9. Ternyata
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

Professor itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia bingung sedari tadi. Wajahnya terlihat lelah.

Terlihat psikolog memandangi kertas-kertas yang dicatat oleh Professor.

Psikiater juga melihatnya.

Psikiater

"Aku melihat ada yang tidak beres dari neuron orang ini." (sambil menulis)

Professor

"Ada apa dengan syarafnya?"

Psikiater

"Dia sedikit sinting."

Professor menghela nafas dan memerhatikan tersangka

Professor

"Saya netral, saya tidak ada ekspektasi."

Tersangka

"Iya"

Professor

"Apakah anda membunuh orang?"

Tersangka

"Tidak."

Psikolog dan Psikiater itu saling pandang

Professor

"Sama sekali?"

Tersangka mengangguk-angguk

Psikolog itu sedikit geram membisiki professor

Psikolog

"Lihatlah, dia muter-muter lagi. Dia sinting."

Psikiater

"Iya, dia sinting."

Professor tenang mendengar dua bisikan di kiri dan kanannya.

Professor memerhatikan tersangka lagi.

Professor

"Jadi kertas-kertas ini menurutmu palsu?"

Tersangka hanya diam

Professor

"Tenang. Aku tidak berekspektasi apapun. Aku hanya berharap jawaban jujur darimu."

Tersangka mengangguk

Psikolog

"Prof. Dia punya sindrom disosiatif."

Psikiater

"Iya, dia mungkin punya banyak kepribadian"

Psikolog

"Iya, dia sekarang lupa dengan dirinya yang tadi."

Professor

"Apakah benar begitu?"

Psikolog dan Psikiater saling mengangguk

Professor

"Apakah aku sedang berbicara dengan orang yang sama sejak tadi?"

Tersangka

"Iya."

Professor

"Siapa memangnya anda?"

Tersangka

"Aku hanya seorang akuntan. Sudah beristri dengan satu anak perempuan."

Professor berbisik pada psikolog

Professor

"Aku tidak tahu. Tapi kau mungkin keliru."

Psikolog

"Dia tidak disosiatif?."

Professor

"Tidak"

Professor dengan diam menatap keatas. Ia merebahkan tubuhnya dikursi sambil mengangkat tangannya.

Professor

"Intinya. Kau membunuh orang atau tidak?"

Tersangka

"Aku tidak membunuh siapapun."

Plakk... Psikolog itu menampar wajahnya.

Psikolog

"Tolong jangan bermain-main."

Tersangka

"Siapa yang sedang bermain?"

Psikolog itu membenarkan pakaiannya

Tersangka

"Bukankah aku hanya mengikuti permainanmu"

Professor semakin bingung menggaruk-garuk kepalanya.

Ruang interogasi ini semakin mencekam. Apalagi polisi notula tiba-tiba keluar setelah seseorang memanggilnya. Polisi perempuan itu berjalan membuka pintu dan menutupnya dari luar

Professor

"Apa yang ingin kau sampaikan?"

Tersangka

"Untuk anda?"

Professor

"Iya."

Tersangka

"Tetaplah membaca."

Professor

"Terimakasih. Anda juga."

Professor itu terlihat diam

Professor

"Untuk psikiater?"

Tersangka

"Tidak mengapa. Ia hanya terbawa suasana."

Professor

"Jadi?"

Tersangka

"Jangan terlalu mudah terbawa suasana."

Professor

"Untuk psikolog?"

Tersangka

"Jangan terlalu ambisius. Maafkan masa lalumu dan maafkan masa depanmu."

Psikolog itu lagi datang menamparnya

Professor

"Jadi. Apa yang kau inginkan untuk kutulis disini" (menunjukkan tulisan laporan interogasi psikologi pada tersangka)

Tersangka

"Tulis saja sesuai dengan hatimu."

Psikolog

"Tulis saja prof, manipulatif, narsis, dan machiavelis."

Tersangka

"Benar. Tulis saja prof."

Professor itu memandang Tersangka cukup bingung.

Professor itu tidak menulis apapun diatasnya. Ia mengangkat tangannya dan meletakkannya di kepalanya

Tersangka

"Kenapa?"

Professor

"Tidak"

Tersangka

"Anda takut reputasi anda turun?"

Professor

"Sama sekali tidak."

Tersangka

"Tulislah sesuai dengan hatimu."

Professor itu mulai membubuhkan tulisan di kertasnya.

Tertulis: Baik, kooperatif.

Psikolog itu menarik kertas yang ditulis Professor itu. Professor itu memandang tersangka. Tersangka tersenyum melihatnya.

Psikolog itu membubuhkan tulisan lagi diatasnya.

Tertulis: Manipulatif, Machiavelis, dan Psikopat.

Professor

"Kenapa kau tulis begini?"

Psikolog

"Bukankah ia begitu?"

Professor menggeleng-gelengkan kepalanya.

Professor

"Entah menagapa aku yakin ia tak membunuh orang sama sekali." (bisiknya pada psikolog)

Psikolog

"Prof!!"

Psikiater

"Lalu bagaimana dengan bukti?"

Professor

"Aku tak tahu."

Professor itu menggeleng-gelengkan kepalanya

Professor itu bersiap untuk mencoret tulisannya tadi, yang baik dan kooperatif. Namun ia perhatikan lagi tersangka

Professor

"Pak. Bolehkah saya bertanya lagi. Sebelum aku mencoret tulisanku ini."

Tersangka

"Iya. Silahkan."

Professor

"Apakah anda takut untuk menyakiti orang lain?"

Tersangka hanya diam.

Professor

"Tak mengapa jawablah."

Tersangka

"Aku tak tahu."

Professor

"Jadi, ada kemungkinan iya."

Tersangka mengangguk-anggukkan kepalanya.

Professor terlihat mengerti.

Psikolog

"Apa maksudnya?"

Professor

"Ia mungkin punya OCD berlebihan"

Psikolog

"Bukankah dia orang sinting."

Professor tertawa

Professor

"Dia seorang akuntan."

Psikolog

"Lalu apa hubungannya?"

Professor meninggikan alisnya. Mana gue tahu.

Professor

"Apakah anda tidak enak hati ketika menjawab tidak?"

Tersangka

"Saya tidak tahu."

Professor

"Berarti iya?"

Tersangka mengangguk

Professor

"Jadi saat itu kau diminta untuk membunuh. Langsung kau bunuh?"

Tersangka mengangguk

Professor

"Lihatlah. Dia orang baik."

Professor membolak-balik kertasnya

Professor

"Apakah kau memerkosanya sebelum membunuhnya? Jujurlah."

Tersangka menggeleng-gelengkan kepalanya

Professor

"Apakah dia pernah cerita denganmu?"

Tersangka menggeleng-gelengkan kepalanya. Tersangka menahan tangis. Tapi tetap tegar.

Professor

"Apakah dia pernah bercerita untuk mengakhiri hidup?"

Tersangka mengangguk

Professor

"Mengapa?"

Tersangka

"Karena ia merasa hidupnya tak berguna."

Professor

"Apakah dia pelacur?"

Tersangka mengangguk

Professor mencoret kertas tulisan yang ada di kertas laporan tadi. Tulisan yang dicoret adalah tulisan dari psikolog tentang: Manipulatif, Narsis dan Machiavelis.

Professor

"Anda menyesal?"

Tersangka

"Tidak."

Professor

"Mengapa?"

Tersangka

"Karena aku yakin dia bahagia."

Tersangka diam professor juga diam.

Polisi notula tadi tiba-tiba membuka pintu dan masuk dari luar.

Polisi notula itu membawa kertas dan memberikannya pada Professor

Polisi interogator terlihat bejalan masuk dari belakang. Dibelakangnya polisi intel juga terlihat.

Polisi interogator berjalan dibelakang tersangka

Kunci borgol itu dibuka dan tersangka dengan tenang meregangkan tangannya.

Professor itu tenang, lalu Psikolog itu bingung.

Psikolog

"Kenapa?"

Polisi Interogator

"Silahkan dibaca."

Psikiater

"Apa tulisannya"

Tulisan laporan berita acara: Korban dibunuh oleh tersangka. Dua orang. Preman Pelacuran setelah beberapa kali ditagih hutang oleh korban.

Professor

"Apa kau mengetahui hal ini?"

Tersangka

"Iya."

Professor

"Jadi kau tidak membunuhnya?"

Tersangka

"Sekarang aku terbukti tidak membunuhnya."

Professor

"Lalu kenapa kau sampai sini?"

Tersangka

"Aku yang menemukan jasadnya di belakang sungai"

Professor

"Tapi mengapa kau mengaku tadi?"

Tersangka

"Aku tak tahu."

Professor

"Kau tidak membunuhnya?"

Tersangka

"Tidak"

Professor

"Katamu tadi, kau disuruh membunuhnya."

Tersangka

"Iya."

Professor

"Oleh korban?"

Tersangka menggeleng-gelengkan kepalanya

Professor

"Oleh siapa?"

Tersangka hanya diam dan menatap. Tapi professor seakan menangkap sinyalnya.

Professor

"Oleh dia?" (menunjuk psikolog)

Psikolog

"Apakah aku memintamu untuk membunuhnya?"

Tersangka mengangguk

Psikolog itu menampar lagi tersangka

"Jangan mengada-ada kamu. Jangan bikin cerita baru"

Professor itu berdiri menenangkan psikolog.

Professor

"Apa kau tadi memaksanya untuk mengaku?"

Psikolog

"Iya. Begitulah protokol-nya"

Tersangka

"Tak mengapa, aku senang juga."

Professor

"Maksudmu kau senang ketika diminta untuk mengakui pembunuhan?"

Tersangka mengangguk

Professor

"Padahal kau tidak ada urusan dengan korban?."

Tersangka berdiri dan berjalan keluar

Tersangka

"Aku kenal korban. Beberapa kali dia bercerita pada saya. Dia orang baik. Namun keadaan membuatnya bekerja pada tempat seperti itu."

Professor

"Lalu kenapa mengaku?"

Tersangka

"Apakah itu tidak boleh?"

Professor

"Boleh saja. Tapi ini merugikanmu."

Tersangka

"Tenanglah. Tak mengapa."

Polisi interogator dan polisi intel keluar dari ruangan. Polisi notula juga keluar dari ruangan.

Professor

"Ini hukum. Anda rugi besar."

Tersangka

"Tak mengapa. Inilah dunia. Hukum dunia. Untuk apa diperdebatkan."

Tersangka berjalan keluar memegang pintu.

Professor

"Pak, sebentar."

Tersangka

"Ada apa?"

Professor

"Biar saya antarkan ke rumah sakit."

Tersangka

"Untuk apa?"

Professor

"Lihatlah, wajahmu."

Tersangka menggosok wajahnya. Langsung terlihat bugar dan luka-luka itu segera mengering

Professor

"Mari saya antar kerumah sakit."

Tersangka

"Tidak perlu. Saya ada urusan yang belum selesai."

Professor

"Mari saya antar pulang saja."

Tersangka

"Terimakaish atar tawarannya. Tapi saya ingin kekantor."

Professor

"Tak mengapa. Saya antar."

Tersangka itu memegang pundak professor

Tersangka

"Tenanglah, tak perlu. Untuk apa juga."

Professor

"Tak mengapa. Aku sangat senang jika mengantarmu pulang. Bertemu istri dan anakmu."

Tersangka

"Aku juga senang jika kau mengantarku. Tapi sekarang, aku ada urusan."

Professor

"Baiklah. Aku tak bisa memaksamu. Hati-hati"

Tersangka terlihat berjalan keluar ke selasar

Latar : Selasar

Professor berlari mengejarnya ke selasar

Professor merogoh koceknya dan segera memberinya uang beberapa.

Professor

"Untuk naik taksi"

Tersangka

"Untuk apa? Tak perlu."

Professor

"Tolong terimalah. Aku merasa bersalah kalau begini.Tolong."

Tersangka

"Tak mengapa. Aku yang minta maaf. Akupun juga sudah memaafkan anda semua sebelum interogasi tadi dimulai."

Professor

"Baik. Tolong terimalah."

Tersangka tersenyum.

Professor

"Besok-besok aku traktir lagi kopi."

Tersangka itu akhirnya menerima uang itu.

Tersangka

"Aku yang akan membelikanmu kopi."

Terlihat diujung selasar terlihat seseorang perempuan dengan anaknya sesenggukan menangis. Sepertinya mereka adalah saksi korban. Keluarganya ada yang meninggal dibunuh.

Tersangka mendekati keluarga itu.

Tersangka

"Ibu. Orang baik disana. (menunjuk professor yang masih berdiri didepan ruang interogasi). Memberikan padamu uang ini."

Ibu-ibu

"Iya, terimakasih. Aku sangat terimakasih dengan uang ini" (raut sedih dan sangat terimakasih)

Tersangka

"Jangan kepada saya. Tapi kepada orang disana."

Ibu-ibu itu memandangi professor, lalu mengangguk berterimakasih.

Professor itu diam dan tertegun.

Tersangka berjalan keluar kantor polisi dengan meninggalkan wajah tertegun dan sembab menangis diwajah psikolog. Ia menyesali itu, kejadiannya tadi.

Psikolog itu menempelkan dirinya ke tembok dan sesenggukan menangis.

Psikiater itu berjalan menyandingi professor

Tersangka sudah menghilang dibalik pintu keluar kantor polisi.

Psikiater

"Siapa memangnya ia?"

Professor

"Mungkin itulah yang disebut orang, sebagai orang suci"

-Tamat-

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar