8. Tak Kasat Mata
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

Polisi Interogator

"Mengakulah!"

Tersangka

"Bukankah aku sudah melakukannya?"

Polisi Interogator

"Lebih jelas lagi."

Tersangka

"Aku sudah menjelaskannya."

Polisi Interogator

"Bodoh"

Pukulan pistol menempel di ubun-ubunnya.

Tersangka tersungkur ke meja dengan wajah melas.

Polisi Interogator menjambak rambutnya lalu mendudukkannya lagi dibelakang

Polisi

"Bodoh!"

Paranormal

"Tenanglah."

Professor

(berbisik pada psikiater) "Siapa orang ini?"

Psikiater

"Dia parapsikolog"

Professor

"Maksudmu cenayang?"

Psikiater

"Bukan. Dia punya ilmu scientifik"

Professor skeptis dengan orang ini. Rautnya meragukan orang ini.

Professor itu berdiri, menyalami paranormal itu dan memersilahkannya duduk ditempatnya.

Professor

"Saya hanya orang lewat disini" (sambil menggenggam tangan paranormal)

Paranormal

"Iya. Soalnya saya baru tahu anda juga"

Professor

"Iya. Silahkan."

Paranormal itu terlihat sibuk diam dan menghela nafas cukup panjang.

Professor itu berbisik pada Psikolog

Professor

"Apakah sering seperti ini?"

Psikolog

"Iya"

Professor

"Kau percaya?"

Psikolog

"Mau tidak percaya sebenarnya. Tapi kebanyakan omongannya terbukti."

Professor

"Ini keterlaluan."

Professor itu berjalan menuju Polisi notula.

Professor

"Bu, apakah tersangka memiliki penasehat hukum?"

Polisi Notula

"Tersangka belum memiliki advokat pak."

Professor

"Untuk jadwal sidangnya?"

Polisi Notula itu membuka kertas

Polisi Notula

"Mungkin hari ini, nanti sore jika memungkinkan."

Professor

"Baiklah."

Professor itu berjalan menyandingi Psikolog

Professor

"Tanpa mengurangi rasa hormat saya. Prosedur apa yang anda gunakan?" (tanya Professor pada Paranormal saat meditasi)

Paranormal itu tak menjawab

Psikiater

"Diamlah"

Professor hanya diam memerhatikan.

Psikolog berbisik pada professor

"Menurutmu prof. Apakah orang ini benar-benar psikopat?"

Professor

"Aku melihatnya. Tapi untuk urusan pembunuhan berantai. Aku tidak begitu jelas melihatnya."

Paranormal itu menghentikan meditasinya.

Paranormal

"Jujurlah padaku. Kau membunuh berapa orang?"

Tersangka

"Kukira kau sudah tahu"

Paranormal itu diam saja. Psikolog dan Psikiater itu saling pandang dan curiga pada tersangka.

Polisi dibelakangnya mulai menempelkan alat kejut dipunggunggnya, namun belum dipencetnya.

Paranormal menghembuskan dan mengeluarkan nafasnya

Paranormal

"Kau harus banyak-banyak bersyukur."

Tersangka hanya diam.

Paranormal itu berdiri, ia menyalami Professor

Professor

"Bagaimana?"

Paranormal

"Dia akan mengaku. Kalau bukan dia, pasti semesta yang memberitahu pada kita."

Professor

"Mengaku kalau dia telah membunuh banyak orang?"

Paranormal

"Aku tidak tahu. Itu urusan dia sendiri dengan Yang Kuasa."

Professor hanya menggaruk-garuk kepalanya.

Paranormal itu menyalami Psikiater.

Psikiater

"Apa memang yang kau lihat?" (tanyanya pada Paranormal)

Paranormal

"Aku hanya melihat orang baik"

Paranormal itu menyalami Psikolog

Psikolog

"Siapa itu orang baik?"

Paranormal

"Tak ada yang tahu. Itulah gambaranku."

Paranormal itu berjalan keluar. Ia membuka pintu, lalu menutupnya dari luar.

Psikolog itu terlihat bingung dan mengitepretasikan perkataannya.

Professor

"Ngapain?"

Psikolog

"Siapa orang baik memangnya?"

Professor berkata dengan alisnya, tidak tahu.

Psikolog

"Pasti diantara kita."

Professor

"Alah. Gausah diambil kesimpulan."

Psikolog

"Itu perlu."

Professor

"Untuk apa?"

Psikolog

"Untuk membuktikan kalau dia memang salah. Dia pembunuh berantai."

Professor itu menggeleng-gelengkan kepalanya.

Professor

"Apakah pengadilan ini dibuktikan untuk dia memang bersalah?"

Psikolog

"Loh, ada buktinya prof"

Professor

"Terus apa untungnya?"

Psikolog

"Agar ia tak melakukannya lagi."

Professor

"Sedikit menyesal aku meluluskanmu dulu." (sambil menggeleng-gelengkan kepalanya)

Psikolog

"Bukankah begitu prof. Ini orang berbahaya. Jika kita lepaskan dia akan tambah meresahkan."

Professor

"Apakah hanya kepada orang bersalah kita menghukum? Lalu kepada orang yang benar apa tidak kita hukum?"

Psikolog

"Bukankah begitu memangnya?"

Professor

"Hukum itu netral. Jika orang salah dihukum, seharusnya orang benar juga dihukum"

Psikolog itu diam, ia tak ingin lagi mendebat professor

Professor

"Katakanlah, bagaimana jika ia benar. Hukum apa yang mampu mewadahinya?" (professor sedikit kembang-kempis ketika bertanya)

Psikolog

"Tidak tahu prof"

Professor

"Bagaimana jika memang orang yang dibunuhnya. Benar-benar meminta dia untuk dibunuh. Benar apa salah menurutmu?"

Psikolog

"Tidak tahu prof."

Professor

"Jika dia memang salah, dia akan dipenjara. Jika dia benar, ingin diberi apa? Penghargaan?"

Psikolog

"Tidak tahu prof."

Professor

"Hukum tidak pernah memandang buruk seseorang. Apalagi kita, kita tidak perlu memandang buruk seseorang."

Psikolog

"Baik prof."

Professor

"Aku menyesal telah meluluskanmu." (sambil memerbaiki jaketnya)

Tersangka itu diam. Polisi dibelakangnya juga diam.

Professor

"Pak polisi. Akan lebih baik jika anda keluar."

Polisi Interogator itu terdiam, ia berjalan kaki keluar, membuka pintu, lalu menutupnya dari luar.

Professor

"Apa pendapatmu?" (tanyanya pada psikiater)

Psikiater

"Dia psikopat"

Professor

"Apa pendapatmu?" (tanyanya pada psikolog)

Psikolog

"Sama, dia psikopat."

Professor itu diam.

Psikolog

"Kalau menurut anda. Bagaimana prof?"

Professor

"Iya, sama. Apalagi aku melihatnya manipulatif"

Psikolog

"Prof. Anda sendiri melihatnya"

Professor

"Tapi kita tidak boleh gegabah."

Professor itu memandangi Tersangka

Professor

"Anda mendengarkan percakapan kita sedari tadi?"

Tersangka

"Iya"

Professor

"Bagaimana pendapatmu?"

Tersangka

"Tidak mengapa. Aku senang mendengarnya."

Professor itu menarik nafasnya

Psikiater dan Psikolog itu saling pandang

Professor

"Mungkin aku harus bertanya lagi."

Tersangka

"Iya"

Professor

"Apa perasaanmu sekarang."

Tersangka

"Biasa saja"

Professor

"Cenderung Senang, Kecewa?"

Tersangka

"Kecewa mungkin"

Professor

"Kenapa?"

Tersangka

"Karena anda semua ternyata juga tidak jelas membuktikan apa yang saya lakukan."

Professor

"Lalu kenapa anda mengiyakan semua yang ditanyakan?"

Tersangka

"Karena aku senang jika orang lain juga senang."

Professor

"Maksudmu?"

Tersangka

"Prof. anda pasti senang-kan, jika seseorang bertindak sesuai ekspektasimu."

Professor

"Iya"

Tersangka

"Maka itulah saya."

Professor

"Maksudmu engkau menerjemahkan ekspektasi dua orang ini?" (ia menunjuk pada psikolog dan psikiater)

Tersangka

"Iya"

Professor memandangi psikiater dan psikolog. Professor sudah tahu maksudnya.

Professor

"Untuk aku yang netral. Sekarang, apa jawabanmu?. Aku tak ada ekspektasi apapun tentangmu."

Tersangka

"Aku biasa saja."

Professor itu membuka catatan psikolog

Professor

"Katanya anda tadi bahagia ketika membunuh orang?"

Tersangka

"Iya"

Professor

"Mengapa?"

Tersangka

"Karena aku berhasil membantunya."

Professor

"Kau menjamin ia masuk surga?"

Tersangka

"Untuk itu, aku tak tahu."

Professor

"Baiklah."

Professor dan Psikiater saling pandang. Psikolog juga nimbrung.

Professor

"Sekali lagi kutanyakan. Ketika kau membunuh orang, kau siap dengan konsekuensinya?"

Tersangka

"Iya. Aku sudah siap."

Professor

"Betul?"

Tersangka

"Betul"

Professor

"Apa tanggungjawab yang dibebankan padamu setelah membunuh orang?"

Tersangka

"Mungkin hanya semakin ditanya seperti ini."

Professor

"Kau akan dipenjara."

Tersangka

"Jika itu yang diputuskan. Ya tak mengapa."

Professor

"Ini bisa memengaruhi jenjang karir anda?"

Tersangka

"Tak mengapa. Kukira kepala keuangan tak kehilangan akal jika tak ada diriku."

Professor

"Lalu anak istrimu?"

Tersangka

"Mereka manusia, mereka pasti tahu cara bertahan hidup."

Professor

"Hasihhh."

Professor terlihat bingung dan kembang kempis

Psikolog

"Lihatlah Prof. dia tega dengan keluarganya. Tidak memikirkan anak istrinya"

Professor

"Iya. Aku melihatnya juga."

Psikiater

"Sudah dipastikan. Ia kemungkinan besar pembunuh berantai."

Professor

"Aku tetap tak bisa memastikannya."

Psikiater

"Tapi kemungkinan itu ada kan?"

Professor menghela nafasnya

Professor

"Kemungkinan itu tidak hanya ada di dia. Tapi aku, kamu. Kita semua mungkin."

Psikolog

"Tapi dia sudah membuktikannya. Dengan perkataannya sendiri."

Professor

"Entah mengapa, menurutku omongan orang ini tidak bisa dijadikan kesaksian."

Psikolog

"Tapi dia mengaku"

Professor

"Bukankah tadi engkau melihat dia muter-muter saja sedari tadi?"

Psikolog

"Lalu apa yang kita lakukan?"

Professor

"Bebaskan saja dia. Kita tak cukup bukti untuk menahannya."

Psikolog

"Prof. dia sudah membunuh satu orang di sungai."

Professor

"Aku yakin, dia kooperatif. Aku yakin itu."

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar