menetapkan Pilihannya...
"Kalau Bapak ngehukum saya, Bapak ngehukum Mara juga, dan dia ga bersalah sedikitpun," uja
5. Mempertanyakan Pribadi Nenek & Paman

CUT IN

EXT. KORIDOR SEKOLAH - SORE HARI

Sekolah sudah sepi. Melalui pintu-pintu kelas yang terbuka, kita dapat melihat kelas pun sudah kosong dengan banyak bangku dan meja-meja yang berantakan.

CUT TO

EXT. HALAMAN SEKOLAH - KONTINU

Damar dengan ransel di punggungnya baru saja keluar dari sekolah. Begitu ia menginjakkan kakinya di luar gerbang sekolah, empat orang Bully yang tiga di antaranya terdiri dari mereka yang sebelumnya menyebabkan kematian Nirmala ditambah satu anak lainnya, mengepungnya dengan gaya seperti preman. Damar hanya bisa pasrah. Ia tidak dapat menyembunyikan ketegangannnya.

Keempatnya mulai membentuk lingkaran dan salah satu dari mereka mendorong badan Damar dengan keras lalu ditangkap oleh anak yang lain. Anak itu pun akan mengoper Damar ke anak yang lainnya. Setelah keempat anak itu mendapat giliran mendorong dan menangkap Damar, salah satu anak itu mulai mengangkat badan Damar yang lebih kecil dan melemparnya dengan keras ke tanah. Damar tergeletak meringis kesakitan.

POV DAMAR: Penglihatannya menjadi buram, dan yang ia bisa lihat hanyalah cahaya matahari dan sosok keempat orang itu yang mendekat sehingga memblokir sinar matahari. Mereka membuat gesture menonjokkan tangan yang satu ke tangan yang lain.

Damar hanya dapat bersiap dan menutupi wajahnya sendiri dengan kedua tangannya. Tetapi pukulan itu tidak pernah tiba. Damar kembali membuka wajahnya dan mendapati keempat pembully itu satu per satu dicambuk oleh Mara dengan sebuah lompat tali yang terbuat dari karet-karet.

Sosok Mara yang perkasa itu pun akhirnya berhasil membuat keempat anak laki-laki itu semua melarikan diri agar cambukan itu berhenti.

Mara melemparkan lompat talinya ke tanah, lalu melihat ke bawah ke arah Damar yang masih tergeletak. Sambil tersenyum Mara membuat simbol segitiga dengan kedua tangannya dan menatap wajah Damar lewat lubang segitiga itu. Hal ini membuat Damar terkejut.

Mara menghentikan simbol segitiga itu dan menawarkan tangannya kepada Damar yang masih tergeletak di tanah. Damar menerimanya dan Mara pun membantu Damar berdiri kembali.

DAMAR

(dengan panik)

Mara... Kamu harusnya jangan bantu aku!

Mara menatap Damar dengan aneh.

MARA

(dengan khawatir)

Ngomong apa sih kamu?

Mara tidak punya waktu menunggu jawaban Damar. Mara meraih tangan Damar dan menariknya pergi menjauh dari sekolah.

CUT TO:

EXT. RUMAH KARDUS - SORE HARI

Mara dan Damar telah tiba di depan rumah kardus. Sehabis berlari ke sini, keduanya langsung jatuh dalam posisi duduk bersebelahan di depan rumah kardus dengan keadaan ngos-ngosan. Keduanya mencoba mengambil napas terlebih dahulu, duduk terengah-engah.

DAMAR

Kamu baru aja bikin kesalahan besar Mar.

Mara menoleh ke arah Damar. Wajahnya tidak terima.

MARA

Hah? Maksud kamu apa? Kamu tadi lagi dihajar anak-anak itu! Kamu bisa mati, Mar kalo mereka gaada yang ngerem! Kenapa sekarang jadi aku yang salah?? Apa aku ngga bisa dapet sedikit 'makasih Mara, kamu baru aja nyelametin aku!'??

DAMAR

Nirmala mati setelah dia nyelametin aku!

Mara bungkam seketika. Ia tertunduk.

DAMAR

Dari orang-orang yang sama!

Kedua mata Damar mulai berair.

DAMAR

Aku khawatir banget kamu bakal ngalamin hal yang sama karena kamu udah ngebela aku.

MARA

Ya kalo gitu kamu harus mulai belajar buat ngebela diri kamu sendiri!

Damar terkejut. Kini ia yang bungkam.

MARA

Dibela orang ga mau. Ngebela diri sendiri gak bisa. Kamu emang mau mati konyol?

Damar termenung dan tertunduk malu.

MARA

(mengembuskan napas; menurunkan emosi)

Aku bakalan baik-baik aja... Mereka gak akan bisa nyentuh aku. Tapi mereka masih bisa nyentuh kamu...

Damar menoleh ke arah Mara.

MARA

Kalo kamu ngebiarin mereka.

Di sini Damar menjadi tersadarkan dan merasa diberdayakan.

MARA

Kalo kamu mau aku ngga ikut campur sama acara gelutmu itu, aku mau kamu janji satu hal lagi...

DAMAR

(dengan suara pelan)

Apa?

MARA

Jangan pernah lagi kamu biarin orang lain, siapapun itu, ngejatuhin kamu.

Damar menganggukan kepalanya. Mara tersenyum, lalu membuat simbol setengah segitiga. Damar dengan percaya diri melengkapi segitiga itu.

MARA

Maaf kalau aku galak banget barusan... Aku cuma mau ngeliat kamu jadi lebih baik, itu aja.

DAMAR

(tersenyum)

Aku ngerti kok. Makasih ya.

Keduanya menatap pemandangan yang sama, di mana terlihat juga rumah Nenek di sana. Damar memfokuskan lagi pandangannya pada sesuatu yang sedang diparkir di depan rumah Nenek: sebuah motor RX King.

Damar langsung berdiri seketika, menatap tajam motor itu yang ada di kejauhan. Mara dengan agak bingung mengikuti.

MARA

Damar..?

DAMAR

(kepada dirinya sendiri; dengan gagah berani)

Aku gak akan ngebiarin siapapun ngejatuhin aku lagi... Termasuk ngejatuhin Nenek aku.

Mara yang ada di belakang Damar tersenyum dan memandang Damar kagum.

CUT TO:

INT. RUANG MAKAN RUMAH NENEK - KONTINU

Nenek berdiri dan memandang ke bawah ke arah Paman yang sedang duduk makan sambil minum kopi seperti kunjungannya biasa ke rumah Nenek. Nenek memegang erat amplop coklat dan menempelkannya ke dadanya sendiri.

NENEK

(dengan sekuat tenaga menahan ledakan amarah, tubuhnya gemetar)

Sampe berapa lama lagi kamu bakalan terus dateng cuma buat neror Ibu Hen?!

PAMAN

(tetap tenang, sambil mengunyah makanan)

Banyak anak lain yang udah dewasa, pergi ninggalin orang tuanya dan mukanya gak pernah nongol lagi sampe orang tuanya mati.

Nenek semakin melotot ke arah Paman.

PAMAN

(menelan makanannya, memandang Nenek tajam)

Cuma saya anak Ibu yang tersisa, semenjak Kak Silvi meninggal dan ninggalin si Damar terperangkap sama Ibu di sini!

Damar berlari masuk ke dalam ruang makan, tangannya terkepal dan wajahnya garang. Pada waktu yang sama, Nenek MENAMPAR Paman dengan keras di pipinya. Damar yang terkejut melihat kejadian itu langsung terhenti di tempat, melepaskan kepalan tangannya pula.

Nenek yang baru saja menyadari keberadaan Damar di sana langsung menyembunyikan tangan yang barusan ia gunakan untuk menampar Paman di belakang badannya.

PAMAN

(memegang pipinya yang barusan ditampar)

Hei, Damar... Maaf ya. Kamu harus ngeliat itu.

DAMAR

(memasang kembali muka garangnya; tidak menghiraukan Paman)

Nek, Nenek gapapa?

Nenek terkejut mendengarkan perkataan Damar, namun Nenek tidak dapat menyembunyikan senyumannya.

PAMAN

(bingung; tidak terima, menunjuk diri sendiri)

Lho... Uwe yang ditampar Nenek, kok Paman Suhendi gak ditanya??

Damar berjalan mendekat kepada Nenek, dan Damar menggunakan tubuhnya untuk melindungi Nenek, membatasi Nenek dengan Paman sambil berjalan mundur untuk menjauhkan Nenek dari Paman.

PAMAN

(awalnya bingung, lalu berubah menjadi kecewa dan pada akhirnya tertawa kecil)

Oh... Saya ngerti sekarang.

Paman menatap Nenek dengan tajam.

PAMAN

Damar sekarang udah jadi salah satu korban cuci otaknya Ibu...

Damar terlihat bingung. Nenek hanya melotot pada Paman.

NENEK

Ibu mau kamu pergi sekarang. Ngga ada duit buat kamu hari ini!

Nenek memasukkan amplop coklatnya ke dalam bajunya lewat lubang lehernya dan menyelipkannya dalam branya.

Paman hanya dapat dengan pasrah menggeleng-gelengkan kepalanya, sambil tertawa kecil. Mengembuskan napas kekecewaan, akhirnya ia pun berdiri dan jalan menuju pintu keluar, melewati Nenek dan Damar.

Nenek mengusap rambut Damar sambil tersenyum, lalu mengikuti Paman keluar. Damar mengikuti di baris paling belakang.

CUT TO:

EXT. RUMAH NENEK - KONTINU

Paman menunggangi motornya dan hendak memakai helmnya, ketika ia menoleh ke arah Nenek yang berdiri di pintu masuk, melihat ke arahnya.

PAMAN

Ibu tau kan... Uang yang saya minta ke Ibu itu saya kemanain?

Nenek diam saja, tidak menjawab dan hanya menatap Paman sambil bersandar ke tembok pintu masuk.

PAMAN

Saya lagi berusaha bangun usaha saya sendiri Bu!

NENEK

(menyilangkan tangannya)

"Usaha, usaha"! Usaha gagal kali maksudmu!

Paman tercengang, wajahnya menjadi pahit.

NENEK

Kamu lebih parah dari keledai! Ditipu orang lebih dari tiga... puluh kali!

CUT TO:

INT. RUMAH NENEK - KONTINU

Damar yang memperhatikan dan menyimak percecokan antara Nenek dan Paman dari dalam rumah terkejut mendengar seberapa menyakitkannya perkataan Nenek. Damar berjalan perlahan menuju luar rumah.

CUT TO:

EXT. RUMAH NENEK - KONTINU

Wajah Paman semakin pahit, dan tanpa mengatakan apa-apa Paman memakai helmnya. Pada waktu yang sama ia melihat Damar yang berjalan mendekat dari belakang tubuh Nenek.

PAMAN

(kepada Damar)

Hati-hati sama Nenek ya De. Lidahnya bisa lebih tajem dari pedang bermata dua.

Perkataan Paman barusan sepertinya cukup mempengaruhi Damar. Nenek merangkul Damar.

NENEK

(dengan tangan yang mengusir)

Gak usah ngeracunin pikirannya Damar. Pergi kamu!

Paman menyalakan mesin motornya.

PAMAN

(lagi-lagi kepada Damar)

Hati-hati kamu berpihak sama siapa De. Kamu gak tau cerita sebenernya...

Dalam seketika Nenek melepaskan rangkulannya terhadap Damar dan mengambil sapu lidi yang bersandar pada tembok depan rumah. Ia mendekati Paman dengan sapu lidi itu untuk memukulnya dengan sapu lidi, namun sebelum bisa, Paman sudah kabur duluan dengan motornya.

Damar hanya diam kaku melihat kepergian Pamar di atas motornya. Nenek hanya dapat kembali ke halaman rumah dan kembali menyenderkan sapunya pada tembok, lalu hendak memasuki rumah. Akan tetapi, Nenek menyadari bahwa Damar mungkin terpengaruh oleh perkataan Paman barusan, sehingga Damar hanya diam beku berdiri saja di sana, memandang ke luar rumah. Nenek pun mendekati Damar.

NENEK

(berbisik pada Damar)

Jangan dengerin dia ya Mar... Sakit pikiran Pamanmu itu...

Damar belum tergerak, tetapi akhirnya Nenek pun memutuskan untuk masuk saja ke dalam, membiarkan Damar tetap berdiri saja di sana, tidak tahu harus berpikir apa.

FADE TO:

INT. KAMAR DAMAR - MALAM HARI

Damar sedang duduk di meja belajarnya, seperti biasa menggambar struktur-struktur dimensi mengikuti contoh di buku di atas kertas milimeter block, dengan bantuan mistar dan jangka sorong.

Tiba-tiba, Damar kehilangan fokus dan konsentrasi. Ia tidak dapat melanjutkan gambarnya, dan matanya menatap kosong ke depan.

PAMAN (V.O.)

Hati-hati sama Nenek ya De. Lidahnya bisa lebih tajem dari pedang bermata dua.

Damar menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya.

PAMAN (V.O.)

Hati-hati kamu berpihak sama siapa De. Kamu gak tau cerita sebenernya...

Damar dengan cepat mengucek-ngucek matanya dan bersandar pada kursi, mencoba untuk kembali 'membangunkan' dirinya sendiri.

Tiba-tiba, Damar mendengar ada suara yang mengetuk jendela kamarnya dari luar rumah. Damar menghampiri jendela itu. Ia melihat Mara ada di balik jendela, melambaikan tangannya.

Damar tidak dapat menyembunyikan rasa senangnya dikunjungi Mara malam-malam sepert ini. Ia langsung membukakan jendelanya.

MARA

(menyender pada tembok samping jendela)

Gimana? Berhasil ngelabrak Pamannya?

DAMAR

(mengembuskan napas kekecewaan)

Awalnya niatnya sih begitu... Tapi akhirnya malah Nenek sendiri yang ngelabrak dia.

MARA

(terkejut, terkesan)

Wow?? Nenek keren banget. Bagus dong! Kalo gitu sekarang, Pamanmu ga akan gangguin kalian lagi kan?

DAMAR

(menggeleng-gelengkan kepala)

Tapi... Sebelum Paman diusir sama Nenek, dia bilang sesuatu yang... aneh banget. Aku belum bisa lupain sampe sekarang.

Mara menyimak dengan penuh rasa ingin tahu.

DAMAR

Dia bilang, aku harus hati-hati sama Nenek, karena aku ga tahu cerita sebenernya. Dan pas Nenek denger itu, dia marah banget sampe-sampe dia ngambil sapu lidi buat mukul Paman pake itu.

Mara menggelindingkan kedua bola matanya, lalu mengangguk, seakan mengerti ini arahnya akan ke mana.

DAMAR

Maksudku tuh kaya... Agak lebay aja ga sih menurutmu reaksi Nenek itu kalo yang Paman omongin sebetulnya ga bener?

MARA

Jadi maksud kamu... Mungkin aja yang Paman bilang itu bener? Kamu harus hati-hati sama Nenek?

DAMAR

(meragukan dirinya sendiri)

Harusnya aku lebih percaya sama Nenek. Nenek yang aku kenal selama ini orangnya baik banget. Tapi ntahlah... Nenek yang kemarin aku liat itu beda banget.

MARA

Kenapa beda? Gara-gara dia ngangkat sapu lidi?

DAMAR

Ngga cuma itu... Pas aku nyampe rumah setelah kita pisah kemarin, aku ngeliat Nenek nampar Paman aku keras banget. Aku ga pernah ngeliat Nenek sekasar itu sama orang lain sebelumnya.

MARA

Mungkin kamu ada benernya sih.

Damar menoleh ke arah Mara.

MARA

Mungkin Nenekmu itu ga sebaik yang kamu bayangin. Dan Pamanmu juga mungkin ga seburuk yang kamu kira.

Damar menggeleng-gelengkan kepalanya.

DAMAR

Aku ngga tau, Mar... Aku bingung.

Damar mengambil posisi duduk di jendela, dengan Mara berdiri menyender di sampingnya, memandang kegelapan malam di hadapan mereka.

CUT TO BLACK.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar